“Ini, minumlah.” “Terima kasih.” Mara meraih cangkir yang terulur di depannya. Dua telapak tangan wanita itu menangkup badan cangkir. Merasakan hangat yang dengan cepat merambat ke kedua tangannya. Sepasang bibir Mara berkerut sebelum akhirnya wanita itu menarik kedua sudutnya melengkung ke atas. “Dokter sedang tidak sibuk, ya?” tanya Mara pada pria yang duduk di seberang meja. Pria itu sedang meneguk pelan isi di dalam cangkirnya. Pria yang tidak lain adalah dokter yang menangani Nadia, menggeleng pelan. “Bisa dibilang begitu. Jika tidak, aku tidak akan bisa mentraktirmu kopi seperti sekarang,” Mara menggerakkan kepala turun naik. Pandangan mata wanita itu kembali turun. Mara manatap cairan berwarna coklat dengan buih putih di atas permukaannya. “Nadia tadi pingsan.” “Aku mendengarn