Cantika merengek minta dibelikan sepeda pada Raka.
Tapi Tari melarang Raka membelikannya.
"Jangan dibelikan Aa, nati dia main sepeda terus tidak mau berhenti, panas-panasan, kulitnya bisa jadi dekil, hitam, kotor, belum lagi kalau jatuh, bisa luka atau terkilir Aa" ujar Tari saat Cantika sudah tidur.
"Tari, kalau dia tidak belajar naik sepeda sekarang, mau kapan lagi, yang namanya belajar pasti ada resikonyalah, orang diam aja bisa beresiko, apa lagi yang bergerak"
"Iih mana ada orang diam beresiko!?"
"Kalau diamnya sambil mangap, resikonyakan mulutnya bisa kemasukan lalat"
"Aa..ada-ada saja, nggak usah dibelikan A"
"Tari, kita belinya yang pakai roda tiga di belakang, jadi dia nggak mungkin jatuh, nanti pelan-pelan dilepas rodanya kalau dia sudah mulai mahir mengayuh sepedanya, tinggal belajar keseimbangan saja"
"Siapa yang nemenin dia naik sepeda, Aa tiap hari ke kebun, ke sawah, ke tambak, ke peternakan, aku sibuk sama Arka, ibu sibuk dengan urusan rumah, Soleh juga sibuk bantu Aa"
"Kan ada Soleha dan Salim nanti yang nemanin dia, boleh ya aku belikan dia sepeda, boleh dona..ya..ya" Raka menjawil dagu Tari dengan ujung jarinya.
"Hhhh terserah Aa saja"
"Kalau minta mimi cucu dikasih nggak sayang?" Raka menjawil bagian atas d**a Tari yang tanpa bra.
"Kok jadi ke mimi cucu sih!?"
"Kan sudah malam, jadi boleh dong minta mimi cucunya"
"Cuma mimi cucu?"
"Kode ya, biar aku minta goyang tornado sekalian?"
"Iiih Aa, dasar Raja meskut!"
"Aku Raja meskut, kamu Ratunya"
"Eeh iya A, aku belum cerita soal Cantika"
"Soal apa?"
"Kemaren diakan sholat dzuhur di musholla sama Soleha dan Salim"
"Terus"
"Di sana ketemu sama ibu pemulung dan putrinya"
"Terus"
"Putri ibu itu sholatnya tidak pakai mukena, terus ditanyain sama Cantika. Kenapa anak itu sholat tidak pakai mukena, si ibu bilang, belum punya uang untuk membelikan mukena"
"Hmmm aku tahu apa yang dilakukan putriku setelah itu"
"Apa?"
"Dia pasti memberikan mukenanya untuk anak itu, betul tidak Tari?"
"Iih kok Aa bisa tahu?"
"Karena aku juga akan melakukan itu bila berada pada posisi Cantika, aaahh dia benar-benar putriku"
"Ya Allah..apa selama ini Aa pikir dia bukan putri Aa!?" Seru Tari sengit.
"Bukan begitu sayang, maksudku dia menuruni semua sifatku"
"Jangan semua Aa"
"Eeh kenapa?"
"Aku nggak mau ya dia oon dan lemot seperti Aa, bisa pusing aku nanti"
"Tapi sepertinya oonku mulai menularimu deh Tari"
"Iiih aku tidak oon, Tai cicakku!" Tari memukul bahu Raka pelan.
"Amma kenapa pukul Abba, belantem ya...hiks..hikss" suara Cantika mengagetkan mereka berdua. Cepat Raka membawa Cantika ke atas pangkuannya.
"Abba sama Amma lagi bercanda sayang, bukan berantem"
"Kok Amma pukul Abba?"
"Amma tidak pukul Abba, Amma cuma pegang bahu Abba"
"Ehmm..mau pipis Amma"
"Ayo sama Amma pipisnya" Tari mengangkat Cantika dari atas pangkuan Raka. Dibawanya Cantika kembali ke dalam kamar.
Raka tersenyum menatap kedua orang yang dicintainya.
'Ya Allah, semoga anak-anakku tumbuh jadi manusia beriman dan berakhlak mulia, aamiin'
---
Pagi ini Soleha dan Salim menemani Cantika mencoba sepeda baru yang dibelikan Raka.
Masih sulit baginya untuk mengayuh sepedanya. Tapi ia tampaknya tidak mudah menyerah begitu saja.
Dua orang anak lelaki tampak bersepeda mendekat ke arah Cantika.
Dua orang anak itu berhenti di dekat Cantika. Soleha dan Salim bersikap waspada.
"Kak Wahyu, ini Cantika yang waktu itu aku ceritakan, haay Cantika, aku Bayu,masih ingatkan waktu kita ketemu di pasar, ay lap yu Cantika"
"Ay lap yu juga kak Bayu" sahut Cantika polos.
"Yess!!" Bayu berseru girang.
Wahyu turun dari sepedanya.
"Cantika tahu tidak artinya ay lap yu?" Tanya Wahyu yang seumuran Soleha.
"Tahu, kata Amma ay lap yu altinya suka belteman, Cantika suka belteman sama semua kok" jawab Cantika.
Wahyu berbalik, lalu menjitak kepala adiknya.
"Dasar songong, dia nggak ngerti ay lap yu apa, sudah kita pergi. Ehmm hay Soleha ay lap yu" ujar Wahyu sambil mengedipkan matanya.
Wajah Soleha merona, dicopotnya sebelah sandal di kakinya, ingin dilemparkannya pada Wahyu yang memang kerap menggodanya saat di sekolah.
Cepat Wahyu mengayuh sepedanya, dengan meninggalkan suara tawanya.
"Ay lap yu Cantika, kak Bayu pergi dulu ya" pamit Bayu.
"Cepat pergi sana!" Usir Salim dengan wajah kesal.
"Kenapa Acil Soleha sama Paman Salim malah, meleka nggak nakalkan?"
"Mereka itu anak nakal Cantika, jangan dekat-dekat sama mereka" jawab Soleha.
"Oooh, eeh itu Opa Henly, eeh kenapa jalannya begitu?" Cantika memperhatikan seorang lelaki tua yang membawa gerobak. Lelaki tua itu tampak agak susah berjalan, beliau berhenti di tepi jalan, lalu duduk di bawah pohon.
Cantika turun dari sepedanya, lalu mendekati pria tua yang dipanggilnya Opa Henly, nama beliau sebenarnya Hendry.
"Opa kenapa?" Tanyanya.
"Sendal Opa putus Cantika"
"Oooh...sendal Opa putus"
Cantika memperhatikan sandal jepit usang milik Opa Hendry, yang tengah berada di tangan beliau. Opa Hendry berusaha mengakali sendalnya agar bisa dipakai kembali.
Lalu Cantika menatap ke arah sendal di kakinya sendiri. Ia seperti memikirkan sesuatu.
"Sebental ya Opa" Cantika berlari menuju rumahnya.
"Cantika mau ke mana!?" Seru Salim.
"pulang sebental Paman Salim" jawabnya.
Cantika naik ke teras samping, lalu ia memperhatikan sandal yang tersusun di rak sandal di teras samping. Diambilnya sepasang sandal Raka. Lalu dibawa masuk ke dalam rumahnya.
"Amma..Amma" panggilnya.
"Assalamuallaikum dulu Cantika"
"Walaikum salam Amma"
"Hhhh ada apa, kenapa menenteng sendal Abba?"
"Sendal Abba yang ini jalang dipakai Abbakan?"
"Iya, lalu kenapa?"
"Boleh nggak Cantika kasih ke olang?"
"Eeh mau kasih siapa?"
"Opa Henly sendalnya putus Amma, kasihan susah jalan"
"Opa Hendry nya di mana?"
"Itu, duduk di bawah pohon"
"Ya sudah, kasih saja sendalnya ke Opa ya"
"Telimakasih Amma, assalamuallaikum"
"Walaikum salam"
Cantika kembali berlari menuju tempat Opa Hendry duduk di bawah pohon.
Soleha dan Salim tampak tengah melihat-lihat mainan yang dijual Opa Hendry.
Opa Hendry selain membeli barang bekas, juga berjualan mainan murah. Harga mainan yang beliau jual dari harga seribu sampai sepuluh ribu rupiah.
"Opa ini sendal buat Opa" Cantika menyodorkan sendal di tangannya pada Opa Hendry.
Opa Hendry yang tadinya bersandar di batang pohon, jadi menegakan punggungnya.
"Itu pasti punya Abbanya Cantika"
"Iya ini punya Abba, kata Amma boleh dikasih buat Opa"
"Benar, Cantika sudah minta ijin Amma, kasih sendal Abba buat Opa?"
"Iya benal Opa, Cantika nggak bohong"
"Ya Tuhan, terimakasih banyak ya Cantika, sampaikan terimakasih Opa sama Abba dan Amma juga ya"
"Iya Opa, Opa haus ya, nggak apa kalau Opa mau minum, kata Abba, Opa kan nggak ikut puasa sepelti kita"
"Opa memang tidak ikut puasa seperti kalian, tapi Opa harus menghormati dan menghargai orang yang sedang berpuasa, jadi Opa tidak makan atau minum di luar rumah Opa"
"Belalti Opa pulang aja bial bisa minum"
"Opa baru ke luar dari rumah mau keliling kampung, Opa belum haus atau lapar, Cantika mau mainan, pilih satu mainannya untuk Cantika"
Cantika menggelengkan kepalanya.
"Cantika tidak mau beli mainan Opa"
"Opa kasih mainananya untuk Cantika, karena Cantika sudah baik ngasih Opa sendal"
"Kata Abba, belbuat baik itu halus ikhlas, tidak boleh minta apa-apa sama olang yang kita bantu"
Mata Opa Hendry jadi berkaca-kaca mendengar jawaban Cantika.
"Beruntung sekali Abba dan Ammamu memiliki putri sepertimu Cantika" Opa Hendry mengelus lembut rambut Cantika.
"Cantika mau belajal naik sepeda lagi ya Opa"
"Iya" Opa Hendry memganggukan kepalanya.
"Acil Soleha, Paman Salim, ajalin Cantika naik sepeda lagi!" Serunya.
"Ayo!"
***BERSAMBUNG***