BAB LIMA

2489 Kata
Renata sama sekali tak tahu bahwa yang mengejar Ivy adalah prajurit istana. Dia terkejut saat membuka pintu dan mendapati ada sekitar tiga orang prajurit yang kini berdiri di depan kamarnya.  “Oh, Tuan-tuan ada apa ya tiba-tiba mengetuk pintu kamar saya?” tanya Renata, pura-pura tak tahu padahal sebenarnya dia tahu persis alasan mereka datang karena ingin mencari Ivy.  “Kami mencari pencuri yang mungkin berlari ke sini. Apa kau melihatnya?” salah seorang prajurit menanggapi dan mengutarakan alasan mereka datang ke tempat itu.  Renata mengerjapkan mata, sungguh lihai memasang ekspresi dirinya yang seolah kebingungan. “Pencuri? Pencuri apa, Tuan? Apa dia pria atau wanita?” “Dia wanita mengenakan cadar hitam. Dia juga terluka di bagian ini,” prajurit lain menyahut sembari menunjuk pinggangnya seperti luka yang dialami Ivy tepat di bagian pinggang.  Dengan tegas Renata menggelengkan kepala, “Saya tidak tahu, Tuan. Saya tidak melihat ada pencuri berkeliaran di sekitar kamar saya. Mungkin dia tidak datang ke sini. Bisa jadi dia melarikan diri ke tempat lain.”  “Tidak. Kami yakin sekilas melihatnya berlari memasuki rumah b****l ini. Kami ingin memeriksa kamarmu sebentar.”  Renata tercengang, memperlihatkan ekspresi dirinya terkejut sekaligus tersinggung. “Kenapa Tuan-tuan ingin memeriksa kamar saya? Apa anda bertiga berpikir saya sedang berbohong?”  Renata memekik kaget saat dengan tak sopannya salah satu dari prajurit itu mendorongnya sehingga dia terhuyung ke belakang dan nyaris terjengkang.  “Tuan, tolong ya jaga sikap anda. Jangan memperlakukan saya dengan kasar. Lagi pula ini kamar saya, wajar jika saya bertanya. Saya juga merasa tersinggung karena ucapan saya sepertinya tidak dipercaya. Saya memang tidak tahu menahu tentang pencuri yang sedang Tuan-tuan cari itu.”  “Tutup mulutmu. Jika kau menghalangi kami, jangan salahkan kami jika mencurigaimu bersekongkol dengan pencuri itu. Ayo, cepat periksa kamarnya!”  Renata tak mampu lagi menahan ketiga prajurit itu karena kini mereka sedang memeriksa kamarnya. Saat pintu lemarinya hendak dibuka oleh salah seorang prajurit, Renata memekik kaget, “Eh, Tuan. Jangan dibuka lemari itu!”  Namun terlambat karena pintu lemari dibuka tanpa ragu oleh sang prajurit dan seketika beberapa pakaian beserta dalaman wanita jatuh dari dalam lemari dan kini tercecer berantakan di lantai.  Renata berlari mendekati lemari dan berjongkok untuk memunguti pakaiannya. “Saya tidak terima ya perlakuan anda bertiga. Ini kamar wanita dan anda sudah sembarangan membuka lemari pakaian saya. Saya bisa melaporkan ini pada pihak berwajib karena bagi saya ini bentuk pelecehan,” ucap Renata disertai wajah yang memerah sempurna karena tersulut emosi.  “Pelecehan apa maksudnya? Kami hanya ingin memeriksa kamarmu karena mungkin saja pencuri itu bersembunyi di sini.”  Renata menggelengkan kepala dengan tegas, “Saya sudah mengatakannya tadi, pencuri itu tidak ada di sini. Saya tidak berbohong. Saya tidak cukup memiliki nyali sampai berani membohongi prajurit istana seperti Tuan-tuan. Tapi tindakan anda bertiga yang memaksa menerobos masuk dan memeriksa barang-barang pribadi saya, ini bisa dikatakan sebagai pemaksaan dan pelecehan. Seperti yang anda bertiga ketahui, kerajaan ini sangat menjunjung hak wanita. Saya serius akan melaporkan kejadian ini pada pihak berwajib jika anda bertiga terus memaksa memeriksa kamar saya padahal saya tidak menyambunyikan apa pun.”  Suara dengusan salah satu prajurit mengalun di dalam kamar, “Huh, justru sikapmu yang menolak mengizinkan kami memeriksa kamarmu yang mencurigakan. Bisa jadi kau memang menyembunyikan pencuri itu di sini.”  Renata bangkit berdiri dari berjongkoknya karena kesal menghadapi ketiga prajurit yang begitu keras kepala dan tidak henti-hentinya memaksa untuk memeriksa kamarnya. “Baik,” kata Renata penuh percaya diri sambil mengangkat dagu. “Silakan periksa kamar saya sesuka hati Tuan-tuan. Tapi jika anda bertiga tidak menemukan pencuri itu di kamar saya, saya pastikan akan melaporkan anda bertiga pada pihak berwajib karena sudah menuduh orang sembarangan, melakukan pemaksaan dan juga pelecehan. Mohon jangan lupa anda bertiga sedang memasuki kamar seorang wanita.”  Kini salah satu prajurit mendecih, “Padahal kau hanya wanita panggilan murahan dari rumah b****l ini. Tapi gayamu sombong sekali seperti putri bangsawan saja.” “Silakan hina saya sesuka anda. Yang pasti walaupun saya hanya seorang wanita panggilan dari rumah b****l, hak saya sebagai seorang wanita pasti akan tetap dipenuhi oleh kerajaan. Sekarang bertambah lagi alasan saya menuntut anda bertiga karena sudah menghina saya, mencoreng harga diri saya.”  Ketiga prajurit itu kembali saling berpandangan, terlihat mulai ragu melanjutkan pemeriksaan mereka karena ancaman Renata sepertinya cukup berpengaruh untuk mereka bertiga.  “Ayo, kita pergi. Lagi pula sepertinya pencuri itu memang tidak ada di sini.”  Mendengar saran dari salah satu rekannya, dua prajurit yang lain mengiyakan dengan anggukan kepala. Mereka pun akhirnya melangkah pergi setelah melayangkan tatapan tajam nan menusuk pada Renata. Tapi wanita itu sama sekali tidak gentar ataupun takut karena tahu dia melakukan sesuatu yang benar.  Setelah memastikan ketiga prajurit itu pergi, Renata cepat-cepat menutup pintu dan menguncinya dari dalam. Dia lalu berjalan cepat menuju ranjang, menyingkap seprei yang menutupi celah bagian bawah ranjang, dia melongok ke dalam celah untuk melihat sosok Ivy yang sedang bersembunyi di sana dalam posisi menelungkup.  “Ayo keluar. Kondisinya sudah aman sekarang,” kata Renata, lega karena dia berhasil menyelamatkan Ivy. “Mereka sudah pergi?” tanya Ivy, masih khawatir ketiga prajurit yang mencarinya akan kembali lagi. “Sudah. Mereka sudah pergi.”  Sekarang Ivy tak ragu lagi, dia pun keluar dari tempat persembunyiannya, meringis karena luka di pinggangnya semakin terasa perih.  “Ayo cepat duduk. Aku akan mengobati lukamu.”  Dengan hati-hati Renata membantu Ivy duduk di kursi. Dia lalu melakukan tindakan yang sempat tertunda karena kedatangan ketiga prajurit itu yaitu mengobati luka tembakan di pinggang Ivy.  Ivy menggigit bibir bawah, mati-matian menahan perih dan sakit yang luar biasa saat Renata menaburkan bubuk putih yang merupakan obat untuk menghentikan pendarahan. Saat Renata mulai membesihkan luka itu dengan alkohol, tubuh Ivy gemetaran rasa-rasanya sudah tak sanggup lagi ingin berteriak kencang untuk meluapkan rasa sakit yang sedang dia rasakan. Namun untuk kesekian kalinya Ivy berusaha menahan karena tak ingin suara teriakannya menjadi boomerang yang akan membuat keberadaannya diketahui orang lain.  Setelah lukanya diolesi salep khas obat untuk menyembuhkan luka yang cukup tersohor di Kerajaan Wendell lalu luka itu dililit perban oleh Renata, Ivy sekarang bisa bernapas lega. Dia sudah merasa lebih baik dan yakin dirinya selamat berkat pertolongan Renata ini. Dia sangat berhutang budi dan merasa beruntung karena mengingat keberadaan Renata yang secara kebetulan rumah b****l tempatnya menetap berada di dekat mansion mewah Menteri Perpajakan.  Renata ikut mendudukan diri di kursi tepat di seberang Ivy setelah merasa dirinya selesai mengobati luka Ivy.  Kini wanita itu menatap wajah Ivy yang terlihat pucat dengan begitu serius, “Sebenarnya apa yang kau lakukan? Kenapa kau sampai dikejar-kejar prajurit istana dan mereka menyebutmu pencuri?” tanyanya, serius ingin mengetahui alasan Ivy bisa mengalami kejadian yang nyaris membuat nyawanya melayang ini.  “Aku memang baru saja mencuri, Kak.” “Mencuri apa sampai kau dikejar prajurit istana?”  Ivy mengeluarkan stempel yang disembunyikan di dalam pakaiannya, “Mencuri ini,” katanya sembari menaruh stempel berukuran cukup besar itu di atas meja.  Renata terbelalak saat melihat benda yang dicuri Ivy bukan benda sembarangan melainkan benda penting yang sangat berpengaruh untuk sistem pemerintahan di kerajaan tempat mereka menetap. Jika sampai Ivy tertangkap sudah dipastikan gadis itu tidak akan selamat karena pasti akan dihukum mati dengan alasan melakukan kejahatan tak terampuni.  “Itu stempel siapa?” “Menteri Perpajakan,” jawab Ivy dengan santainya, seolah tindakan yang dia lakukan hanyalah kejahatan biasa, bukan kejahatan fatal yang akan membuat kepalanya dipenggal. “Kenapa kau mencurinya? Apa ini perintah klien yang meminta bantuan pada kalian?”  Ivy menggelengkan kepala, “Tidak, Kak. Ini murni karena aku yang ingin melakukannya. Kak Renata pasti sudah mendengar rencana kerajaan yang akan menaikkan pajak rakyat, kan?”  Renata mengiyakan dengan anggukan, “Iya, itu sudah ramai dibicarakan.” “Aku tidak bisa membiarkan pajak dinaikkan lagi. Padahal pajak yang diwajibkan pada rakyat sudah tinggi. Jika dinaikkan lagi, mau makan pakai apa rakyat Kerajaan Wendell ini? Aku bisa membayangkan rakyat akan semakin tersiksa dan menderita.”  Mendengar jawaban Ivy ini, Renata sudah bisa menyimpulkan alasan Ivy nekat mencuri stempel itu. “Oh, begitu. Jadi kau sengaja mencuri stempel itu agar rencana kenaikan pajak dibatalkan?”  Ivy mendengus, “Ya, karena tanpa stempel ini dekrit kerajaan tidak akan bisa diresmikan. Aku tidak mungkin bisa mencuri stempel raja yang disimpan di istana. Tapi lain ceritanya dengan stempel milik Menteri Perpajakan.”  Renata menggelengkan kepala, salut dengan keberanian Ivy. Gadis itu memang terkenal nekat melakukan apa pun jika sudah memutuskan sesuatu.  Renata tiba-tiba berdeham dan hal itu sukses menarik atensi Ivy yang sedang menatap stempel yang baru saja dia curi.  “Apa orang itu tahu tindakanmu ini?”  Ivy tahu persis siapa orang yang dimaksud Renata meski wanita itu tak menyebutkan namanya. Tapi bermaksud ingin menggoda, Ivy pura-pura tak menyadarinya.  “Siapa yang kakak maksud?”  Renata melongo sebelum semburat merah tiba-tiba bermunculan di kedua pipinya yang putih mulus dan sudah dirias dengan bedak cukup tebal. Kedua bola mata Renata bergulir gelisah, dia sedang menahan malu.  Ivy mengulum senyum, jadi tak tega menggoda wanita yang sudah menyelamatkan nyawanya itu lebih lama lagi. “Kak Alvin ya maksudnya?” “Itu kau tahu,” sahut Renata disertai semburat merah di pipinya yang kini sudah menjalar hingga ke telinga.  Alvin Walker … nama pria itu. Merupakan sosok pria tampan berusia sekitar 26 tahun yang sudah Ivy anggap kakaknya sendiri. Selain gurunya yaitu Xiao Lian, Alvin inilah yang mengajari Ivy ilmu bela diri termasuk ilmu berpedang. Sosok pria yang mengajarkan banyak hal dan paling dekat dengan Ivy, juga sudah mengklaim pria itu sebagai kakak angkatnya.  Ivy tahu persis Renata diam-diam menyukai kakak angkatnya. Ini bermula dari Alvin yang pernah menyelamatkan Renata di pasar saat wanita itu nyaris dilecehkan oleh para berandalan. Sejak saat itu Renata sering datang ke padepokan, dengan alasan ingin membalas budi pada Alvin, wanita itu selalu membawakan banyak makanan untuk orang-orang yang tinggal di padepokan. Melihat sekilas pun Ivy bisa menebak, alasan Renata sering datang ke padepokan karena ingin bertemu dengan Alvin yang diam-diam wanita itu cintai.  “Kak Alvin tidak tahu aku ke sini karena dia sedang menjalankan misi. Lagi pula kalau dia tahu, aku yakin dia akan melarangku.” “Tentu saja. Mana mungkin Alvin akan membiarkanmu melakukan tindakan nekat yang nyaris membuatmu kehilangan nyawa. Jangan kau ulangi lagi, Ivy. Kau nyaris terbunuh tadi.”  Ivy mengulas senyum, “Tapi berkat Kak Renata, aku selamat. Nanti akan aku ceritakan hal ini pada Kak Alvin,” ucapnya sembari mengedipkan sebelah mata.  Renata tersentak, wanita itu tampak terkejut bahkan kedua matanya kini membulat sempurna. “Jangan. Untuk apa kau mengatakan itu pada Alvin?” “Biar Kak Alvin tahu kalau Kak Renata itu memang baik hati. Jadi tidak ada salahnya dia cepat-cepat membawa Kak Renata pergi dari rumah b****l ini.”  Ivy mengatupkan mulut begitu melihat ekspresi wajah Renata yang langsung berubah sendu begitu mendengarnya menyebut-nyebut rumah b****l. Ivy jadi merutuki mulutnya yang tidak bisa menyaring kata-kata dulu sebelum keluar karena kini dia yakin Renata tersinggung dengan ucapannya.  “Hm, Kak Renata. Maafkan aku. Aku tidak bermaksud …” “Tidak apa-apa. Aku tahu maksudmu baik,” sela Renata, memotong ucapan Ivy yang belum selesai. “Kau benar aku memang menyukai Alvin. Tapi aku cukup tahu diri. Aku ini tidak pantas untuknya.”  Ivy ikut memasang raut sendu, merasa iba pada nasib Renata yang sejak kecil dijual ke rumah b****l ini demi membayar hutang orang tuanya. Sejak masih belia, Renata sudah diajarkan cara melayani para p****************g yang menyewanya untuk memuaskan hasrat b***t mereka. Jika mengingat ini, Ivy jadi merasa dirinya jauh lebih beruntung dibanding Renata. Meski Ivy melihat orang tuanya dibunuh tepat di depan matanya, tapi berkat Xiao Lian yang merawatnya, dia memiliki rumah untuk tempat tinggal bahkan bisa hidup dengan layak. Tidak seperti Renata yang bahkan harus menerima takdir dirinya dijual ke rumah b****l ini oleh orang tuanya.  “Kak Renata jangan berkata begitu. Aku yakin Kak Alvin tidak akan mempermasalahkan hal itu.” Renata menggeleng dengan gerakan perlahan, “Tidak. Aku juga tidak berharap sesuatu yang berlebihan seperti itu. Aku memang menyukai Alvin tapi bukan berarti aku berkeinginan untuk memilikinya karena aku tahu dia berhak mendapatkan wanita yang lebih baik dariku. Bagiku bisa bertemu dan bicara dengannya saja sudah membuatku senang.”  Ivy mengulas senyum, salut dengan ketegaran Renata dalam menjalani takdir hidupnya yang cukup memprihatinkan.  “Oh, iya. Ivy, jangan bilang-bilang pada Alvin ya tentang pengakuanku ini.” “Iya, kakak tenang saja. Aku bisa tutup mulut. Kakak percaya saja padaku.”  Renata mengangkat ibu jari sembari menyengir lebar. Wanita itu pun menatap ke arah jam yang terpasang di dinding kamar dan tersentak saat menyadari sesuatu. “Ivy, aku harus pergi. Aku ada janji dengan klien yang menyewaku. Dia sebentar lagi datang jadi sebelum dia datang aku sudah harus bersiap-siap menyambutnya.”  Renata berdiri dari duduknya, begitu pun dengan Ivy. “Eh, kau duduk saja. Istirahat dulu di kamar ini sampai kondisimu pulih.”  Ivy menggeleng dengan tegas, bukan dia menolak kebaikan Renata, hanya saja dia tak ingin melibatkan wanita itu lebih jauh lagi dengan masalahnya. Jika prajurit istana yang mencarinya kembali memeriksa rumah b****l ini, dia tahu Renata tak akan memiliki kesempatan untuk beralasan seperti tadi lagi. Karena itu sebelum kekhawatirannya terjadi, dia harus segera pergi dan kembali ke padepokan.  “Aku akan kembali ke padepokan sekarang juga, Kak.” “Tapi lukamu …” “Aku sudah baik-baik saja. Kakak tenang saja. Terima kasih atas semua bantuannya ya, Kak.”  Renata tahu jika Ivy sudah berkata demikian maka tak akan ada yang bisa mengubah keputusannya. Dia pun menghela napas panjang dan dengan terpaksa menyetujui keinginan Ivy.  “Baiklah, kalau itu maumu. Tapi kau harus hati-hati ya. Para prajurit pasti masih berkeliaran mencarimu di luar.” “Iya, Kak. Aku pasti berhati-hati.” “Ya sudah, aku pergi dulu,” pamit Renata seraya berjalan mendekati pintu.  Ivy hanya menatap punggung Renata dalam diam, sebelum sesuatu tiba-tiba menggelayuti hatinya dan dia ingin langsung bertanya pada wanita itu.  “Kak Renata.”  Renata yang nyaris membuka kunci pun terhenti dan kembali berbalik badan menghadap Ivy, “kenapa?” tanyanya.  “Maaf aku bertanya seperti ini. Tapi aku ingin tahu apa yang kakak rasakan saat harus menghabiskan waktu dan melayani pria yang tidak kakak cintai?”  Tentu saja pertanyaan Ivy mengarah pada pria-p****************g yang mau tak mau harus Renata layani jika sudah menyewanya.  Renata tersenyum kecil, tak merasa tersinggung sedikit pun. “Di dalam sini sangat terluka,” katanya sambil menyentuh d**a kirinya sendiri. “Yang pasti aku berharap kau tidak akan pernah bernasib sepertiku. Semoga kelak kau bisa menghabiskan hidupmu dengan pria yang kau cintai.”  Ivy seketika tertegun, ya … itu juga yang dia harapkan. Berharap dia tak akan mengalami nasib seperti Renata yang memaksakan diri menerima kenyataan pahit harus menghabiskan waktu dengan pria yang tak dia cintai. Tapi yang jadi pertanyaannya … mungkinkah Ivy akan bisa bersama dengan pria yang dia cintai? Lagi pula Ivy tak tahu siapa pria yang akan dia cintai karena sejauh ini belum ada satu pun pria yang berhasil membuatnya jatuh cinta.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN