2. DITOLONGIN
"Mau pesen apa lo?" tanya Aski saat sudah berada di kantin bersama Ocha.
"Kaya biasanya aja lah," balas Ocha seraya mendudukan bokongnya di bangku kantin.
"Oke!" ucap Aski kemudian langsung pergi.
Setelah Aski pergi Ocha hanya diam dan memainkan ponselnya saja, hingga tiba-tiba saja Elang datang dengan jus jeruk ditangannya.
"Hai Cha?" sapa Elang pada Ocha.
"Eh hai!" balas Ocha dan segera mematikan ponselnya.
"Gue boleh gabung sama lo?" tanya Elang.
Dengan ragu-ragu Ocha mengangguk. Memang, semenjak kejadian kemarin siang, Ocha sedikit gugup saat berdekatan dengan Elang.
Elang yang menyadari akan tingkah laku Ocha yang gugup pun terkekeh pelan. "Lo masih mikirin kejadian kemaren?" tanya Elang.
Ocha menatap Elang seraya menggeleng pelan. "E-enggak."
"Enggak kok muka nya merah? Blushing ya?" goda Elang.
"Eh, Ki? Punya gue mana?" tanya Ocha mengalihkan pembicaraannya dengan Elang saat Aski sudah datang.
Elang menggelengkan kepalanya. Ia tau bahwa Ocha sengaja mengalihkan pembicaraannya agar bisa menghindari pertanyaannya.
"Nih punya lo saosnya banyak," ujar Aski seraya menaruh semangkok bakso di meja.
"Hehe makasih, Ki," ucap Ocha seraya mengaduk-ngaduk baksonya.
"Iya, sama-sama," balas Aski kemudian duduk dihadapan Elang.
"Makan Lang," ucap Aski pada Elang, kemudian ia segera memakan baksonya.
"Iya," balas Elang, namun pandangannya malah tertuju pada Ocha yang berada di sampingnya.
"Ck, yang ngomong siapa yang diliat siapa. Dasar bucin!" guman Aski pelan, kemudian melanjutkan memakan baksonya.
*****
Bel pulang berbunyi dengan nyaring, membuat semua warga sekolah bersorak ria dan terburu-buru keluar kelas. Ocha berjalan keluar kelasnya bersama Aski, keduanya berjalan sembari mengobrol dan tertawa ringan. Saat sudah di parkiran sekolah, tiba-tiba saja kedua gadis itu terpaku saat melihat ban mobil milik Aski yang sudah tak berdaya, alias kempes.
"Astaga!" pekik Aski seraya menyentuh ban mobilnya.
"Ki, ban mobil lo kok kempes sih? Bukannya tadi pagi baik-baik aja ya? Ini juga kenapa bisa copot? " tanya Ocha bingung melihat kaca spion mobil Aski yang tergeletak di bawah.
"Gak tau gue juga, yang pasti ini ada yang jailin mobil gue," ucap Aski seraya memandang sekelilingnya.
"Woy! siapa yang kempesin ban mobil gue?!" teriak Aski, namun semua orang yang ada di parkiran itu hanya diam.
"Gue ulangi sekali lagi, siapa yang kempesin ban mobil gue?!" teriak Aski, jiwa bar-barnya kembali keluar dari sekian lamanya terpendam.
"Ki, udah jangan teriak-teriak napa sih?!" ucap Ocha berusaha menenangkan sahabatnya itu.
"Gue bilang siapa yang lakuin ini semua sama mobil gue?!"
"Gue... kenapa hah?!" ucap seorang gadis yang tengah berjalan mendekat pada Aski dan Ocha bersama genknya.
Aski melotot tak percaya. Ia menatap gadis itu dengan tatapan murka. "Masalah lo apa sama gue hah?!" bentak Aski pada orang itu yang tak lain adalah Aneta, ketua genk futsal putri sekolahnya.
"Lo emang gak punya salah sama gue, tapi temen lo itu yang punya," balas Aneta seraya menunjuk Ocha.
"Gue?" guman Ocha sembari menunjuk dirinya sendiri. "Gue salah apa?" tanya Ocha bingung.
"Gak usah sok gak tau deh lo!" ucap Aneta ketus.
"umpah gue gak tau apa salah gue."
"Cih, lo pikir dengan wajah polos lo itu bisa nipu gue hah? Lo gak sadar kalo selama ini lo selalu ngerebut apa yang gue suka dan---" ucapan Aneta terhenti saat Raffa berjalan menghampiri mereka.
"Ada apa ini? Kenapa kalian berkumpul di sini?" Tanya Raffa.
Semuanya hanya diam, tak ada yang berani berbicara.
"Em gak ada apa-apa kok Pak, kami cuman nawarin mereka untuk ikut eskul futsal aja. Iya kan?" ucap Aneta, sudah jelas itu hanya alibinya saja.
"Ya sudah," balas Raffa sembari mengangguk. Ia berjalan menuju mobilnya, tapi sebelumnya ia sempat melirik Ocha sebentar kemudian masuk ke dalam mobilnya.
"Urusan kita belum selesai," ucap Aneta kemudian pergi bersama genknya.
"Dasar cabe!" teriak Aski.
"Apa lo semua liatin gue? minta gue tonjok hah?!" lanjut Aski saat banyak pandangan mata menatap kearahnya.
Ocha masih terdiam, ia masih terpikir akan ucapan Anet ketika mengucapkan kalau ia merebut semua apa yang Anet suka. Maksudnya apa?
"Cha kok lo ngelamun sih?" tanya Aski.
"Gak apa-apa kok Ki, gue cuman kepikiran omongan Anet aja," balas Ocha.
"Gak usah dipikirin omongan cabe mah, gak ada gunanya. Mendingan sekarang kita ke halte aja yuk?"
"Mobil lo gimana? Terus ini? " tanya Ocha sembari menunjukan kaca spion yang dipegangnya.
"Taro aja di dalem, nanti gue suruh tukang buat ambil mobil gue. Sekarang kita pulang naik angkot aja," jelas Aski. Ocha mengangguk kemudian membuka pintu mobil Aski dan menaruh kaca spionnya di dalam. Setelahnya mereka berjalan menuju halte dekat sekolah.
••••••••
Ocha melempar sebarangan arah tasnya kemudian duduk di kursi belajarnya. Tangannya ia jadikan sebagai tumpuan dagunya. Pandangannya menatap lekat foto dirinya dan juga kedua orang tuanya yang sedang tersenyum bahagia.
"Huuufft!" Ocha membuang naPasnya kasar kemudian beranjak dari duduknya.
Kaki jenjangnya berjalan menuju lemari besar kemudian mengambil sepasang kaos oblong dan juga celana panjang di bawah lutut, setelah itu Ocha masuk ke dalam kamar mandi.
Lima belas menit berlalu, Ocha keluar dari kamar mandi sudah memakai pakaian yang di bawanya tadi. Ocha melangkahkan kakinya menuju kasur kemudian mengambil ponselnya yang sedari tadi terus berdering.
"Hallo Ki?" ucap Ocha.
"Gue lagi dirumah kenapa?" tanyanya.
Ocha berdecak kesal. "Kok ngedadak banget sih ngasih taunya?"
Ocha menghela napass pelan. "Ya udah gue kesana."
"Iya bawel lo." Ocha segera mematikan sambungan telponnya, kemudian mengambil jaket merah muda miliknya. Ia engambil tas selempangnya sebelum benar-benar keluar dari kamarnya.
"Bi? Bibi?" panggil Ocha.
"Iya Non, kenapa?" tanya pelayan yang baru saja keluar dari dapur.
"Aku mau pergi kerumah Aski, mungkin pulangnya agak maleman, jadi bibi gak usah bikin makan malem ya?"
"Iya Non, hati-hati."
Ocha memakai jaketnya, lalu berjalan keluar. Kemudian ia segera masuk ke dalam mobil kesayangannya.
Tak butuh waktu lama bagi Ocha untuk sampai di rumah Aski, ia sudah sampai dengan hanya memakan waktu lima belas menit saja.
"Aski?!" teriak Ocha saat pintu gerbang rumah Aski yang terkunci, membuat mobilnya tak bisa masuk.
"Masuk aja, Cha," ucap Aski dari jendela kamarnya yang berada dilantai dua.
"Masuk apanya, ini gerbangnya dikunci gimana mau masuk g****k!"
"Oh iya, gue lupa gerbangnya dikunci," ucap Aski. Setelahnya ia segera keluar dari rumahnya dan mebukakan pintu gerbang untuk Ocha.
Ocha segera menjalankan mobilnya masuk kehalaman rumah Aski, sedangkan Aski ia kambali menutup gerbangnya.
"Tugasnya emang banyak ya?" tanya Ocha setelah menutup pintu mobilnya.
"Lo liat aja deh sendiri, pusing gue," ujar Aski lalu masuk ke dalam rumahnya diikuti Ocha yang mengekor dibelakang.
******
Pukul 20:48
"Ki, gue pulang dulu ya, tugasnya dilanjut entaran aja, otak gue udah buntu gak bisa mikir," ucap Ocha sembari memakai kembali jaket yang tadi sempat ia lepas.
"Ho'oh sama gue juga, hati-hati ya lo dijalannya jangan sampe ke jebak sama mbak kunti."
"Ngedoain yang bener dikit napa Ki."
"Bukan ngedoain, gue kan tadi cuman bilang jangan sampe."
"Sama aja, omongan itu doa! Ya udah lah, gue pulang ya?"
Aski mengangguk, kemudian mengantarkan Ocha sampai ke depan pintu rumahnya.
"Byee Ki!"
Aski melambaikan tangannya hingga mobil Ocha pergi dari pekarangan rumahnya.
*****
Di perjalanan, mobil yang di kendrai Ocha tiba-tiba berenti. Hal itu membuat Ocha kebingungan di tempatnya. Ocha turun dari mobilnya kemudian mengecek apa yang terjadi pada mobilnya.
"Ya elah pake acara mgembek segala nih mobil," kesal Ocha setelah mengecek mobilnya.
Ocha mengeluarkan ponselnya kemudian mengetik nama seseorang untuk di telpon. Setelahnya Ocha segera menelponnya.
"Hallo Pak? Mobil saya mogok, bisa dateng ke jalan Mawar 37 gak?" ucap Ocha ketika sambungan telponnya sudah terhubung.
"Kalo gitu saya tunggu." Ocha memasukan kembali ponselnya lalu masuk kedalam mobilnya. Ia sedikit menghela napas lega kala seseorang yang baru saja ia telpon itu mau membantunya.
Karena kesal menunggu, Ocha memilih untuk memejamkan matanya. Tapi sebelumnya ia mengunci pintu mobilnya terlebih dahulu untuk berjaga-jaga. Niatnya hanya memejamkan matanya saja tapi Ocha malah benar-banar tertidur.
Ocha terperanjat ketika mendngar suara ketukan keras dari kaca mobilnya. "Aaaa!" pekik Ocha kaget saat melihat orang yang mengetuk jendela mobilnya.
"Hei buka pintunya!" ucap orang itu dengan terus mengetuk-ngetuk kaca mobil Ocha.
"Enggak mau!" Ocha menggeleng keras.
"Cepat buka! Atau gue rusak nih kaca!" ancam orang itu yang tak lain adalah seorang preman dengan tato di sepanjang lengannya.
Ocha tambah panik, ia mengambil ponselnya, namun karena terburu-buru Ocha tak sengaja menjatuhkan ponselnya hingga mati.
Ocha berusaha menghidupkan ponselnya kembali namun hasilnya nihil ponselnya tetap mati.
"Cepet buka, sebelum nih kaca ancur!" teriak preman itu kemudian mengambil ancang-ancang akan melempar batu, namun Ocha buru-buru keluar.
Preman itu tersenyum licik lalu membuang batunya. "Serahin semua uang lo!"
"Saya gak bawa uang," ucap Ocha.
"Jangan bohong!"
"Sumpah! Saya emang bener-bener gak bawa uang."
Preman itu menatap Ocha dari atas hingga bawah. "Cantik juga lo, lumayan buat seneng-seneng."
Mata Ocha membulat mendengar ucapan preman itu, ia bukan gadis polos yang tak tau arti senang-senang yang dimaksud preman itu. "Denger ya, sedikit lo sentuh gue, mati lo!" ucap Ocha, ia berusaha memberanikan dirinya agar tidak takut dengan preman itu.
"Wow takut..." ujar preman itu dengan nada yang dibuat-buat.
Karena kesal Ocha langsung saja menonjok wajah sangar preman itu dengan kencang dan membuat tubuh preman itu sedikit mundur.
"Lumayan juga pukulannya," ucap preman itu seraya memegang bekas pukulan Ocha.
Preman itu tak tinggal diam. Setelah mendapat pukulan dari Ocha, ia balas memukul Ocha namun dengan cepat Ocha langsung menghindarinya. Preman itu mengambil balok kayu dan akan melayangkannya kepada Ocha. Untung saja ada seseorang yang menahanny.
"b******n! Beraninya lawan perempuan." Ocha terpaku saat melihat Raffa lah orang yang datang menyelamatkanya.
"Mau jadi pahlawan kemeleman lo hah?!" bentak preman itu lalu mulai beradu pukul dengan Raffa.
Bukan Raffa namanya jika kalah. Preman itu langsung terkapar tak berdaya. Tidak mau ambil resiko, preman itu langsung bangun dengan tertatih, kemudian segera pergi meninggalkan Raffa dan Ocha.
Raffa membenarkan pakaiannya kemudian beralih menatap Ocha yang masih diam sembari menatapnya.
BERSAMBUNG......