Menyambut Pembimbing Baru

1380 Kata
Kabarnya, hari ini ada pembimbing baru pers mahasiswa di kampus Andin. Seperti biasa untuk menyambut kedatangan pembimbing barunya itu, Andin dan beberapa anggota lainnya langsung membersihkan ruangan organisasi agar dilihat enak, dan pembimbing barunya juga betah. Ya kali baru datang sudah disuguhkan dengan pemandangan yang tidak enak di mata. Bisa-bisa, pembimbingnya bakal mengundurkan diri hanya dalam waktu sebulan. “Guys! Jam berapa sih pembimbingnya datang? Kok kita kayak cepat-cepat banget beresinnya, kayak ada Presiden mau datang aja terus semua jalanan yang bolong-bolong langsung dibenahi,” gerutu Tisya, perempuan berbadan gemuk, berkacamata minus empat, dan mempunyai tinggi badan seratus lima puluh sentimeter itu. Tisya yang notabenenya adalah perempuan anti beres-beres alias malas gerak, spontan saja mengerjakan seadanya dan seikhlasnya saja.   “Katanya Kepala Kemahasiswaan sih jam setengah sebelas nanti,” balas Andin yang sedang membersihkan atas lemari yang berisi buku-buku bacaan. “Halah, masih ada satu setengah jam lagi. Kita kecepetan beres-beresnya, duh, Andin … kamu ini mengganggu aku nonton konser BTS deh!” lagi lagi Tisya masih menggerutu. Di tangan Tisya, tidak terlepas ponselnya yang sudah memutarkan video dan lagu-lagu idolanya itu. “Tisya … justru lebih baik kalau kita bersih-bersihnya sekarang, biar ruangan organisasi kita ini bersih dan kita gak terkejar waktu,” tutur Andin. “Udah ya, pokoknya ini terakhir kalinya aku melakukan bersih-bersih di ruangan ini. Kalaupun selanjutnya kamu meminta beres-beres lagi, aku gak bakal mau!” tukas Tisya. Aduh Tisya ini paling mageran deh, apa sih yang bisa buat dia gak mageran gitu?! “Harusnya kamu berdoa saja semoga pembimbing pers mahasiswa yang baru ini gak menggunakan sistem piket ruangan. Atau kalau masih menggunakan ini, hukumannya tidak terlalu beratkan atau hanya sekadar formalitas,” respon Andin. “Ya ya ya, dan aku lebih banyak menghabiskan waktu menonton video BTS daripada membersihkan ruangan ini,” kata Tisya. Andin dan anggota lainnya pun tidak menghiraukan Tisya kembali. Mereka malah fokus mengerjakan tugasnya masing-masing yang sudah diberikan. Menurut Andin, suasana yang bersih dan kondusif itu salah satu penunjang kenyamanan bagi anggota organisasi.   Setelah ditelusuri, terdapat banyak sekali benefit yang bisa didapatkan untuk orang-orang yang pandai menjaga kebersihan lingkungan sekitar agar tetap tampak bersih dan rapi. Lingkungan yang bersih tadi pun akan menjauhkan dari penyakit-penyakit berbahaya di sekitar kita. Ketika tidak terjangkit penyakit apapun, artinya kesehatan pun turut berperan. Dengan demikian, sudah sepantasnya untuk menjaga kebersihan serta kesehatan lingkungan di sekitar kita. Hal itu pun menjadi tanggungjawab masing-masing individu. Meskipun faktor lain di luar lingkungan rumah juga mempengaruhi kondisi kebersihan maupun kesehatan tubuh, tapi lingkungan terdekat termasuk paling inti dan pertama harus dijaga lebih dulu. “Teman-teman, tolong ya bersihinnya yang ikhlas. Kita ini menyambut pembimbing baru loh, harus ada suasana baru di sini. Aku gak mau kalau ruangan ini sama seperti yang kemarin kemarin, penuh dengan barang-barang lapuk, tumpukan kertas, bahkan pulpan yang sudah habis tintanya masih banyak di sini,” terang Andin. “Din, kamu mau mencalonkan diri sebagai pemimpin umum ya? Kata-kata kamu sudah kayak pemimpin yang sedang ngomong ke rakyatnya,” celetuk Tisya. “Apaan sih kamu Tis, yang ada kamu kali yang mau jadi pemimpin umum di sini, hahahaha. Biar kamu agak kurusan tuh ngurusin organisasi beresiko segini besarnya, hahaha,” balas Andin lagi. Tisya pun menjulurkan lidahnya ke Andin, dan melanjutkan tugasnya yang sedang membersihkan buku-buku berserakan di belakang meja. Tampak pada pagi hari ini, seluruh anggota organisasi pers mahasiswa bekerja sama membersihkan ruangan organisasinya tersebut. Debu yang berhamburan ke sana kemari, tak menyurutkan semangat para anggota untuk menyambut kedatangan pembimbing barunya itu. Dan ketika satu jam kemudian … “Huft! Capek banget … Din, itu sudah aku beresin semua, sesuai dengan arahanmu, hasyimmmm!” kata Tisya yang mendudukan tubuhnya di kursi dan mengusap hidungnya yang sudah memerah dan gatal. “Oke, bagus. Mau bantuin yang lain, gak?” tawar Andin lagi. “Hasyim!!!! Huaaaa, kamu gak lihat aku, Din?” Tisya merentangkan kedua tangannya. “Kenapa? Gak ada yang salah sama kamu kok,” balas Andin santai. “Lihat deh Din, kulit di tanganku merah-merah dan bentol kayak gini kayak digigit semut, hidung aku merah, gatal, dan berair sekali. Masih tega kamu nyuruh aku beres-beres lagi?” kata Tisya. “Eh maaf, aku gak tahu, Tis … “ Andin memberhentikan aktivitasnya dan menghampiri Tisya. Andin memandang tangan Tisya yang katanya gatal dan merah, lalu melihat hidung Tisya yang sudah merah berair. “Kamu alergi debu, ya?” tanya Andin. “Gak paham, Din,” Tisya menggeleng. Berkali-kali jua Tisya bersin. “Iya nih kamu alergi debu. d**a kamu ada sesak gitu gak?” tanya Andin lagi. “Sedikit, tapi masih bisa tertolong deh.” Jawab Tisya yang masih tenang dengan keadaannya. Andin memandang balik ke lingkungan sekitarnya, memang masih banyak debu yang berterbangan. “Ya udah, kamu di luar aja deh Tis, daripada alergi kamu makin parah,” ujar Andin yang memegang tangan Tisya untuk menuntunnya ke luar ruangan. Jika seseorang terkena alergi, akan muncul tanda-tanda lainnya setelah penderita terkena pemicunya, yang disebut debu itu. Bisa jadi, gejala bertambah parah terutama setelah melakukan kegiatan bersih-bersih seperti menyapu atau mengelap perabotan yang berdebu. Hal ini dipicu  karena proses bersih-bersih bisa menerbangkan banyak partikel debu ke udara bebas. Partikel debu kecil-kecil yang beterbangan di udara tadi, akhirnya lebih leluasa memasuki sistem pernapasan atau menempel pada kulit. Jadi, penderita akan merasa gatal di area kulit tertentu dan pernapasannya terganggu seperti sesak napas. “Tis, ternyata kamu punya alergi sama debu, jadi kamu harus hati-hati kalau mau mengerjakan tugas bersih-bersih gitu. Atau, dikurangi saja intensitasnya,” cakap Andin memberi tahu teman seorganisasinya itu. “Iya, dan terima kasih ya Din sudah mau mengerti keadaan aku. Udah, aku gak apa-apa kok di luar saja, kamu lanjutkan saja beres-beresnya,” kata Tisya yang keadaannya sedikit membaik karena sudah bisa menghirup udara bebas nan segar di luar ruangan. Andin melengkungkan senyumannya, “Oke deh, aku tinggal di sini dulu ya, Tis,” ucap Andin dan Tisya pun menganggukan kepalanya. Andin pun membalikan badannya dan berniat kembali ke ruangan organisasi untuk menyelesaikan bersih-bersihnya itu. “Ehem! Andin!” suara seorang laki-laki dari belakang Andin, dan menepuk pundak Andin. Andin pun refleks membalikan badannya untuk mengetahui siapa pemilik suara tersebut, “Prabu?” ujar Tisya sambil mengerutkan dahinya. “Hehehehe, kamu lagi sibuk, gak?” tanya Prabu yang rambutnya sudah rapi seperti Lee Min Hoo berkat pomade yang baru dibelinya semalam. “Hmm, sibuk sih, aku di ruang organisasi lagi bersih-bersih untuk menyambut pembimbing pers mahasiswa yang baru,” jawab Andin. “Kamu bisa ninggal kerjaan itu bentar, gak? Aku butuh bantuan kamu banget, nih,” tegas Prabu. “Duh, kalau butuh bantuan kayaknya aku gak bisa deh. Aku gak bisa ninggalin kerjaan aku di ruang organisasi, maaf banget ya Prab … “ tukas Andin. Prabu pun menghela napasnya. “Emangnya anggota yang lain gak ada yang bantuin, kah? Kok kamu berat banget ninggalin kerjaan itu,” kata Prabu lagi. “Bukan masalah itu sih, aku gak mau ninggalin mereka kalau lagi bareng-bareng begini. Karena … menurut aku itu butuh adanya rasa tenggang rasa, saling membantu, gitu,” pesan Andin. “Din, aku gak butuh ceramah pagi, butuhnya kamu!” Prabu kian memaksa. Andin terbelalak, pagi-pagi gini Prabu sudah nongol di depan matanya dengan kepentingan yang dirasa tidak ada pentingnya sama sekali. Lagipula, semenjak kelas Andin dan Prabu terpisah karena dosen terkait muak dengan Prabu, Prabu selalu saja mencuri-curi kesempatan untuk menemui Andin dan berbincang walau hanya sebentar. Namun, begitulah selalu balasan dari Andin. Prabu hanya dianggap figuran saja. “Prab, aku masih sibuk, lain kali ya,” Andin membalikan badannya lagi dan kali ini mempercepat langkah kakinya dua kali lebih cepat dari biasanya. Andin berharap, Prabu tidak mengganggu kegiatannya pagi hari ini. Sementara itu Prabu tampak murung, pagi ini gagal lagi mengajak Andin untuk sarapan. Prabu mengacak-acak rambutnya yang sudah ter-pomade itu karena kesal. Tisya yang melihat kegagalan Prabu mengajak Andin ke luar itu, membuat Tisya terkekeh. “Aduh Prabu … usaha kamu belum keras buat dapatin Andin! Hahaha,” celetuk Tisya yang masih tertawa. “Apaan sih kamu, sok tau aja urusan orang!” sewot Prabu. “Udah pergi sana pergi, hari ini kamu belum beruntung! Hahaha.” Ledek Tisya lagi dan Prabu segera mempercepat jalannya agar menjauh dari Tisya yang makin membuat emosinya meledak-ledak. “Itu perempuan gemuk udah cari gara-gara aja sama aku!” batin Prabu dalam hati.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN