5

862 Kata
"Alexia Smith."  Mendengar namanya dipanggil dengan lengkap membuat Lexi menoleh kebelakang. Matanya bertemu dengan sorotan sendu pria berjas putih tersebut.  "Dokter Albert," ucap Lexi perlahan. "Bisa kita bicara?"  "Bi-bisa Dok," ucap Lexi gugup. Entah mengapa saat berbicara dengan Dokter Spesial Bedah Saraf tersebut membuatnya gugup. "Alexia, kita bicara di ruangan saya." Dengan menghela napas berat Lexi menganggukan kepalanya. "Iya Dok," jawabnya dengan tak bersemangat. Dokter Albert merupakan dokter bedah saraf yang menangani sakit kanker otak Sila, Mama Lexi. Ia tidak mengetahui secara pasti usia Dokter Albert, namun menurut perkiraannya sekitar 40 tahunan. Usia yang menurutnya tergolong muda untuk seorang Dokter bedah saraf bidang subspesialisasi Onkologi.  "Alexia Smith," panggil Dokter Albert. "I-iya Dok. Maaf," ucap Lexi dengan gugup kembali. "Kamu mendengar perkataan saya atau tidak?" tanya Dokter Albert pada Lexi. "Ma-maaf Dok. Di mana ruangannya, Dok?" Terdengar suara helaan napas berat dari Dokter Albert membuat Lexi jadi merasa canggung.  "Yaa sudah, kamu ikuti saya saja."  Lexi menjawabnya hanya dengan anggukan kepala. Laura memperhatikan interaksi antara Dokter Albert dan Lexi merasa heran. Baru kali ini ia melihat Kakak perempuannya gugup dan salah tingkah dihadapan orang lain. Ia sangat mengenal Lexi, seorang Kakak perempuan yang tangguh dan tidak pernah takut pada siapapun. "Kenapa Kak Lexi jadi aneh ya," gumam Laura. Matanya masih terus memperhatikan kedua orang yang perlahan hilang menuju lorong lain. Langkah kaki Lexi terasa berat. Ia sudah tahu kalau Dokter Albert pasti akan menanyakan kapan Mamanya akan dioperasi dan tentang biayanya. Baru memikirkan hal tersebut sudah membuatnya pusing 7 keliling. "Silahkan duduk." Dokter Albert mempersilahkan Lexi untuk duduk di kursi yang berhadapan dengan meja kerjanya.  "Te-terima kasih, Dok." Dengan kembali gugup Lexi duduk perlahan.  "Apa kamu baik-baik saja, Alexia?" Dokter Albert memperhatikan perilaku Lexi yang tampak tidak nyaman. "Saya baik-baik saja Dok. Malah sangat baik." Lexi berusaha berkata dengan senormal mungkin, walau jantungnya berdebar-debar.  "Syukurlah kalau kamu dalam keadaan baik-baik saja. Saya memperhatikan kamu sekarang terlihat berbeda dari sebelumnya." "Iya Dok. Terima kasih."  Namun Lexi mengerutkan dahinya. Ia mencoba menyakinkan dirinya apakah ia salah dengar, saat mendengar kata-kata Dokter Albert yang 'saya memperhatikan kamu sekarang terlihat berbeda dari sebelumnya' sedangkan ia baru beberapa kali bertemu dengan Dokter yang memiliki mata sendu tersebut walau tertutupi kacamata yang bertengker di antara hidungnya.  "Kamu kenapa melihat saya seperti itu?" "Eh, ga apa-apa Dok. Saya hanya merasa heran dengan perkataan Dokter." "Yang mana? Saya saja baru mengatakan beberapa kata dengan kamu. Apa yang kamu herankan, Alexia?" Dengan menelan salivanya Lexi menjadi tidak ingin menlanjutkan perkataannya. Menurutnya lebih penting mengetahui tentang keadaan Mamanya daripada hal yang lain. Ia mencoba menyakini dirinya sendiri kalau salah mendengar perkataan Dokter Albert.  "Jika tidak ada lagi yang ingin kamu pertanyakan, saya ingin menjelaskan tentang keadaan Ibu Sila Smith." "Iya Dok. Bagaimana keadaan Mama saya."  Dokter Albert menghela napasnya. "Begini Alexia keadaan Bu Sila semakin hari semakin tidak memungkinkan. Keadaannya sekarang masih sadar. Saya dan tim dokter lainnya memutuskan untuk menunda operasinya atau mungkin saja untuk tidak bisa dioperasi." Lexi terkejut, wajahnya menegang saat mendengar perkataan Dokter Albert. Ia tidak menyangka kalau Mamanya tidak bisa dioperasi.  "Apa tidak ada cara lain, Dok? Jika memang harus segera operasi saya akan mencari biayanya." "Ini bukan masalah biaya Alexia. Walaupun bisa dioperasi akan sangat beresiko dan kemungkinan untuk kembali normal akan mengalami kesulitan."  Badan Lexi melemas. Air mata bergenang dipelupuk matanya. Ia ingin sekali berteriak dan marah dengan keadaannya.  "Saya tau kamu pasti sangat sedih dan kecewa. Akan tetapi tidak ada yang mustahil di dunia ini jika Tuhan sudah berkehendak. Saya hanyalah manusia biasa semuanya kembali pada Tuhan yang menentukan segalanya." Lexi menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Terdengar suara isak tangisnya yang membuat Dokter Albert merasa iba.  "Jika saya tetap memilih operasi untuk Mama saya, apakah bisa Dok?" tanya Lexi dengan wajah sembap. Dokter Albert menatap Lexi dengan iba. Ia mengerti perasaan gadis cantik tersebut. Jika memungkinkan ia juga ingin semua pasien yang ditanganinya setelah operasi menjadi sehat.  "Begini Alexia—" "Panggil saja saya, Lexi, Dok," ucap Lexi memotong perkataan Dokter Albert. "Ooh baiklah Lexi. Begini operasi kanker otak ini sebenarnya bertujuan untuk mengangkat sebagian atau seluruh tumor ganas yang merusak sel-sel sehat di dalam otak." "Lalu Dok." Dokter Albert menghela napasnya lagi. Ia harus menjelaskan kembali, walau ia sudah mengatakannya dari awal. Tapi ia memberikan semua informasi secara detail dan sebenar-benarnya tentang kondisi pasien pada keluarganya. Semua itu ia lakukan agar keluarga pasien bisa mengetahui kemungkinan buruk yang akan terjadi.  "Pada kondisi umum pasien yang berat dan tingkat kesadaran yang rendah seperti keadaan Bu Sila yang sudah kanker otak stadium 4 akan dilakukan perbaikan kondisi terlebih dahulu. Nanti akan di observasi ketat dan obat-obatan." "Lakukan apapun yang terbaik untuk Mama saya, Dok." "Tapi kondisi Bu Sila sekarang ini tidak disarankan dilakukan operasi hingga kondisi pasien lebih stabil baru akan dioperasi. Di sini saya akan menjelaskan lagi kalau dioperasi kemungkinan terburuknya Bu Sila bisa koma."  "Jika tidak dioperasi Mama saya akan terus menderita seperti ini 'kan, Dok? Mengalami rasa sakit terus menerus yang menyerangnya." "Iya." Lexi terdiam. Ia harus segera memutuskan apa yang terbaik untuk Mamanya. Antara membiarkan Mamanya tidak operasi, tapi akan menderita rasa sakit yang luar biasa terus menerus, atau operasi dengan resiko koma bahkan bisa saja tidak dapat diselamatkan lagi nyawanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN