“Aira!” sapa Jono, ketika netra mereka beradu beberapa saat.
“Ngapain kamu di sini?”
“Ya mau nonton lah, masak iya aku mau mancing di bioskop. Ya kali, dapat ikan enggak, dapat nyamuk iya,” sahut Jono.
Aira terlihat menaikkan sebelah alisnya, “nyamuk?”
“Iya, nyamuk kepala hitam,” kata Jono lalu kembali duduk bersedekap menghadap ke depan.
“Ehem!” Andri berdehem, karena kehadirannya sama sekali tidak dihiraukan oleh Aira. Ada rasa kesal, karena tujuan mereka datang ke bioskop untuk memulai hubungan yang baru.
“Eh, apaan sih?” gumam Aira.
“Siapa?” bisik Andri tepat di samping telinga Aira. Hal itu membuat suhu tubuh Aira mendadak naik. Jantungnya berdebar tak menentu, karena ulah Andri.
Aira yang merasa tak nyaman, segera menatap ke arah Andri secara tiba-tiba. Jarak diantara keduanya hanya hitungan centi saja.
Blush.
Pipi Aira merona menahan rasa malu, karena bartatapan dengan Andri.
Dengan cepat Aira mulai menjauh dari Andri. Aira mendorong lengan Andri, “jauhan sedikit, panas!”
“Ini kan pakai AC, ya kali panas.” Andri tidak mau menjauh dari Aira, ia malah meletakan kepalanya di bagian d**a Aira sebelah kiri.
Seolah dirinya tak ingin Aira dilirik oleh lelaki lain.
“Sanaan deh, aku nggak nyaman kalo begini!” kata Aira sedikit berbisik.
“Nggak mau, aku mau begini sebentar sama kamu,” ujar Andri yang maaih kekeh dengan posisinya.
‘Ya Allah hati, kenapa sih kamu kudu berdebar di saat seperti ini. Ingat ya, aku nggak mau patah hati gara-gara kamu. Sudah tau dia cuma coba-coba. Eh ... Kamu malah mlehoy begini,’ gumam Aira di dalam hatinya.
Jono yang melihat Aira dan Andri bermesraan, seolah penderitaannya lengkap banget.
“Ya elah, dasar, ngebucin nggak tau tempat. Sadar-sadar kek kalo di sini tuh ada jomlo yang hatinya perlu di jaga,” gumam Jono merasa sedikit ilfeel. Itulah alasan mengapa dirinya tidak menembak Jodie, meskipun dirinya tau Jodie juga menaruh harapan kepadanya.
Niat Jono, ingin menonton film sendiri. Ternyata malah melihat pemandangan yang membuat dirinya seolah menjadi jomlo ngenes yang sesungguhnya.
Tak berselang lama, filmpun di mulai. Semua penonton menikmati film yang di putar dari awal hingga akhir.
“Duduk, atau aku pulang!” ujar Aira tepat di samping telinga Andri.
“Pulang juga nggak apa-apa, lagian aku juga nggak fokus nonton semenjak kamu mengobrol dengan lelaki itu,” kata Andri segera duduk lalu menatap ke arah Jono.
Jono yang diberikan tatapan intimidasi, mendadak menjadi bingung.
“Aku, kenapa memangnya?” guman Jono merasa semakin tak nyaman.
“Hish, ayo Jon. Kita pulang aja deh, kamu anterin aku!” Aira beranjak menarik Jono meninggalkan Andri yang masih terbengong. Karena perbuatan Aira yang secara tiba-tiba.
Untung saja Aira duduk di bangku bagian pinggir, jadi ketika keluar, dia tak perlu melewati banyak orang.
Aira menarik tangan Jono sambil berlari meninggalkan Andri jauh di belakang.
“Jon bawa aku ke tempat latihan ya, aku bosan di rumah. Sudah beberapa hari rasanya aku pengen kabur aja,” kata Aira sambil berlari menarik Jono mengikuti dirinya.
“Ra, kamu apa-apaan sih, aku dikira selingkuhan kamu kalo gini caranya. Lihatlah tatapan suami kamu tadi, seakan ingin memakan aku,” kata Jono tak ingin dirinya di cap sebagai pebinor. Ya kali, meskipun nama kudet, tapi muka udah di upgrade ke masa kini kok.
“Masa bodo deh, yang penting aku nggak gila. Ya kamu kan tahu, aku dinikahin secara mendadak. Masak kamu tega sih Jon,” rengek Aira yang masih dengan posisi berlari. Bahkan perdebatan mereka dilakukan dengan berlari-larian.
“Tapi di sana bakal ada Radeya, kamu yakin?” tanya Jono. Dia tahu jika Radeya ngebet, ingin mengejar cinta Aira. Meskipun dirinya tahu, Aira sudah menikah. Katanya, meskipun bekas orang, Radeya akan menunggu Aira.
Nekad. Namun begitulah sikap Radeya jika sudah mencintai perempuan.
Saat ini keduanya sudah ada di dalam mobil, dengan napas terengah karena kelelahan berlari.
“Aira! Tunggu!” tariakan Andri mambuat, Aira malah semakin tidak tenang. Terlihat Andri masih ngos-ngosan setelah berlari mengejar istrinya. Meskipun setiap hari dirinya berlatin gym, bukan berarti dia tak akan ngos-ngosan jika berlari karena ulah gila Aira.
“Apa sih, yang kamu mau Ra. Lihat saja jika kamu bermain di belakangku. Akan kupatahkan kaki pria yang mengacau di dalam rumah tangga kita,” gumam Andri seraya berjalan menuju mobil miliknya.
“Jalan Jon, buru!” teriak Aira sembari menepuk pundak Jono.
“Kamu gila tau Ra,” gumam Jono seraya menginjak pedal gas mobil miliknya.
“Dua kali, kamu buat aku kayak kang ojol Ra, awas aja kamu nggak traktir aku nanti!” ancam Jono.
“Oke, aku traktir. Batagor, cilok, seblak, atau boba?” tawar Aira.
“Makanan begituan mana kenyang, Ra? Tapi oke deh,” sahut Jono mengacungkan kepalan tangannya, mengajak Aira untuk tos ala anak lelaki.
“Tapi, kalo kita ketangkep sama suami kamu, aku bakal kena omelan nggak kira-kira? Nih ya, kalo sampai Jodie tau kita jalan berdua. Ck, kayanya kalian bakal perang dunia deh,” gumam Jono yangbmasih menatap ke arah jalan.
“Nggak bakal dia marah sama aku. Percaya deh, persahabatan kami itu sudah terjadin dari jama dinasti joseon,” ujar Aira sambil menatap ke layar datar yang ada di tangannya.
“Gila kamu, kebanyakan nonton drakor. Otakmu dipenuhi sama.” Jono menghentikan ucapannya sembari melihat Aira dari ekor matanya.
“Sama apaan? Jangan kikir ngeres kamu,” sahut Aira.
“Sama Oppa yang ganteng kayak aku dong,” lanjut Jono dengan begutu Pe-De dan narsisnya.
“Woo iya jelas dong, lagian siapa sih yang nggak suka sama opa. Apalagi ganteng.”
“Suami kamu kan juga udah mirip opa,” potong Jono.
“Dia nggak mirip opa. Lebih mirip gege china,” sahut Aira. Lalu segera mutup mulutnya menggunakan tangan.
“Nah, kamu ... perhatiin juga kan suami kamu. Ngomong-ngomong nih ya, kamu udah main dong sama suami kamu?” tanya Jono tanpa filter.
“Main apaan? Ular tangga, atau main karet?” tanya Aira sok polos. Padahal dirinya sangat menghindari hal itu. Karena kata orang melakukan hubungan suami dan istri itu akan terasa sakit untuk pertama kalinya. Membayangkan saja sudah membuat Aira bergidik nyeri.
“Udah nggak usah dibanyangin juga kali Ra, atau jangan-jangan kamu belom di apa-apain sama suamimu?”
Telak. Tebakan Jono kali ini benar.
Aira mengangguk.
“Yah, gila kamu Ra. Udah nikah berhari-hari belum belah kelapa juga,” kata Jono sambil memutar setir mobilnya ke arah kiri.
“Apaan belah kelapa, kenapa nggak belah nangka aja. Kan ada getahnya,” sahut Aira.
“Ish, kamu mah. Aku kan ingin tahu juga, gimana pengalaman malam pertama. Yah siap tahu aku nanti pas nikah udah tau triknya,” ujar Jono mulai mengarah ke adegan 21 plus.
“Stop deh Jon, jijik aku lama-lama. Jangan bahas itu lagi deh, atau aku slepet kepala kamu!” kata Aira mengacungkan tangannya ke atas. Namun segera di gagalkan Jono dengan gesit.
“Nggak bakalan bisa wlek, yuk dah sampai. Emang kamu bawa papan skateboard?” tanya Jono.
“Enggak sih, nanti gampang deh. Kayaknya di lokerku ada papan lain,” kata Aira melihat kunci di dalam saku tasnya yang selalu dibawanya ke mana-mana.
Aira melihat lapangan untuk bermain skateboard sudah dipenuhi oleh banyak sekali orang.
Ada beberapa yang begitu familiar di matanya, siapa lagi jika bukan Jodie. Eh di sampingnya ada Radeya juga.
“Aku duluan ya Jon, mau samperin Jodie,” kata Aira menepuk lengan Jono. Bahkan lelaki itu masih sibuk dengan tasnya di belakang bagasi mobilnya.
“Emang dasar, bukannya bantuin. Malan ninggalin,” gerutu Jono.
Aira pelan-pelan mendekati Jodie yang duduk berdua dengan Radeya menonton beberapa orang sedang latihan. dengan cepat Aira menutup kedua mata Jodie menggunakan kedua telapan tangannya.
“Aira! Buka nggak!” jerit Jodie merasa tidak nyaman.
“Kok kamu nggak kaget sih Jod. Padahal aku sudah pelan-pelan jalannya,” kata Aira kesal. Lalu segera duduk di sela-sela Radeya dan Jodie.
“Hai Ra,” sapa Radeya dengan senyum mengembang. Perasaannya saat melihat Aira begitu bahagia. Seolah hatinya akan keluar. Sebenarnya Aira sudah beberapa kali di tembak oleh Radeya, namun Aira selalu menolak dengan alasan jika dirinya ingin fokus kuliah sambil bekerja. Setelah mengetahui Akra menikah, secara diam-diam. Radeya sebenarnya kecewa berat. Namun dia meyakinkan dirunya agar tidak menyerah.
“Hai, Kak. Sudah lama?” tanya Aira basa-basi.
“Belum sih, baru aja sampai. Ini minum buat kamu,” kata Radeya memberikannya sekaleng minuman.
“Kak Deya, ingat! Udah jadi milik orang,” peringat Jodie.
“Stop panggil gue dengan nama itu Jod!”
“Lah nama lu siapa?”
“Radeya,” jawab lelaki yang duduk di samping Aira cepat. Melihat perdebatan antara sahabatnya dengan pria yang dulu pernah membuatnya berdebar itu, Aira hanya tersenyum.
“Nah ya sudah cocok. Aku panggil Deya kan singkatan dari Ra-Deya. Kalo pake Ra tuh berasa manggil Aira. Gak cocok!” ujar Jodie.
“Sudah, mending kalian pacaran aja deh,” kata Aira karena sudah bosan mendengar keduanya berdebat tidak jelas.
“Aku kan cintanya sama kamu Ra,” ujar Radeya.
“Uhuk!” Aira, tersedak setelah mendengar ucapan Radeya, karena dirinya sedang minum.
“Dengan cepat Radeya mengambil tisue lalu membantu Aira mengelap bekas minumnya. Pandangan keduanya beradu untuk beberapa saat.
Tiba-tiba saja, sebuah tangan menarik lengan Aira ke dari arah belakang.
“Woy, apa-apan lo!” tariak Radeya kesal.