PART. 10

877 Kata
Tari sholat maghrib berdua dengan Cantika. Sementara Raka, setelah berbuka puasa, ia langsung pergi ke musholla. "Amma titip dedek sebentar ya, Amma mau ke kamar mandi" kata Tari pada Cantika. "Ya Amma" Cantika menganggukan kepalanya. Suara ponsel Tari membuat Cantika terkejut. Diambil ponsel Ammanya. "Assalamuallaikum" "Walaikum salam, Cantika cucu Oma tersayang" sahut Salsa yang terdengar seperti tengah menahan tangisannya. "Omaaaa...kapan Oma ke sini, Cantika kangen sama Oma, Opa, sama Uncele juga! Ehmm sama Opa dan Oma buyut juga!" Serunya riang. Ia duduk bersila di atas ranjang. "Besok Oma, Opa, Uncle, Opa, dan Oma buyut ke sana" ujar Salsa. "Benelan Oma, asiiikkk!" Serunya riang. "Iya sayang, sekarang panggilin Amma ya, Oma mau bicara penting sama Amma" "Amma nya lagi di kamal mandi" "Abba mana?" "Abba masih di musholla" "Ehmm..dedek Arka bobo ya?" "Iya Oma" Tari ke luar dari kamar mandi. "Nah itu Amma, Amma ini Oma telpon" Cantika menyerahkan ponsel pada Tari. "Assalamuallaikum Mi" "Walaikum salam sayang, hiks..hikss" terdengar tangisan Salsa dari seberang sana. "Ada apa Mi?" "Ada kabar duka Tari" "Kabar duka? Cepat katakan Mi, ada apa!?" "Kakekmu baru saja berpulang" "Apa!? Innalillahi wa inna ilaihi ro'jiun" Tari terduduk di tepi ranjang. Air matanya langsung jatuh berlinang. Cantika yang masih duduk bersila di atas ranjang, segera beringsut untuk menarik beberapa lembar tissue dari dalam kotak tissue. Dihapusnya air mata di pipi Tari dengan tissue yang baru diambilnya. Ia jadi ikut menangis sambil nemeluk Tari meski ia sendiri tidak mengerti kenapa Ammanya menangis. "Kenapa begitu tiba-tiba Mi?" Tanya Tari dengan suara terisak. "Kami semua juga terkejut, sebelum puasa kakekmu sempat chek up ke rumah sakit. Semua normal dan baik-baik saja. Tapi usai berbuka tadi, kekekmu mengeluh sesak napas, dan belum sempat dibawa ke rumah sakit, beliau berpulang" ujar Salsa sembari terisak juga. "Kami akan usahakan terbang ke Jakarta besok Mi" "Tidak Tari, Papi bilang, kakekmu sempat berpesan, ingin dikuburkan di kampung halaman" "Jadi akan dibawa ke sini Mi?" "Iya Tari, kalian tolong persiapkan segalanya di rumah kakek ya" "Iya Mi, ehmm nenek bagaimana Mi?" "Nenekmu sempat syok, tapi sekarang sudah lebih tenang, sampai berjumpa besok ya Tari, assalamuallaikum" "Walaikum salam Mi" Mendengar suara kunci pintu samping dibuka. Cantika turun dari pangkuan Tari, lalu lari ke luar kamar. Ia tahu kalau yang datang adalah Abbanya. "Abba hiks..hiks" dengan berlinang air mata disambutnya kedatangan Raka. "Ada apa sayang?" Tanya Raka bingung. Digendongnya putrinya. "Amma nangis, Amma belantem sama Oma" ujar Cantika sembari terisak. Cepat Raka masuk ke dalam kamar, begitu melihat Raka, Tari langsung memeluknya, sehingga Cantika terjepit diantara kedua orang tuanya. "Ada apa Sayang?" "Hikss...hikss...kakek meninggal A..hiks..hikss" "Innalillahi wa inna ilaihi ro'jiun, kapan meninggalnya Tari?" "Baru saja Aa" "Berarti kita harus terbang ke Jakarta besok" "Tidak Aa, kakek minta di makamkan di sini" "Jadi jenazah kakek akan diterbangkan ke sini besok?" "Iya Aa, Mami minta kita mempersiapkan semuanya di rumah kakek" "Kalau begitu, sekarang saja kita ke sana" "Cantika dan Arka bagaimana, dibawa ke sana?" "Mereka tinggal saja sama ibu, aku telpon Soleh dulu ya" "Iya Aa, sini Cantika sama Amma" Tari meraih Cantika dari gendongan Raka. "Amma" "Ya" "Kakek siapa yang meninggal? Kakek Liduan apa kakek Lapa?" Tanyanya penasaran. Sejak tadi ia ingin bertanya, tapi Abbanya pernah berkata. Tidak boleh memotong apa lagi mengganggu pembicaraan orang tua. Karena itulah ia menahan rasa ingin tahunya. "Bukan sayang, yang meninggal Opa buyut..hiks..hiks" Tari kembali berurai air mata. Cantika mengambil tissue dan menghapus air mata Ammanya. "Cup..cup..Amma jangan menangis, nanti puasanya untuk besok bisa batal" celotehnya. Tari mendekap putrinya, dikecupnya puncak kepala Cantika. -- Rumah kakek sudah penuh dengan pelayat yang menunggu kedatangan jenazah kakek. Bendera hijau besar bertuliskan huruf Arab sudah terpasang di depan rumah. Tenda sudah terpasang, begitupun kursi sudah tersusun rapi. Raka memeluk bahu Tari lembut. Kakek adalah orang yang paling berjasa dalam hubungan mereka. Lewat tangan kakek mereka berjodoh. Dan perjodohan itu mendapat restu dari Allah, sehingga mereka bisa menikah. Dan membangun rumah tangga mereka. Orang tua Raffa bersama Rika sekeluarga juga ikut dalam satu penerbangan. Keluarga Tari yang akan datang, selain kedua orang tuanya, neneknya, si kembar, Vio dan Guntur, kedua orang tua Mami Salsanya. Opa Satria sekeluarga, juga Uncle Sakha sekeluarga. Katanya akan ikut datang juga. Raka tadi sudah menerima telpon dari Salsa, yang mengabarkan kalau mereka sudah tiba di bandara. Dan akan segera menuju rumah duka. Saat iring-iringan mobil memasuki halaman rumah kakek yang luas. Air mata Tari semakin deras, tubuhnya bergetar dalam dekapan Raka. Semrntara Cantika yang belum begitu paham, jadi menangis juga karena melihat Ammanya menagis. Soleh yang menggendongnya berusaha membujuknya agar berhenti menangis. Begitu Salsa turun dari mobil. Tari langsung menghambur ke dalam pelukan Salsa. Sementara Surya menuntun Aminya yang terlihat lemah. Mia yang turun setelah Raffa, langsung mendekati Cantika. Ia mengambil alih Cantika dari gendongan Soleh. Semua keluarga sudah keluar dari dalam mobil yang membawa mereka. Peti jenazah kakek sudah diturunkan juga. Suasana duka terlihat jelas dari wajah-wajah mereka. Warga kampung kakek pun turut berduka. Siapa yang tidak mengenal kakek Tari. Seorang yang sangat dermawan dan rendah hati. Banyak sudah orang yang beliau bantu. Banyak pula orang yang turut merasakan kehilangan karena kepergian beliau. Meskipun selama beberapa tahun ini beliau tinggal di Jakarta. Tapi orang tidak pernah melupakan kebaikan hati beliau. Tari menatap jasad kakeknya, air matanya masih mengalir dengan derasnya. 'Selamat jalan kakek, semoga Allah mengampuni dosa-dosamu, menerima amal ibadahmu, melapangkan kuburmu, dan memberikan tempat terindah di sisi NYA, aamiin. Kakek memang sudah pergi, tapi kenangan bersamamu tidak akan pernah mati' Batin Tari. ***BERSAMBUNG***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN