BAB 9-10

1094 Kata
BAB 9 Dokter Ardian baru saja sampai di rumah sakit. Setelah keluar dari dalam mobilnya, ia berjalan menyusuri area parkir menuju ruang poli kandungan. Sepanjang perjalanan, semua mata yang berpapasan dengan Dokter Ardian merasa heran. Mereka tidak menyangka Dokter Ardian akan masuk bekerja secepat ini. Istrinya baru saja meninggal dua hari yang lalu, tapi Dokter Ardian terlihat tegar. Selama Dokter Ardian tidak masuk bekerja, Dokter Amanda lah yang menggantikannya memeriksa pasien di rumah sakit. Dokter Amanda adalah kakak kandung Dokter Ardian. Dokter Amanda biasanya bekerja di Rumah Sakit Bunda. Sedangkan Dokter Ardian bekerja di Rumah Sakit Husada. Ketika Dokter Ardian tidak masuk bekerja karena kematian istrinya kemarin, Dokter Amanda harus membagi waktunya bekerja di dua rumah sakit untuk menggantikan Dokter Ardian sementara. Ketika Dokter Ardian masuk ke dalam ruang poli kandungan, Dokter Amanda sedang memeriksa seorang pasien dengan alat USG. “Maaf, aku datang terlambat,” ucap Dokter Ardian lalu duduk di kursi kerjanya. “Loh, Yan, kamu masuk kerja hari ini?” tanya Dokter Amanda ketika melihat Dokter Ardian masuk ke ruang poli kandungan. “Hm. Maaf, sudah merepotkan Kakak dua hari ini,” balas Dokter Ardian dengan tersenyum. “Nggak apa-apa, santai saja,” balas Dokter Amanda seraya tetap melanjutkan memeriksa pasien yang ada di depannya. Setelah pasien yang diperiksa Dokter Amanda keluar, Dokter Amanda pun pamit untuk kembali ke Rumah Sakit Bunda. Sore hari Dokter Ardian sudah pulang ke rumah. Hari ini ia bisa pulang lebih cepat karena tidak ada jadwal operasi sc. Dokter Ardian berjalan dengan terburu-buru naik ke lantai dua menuju ke kamar Citra untuk melihat bayinya. Sedari tadi ia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan anaknya yang baru lahir dua hari yang lalu itu. Sesampainya Dokter Ardian di depan pintu kamar Citra, kebetulan pintu kamar itu sedang terbuka lebar dan tampaklah Citra sedang membereskan tempat tidurnya. “Apakah dia rewel hari ini?” tanya Dokter Ardian sembari berjalan memasuki kamar Citra. Citra pun menoleh ke belakang dan melihat Dokter Ardian di sana. “Enggak kok, Kak. Dia pintar hari ini,” sahut Widia yang tengah duduk di sofa sembari memangku bayi Dokter Ardian yang baru saja selesai dimandikan Citra. Dokter Ardian pun menoleh ke belakang dan tampaklah Widia di sana. “Kamu belum pulang?” tanya Dokter Ardian seraya menghampiri Widia. “Kan Kak Ardian tadi berpesan untuk membantu Citra menjaga bayi Kakak? Jadi aku melakukannya. Lagi pula bayi ini kan juga keponakan aku,” balas Widia seraya membelai pipi bayi Dokter Ardian. “Terima kasih,” tukas Dokter Ardian singkat. “Ngomong-ngomong, namanya siapa, Kak?” tanya Widia mencari bahan pembicaraan untuk bisa mengobrol lebih lama dengan Dokter Ardian. “Aku belum memikirkannya. Mm … aku mau pergi mandi dulu, setelah itu aku akan menggendongnya,” pamit Dokter Ardian lalu pergi meninggalkan kamar Citra. “Huft … untung saja aku datang tepat waktu,” gumam Widia seraya mengelus dadanya. Ia baru saja datang sepuluh menit sebelum Dokter Ardian datang. “Nih, ambil lagi bayinya!” seru Widia pada Citra. Citra pun menghampiri Widia lalu mengambil alih bayi Dokter Ardian. Ia tidak menyangka kalau Widia hanya berpura-pura baik di depan Dokter Ardian. Meskipun bayi ini keponakan kandungnya, tapi Widia tidak menyayanginya dengan tulus. Setelah itu Widia pergi ke dapur membuatkan kopi untuk Dokter Ardian. Ia sangat ingin mendapatkan perhatian dan menaklukkan hati Dokter Ardian. *** BAB 10 Usai mandi, Dokter Ardian keluar dari dalam kamarnya lalu masuk ke dalam kamar Citra. Di sana tampak Citra sedang duduk di sofa sambil memainkan ponselnya. “Di mana anakku?” tanya Dokter Ardian ketika melihat Citra tidak memangku anaknya. “Ada di tempat tidurnya, Dok,” jawab Citra sembari menyimpan ponselnya ketika melihat Dokter Ardian masuk ke dalam kamarnya. “Mm … maaf ya, untuk yang tadi malam,” ucap Dokter Ardian merasa tidak enak pada Citra. “Tidak apa-apa, Dok. Saya mengerti,” balas Citra dengan sopan. Di depan pintu kamar Citra, Widia mendengarkan pembicaraan mereka dan mengernyitkan dahinya. ‘Apa yang terjadi di antara mereka tadi malam?’ batin Widia. Ia pun semakin penasaran ada hubungan apa antara Dokter Ardian dan Citra. Widia pun masuk ke dalam kamar Citra dengan membawa secangkir kopi untuk Dokter Ardian. “Ini, aku buatkan kopi khusus untuk Kak Ardian,” ucap Widia seraya menaruh secangkir kopi di atas meja. “Terima kasih,” balas Dokter Ardian. “Saya mau ke kamar dulu,” pamit Dokter Ardian sembari membawa kopi itu keluar dari dalam kamar Citra. Setelah Dokter Ardian pergi, Widia pun menginterogasi Citra. “Apa yang terjadi antara kamu dan Kak Ardian tadi malam?” tanya Widia pada Citra. “Tidak terjadi apa-apa, Mbak,” jawab Citra jujur. “Jangan bohong kamu!” hardik Widia dengan mata melotot. Suara Widia pun akhirnya membangunkan bayi Dokter Ardian yang sedang tidur. Citra segera menghampiri bayi itu dan tidak menghiraukan Widia. Widia pun segera keluar dari dalam kamar Citra. Ia tidak suka mendengar tangisan bayi. Itu sangat membuat kepala pusing menurutnya. Sementara itu di dalam kamarnya, Dokter Ardian membuka laptop untuk mengecek kamera CCTV hari ini. Ia ingin mengecek apakah Citra menjaga anaknya dengan baik selama ia tidak ada di rumah. Ketika ia mengecek semua kegiatan Citra, semuanya tidak ada masalah. Namun, ketika ia mengalihkan ke kamera CCTV halaman rumah, ia melihat mobil Widia pergi meninggalkan rumah setelah ia berangkat kerja tadi pagi. “Jadi dia pergi tadi pagi?” gumam Dokter Ardian. Kemudian, ia melihat terus rekaman kamera CCTV itu hingga Widia kembali ke rumahnya. “Hm … baru kembali sore hari sebelum aku pulang. Bagus sekali sandiwaranya, seolah-olah mengurus anakku sejak tadi pagi,” cibir Dokter Ardian dengan tersenyum miring. Dokter Ardian pun menatap secangkir kopi buatan Widia yang ada di samping laptopnya. Kemudian ia mengangkat cangkir itu dan membawanya ke dalam kamar mandi. Ia menuang isi kopi itu ke dalam water closed. *** Beberapa hari kemudian Hari ini adalah pengajian hari terakhir di rumah Dokter Ardian. Tidak terasa Nadia sudah meninggal dunia satu minggu yang lalu. Setelah semua tamu dan saudara pulang, Dokter Ardian masuk ke dalam kamarnya. Ia membuka almari di mana pakaian Nadia berada. Di sana Dokter Ardian menemukan sebuah buku tebal milik Nadia. Ia pun mengambil buku itu dan membacanya secara acak. Senin, 07 April 20xx Hari ini aku baru saja pulang dari memeriksakan kandungan-ku di rumah sakit. Aku senang sekali karena janinku sangat sehat dan berkembang dengan baik di dalam rahimku. Aku semakin bahagia ketika mengetahui bahwa jenis kelaminnya laki-laki. Dia pasti tampan seperti papa-nya. Rabu, 07 Mei 20xx Hari ini kandungan-ku berusia 25 minggu. Dia semakin aktif menendang di dalam rahimku. Aku sudah tidak sabar menantikannya lahir ke dunia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN