Yang untuk Kali Pertama

1018 Kata
Sembari menunggu ibadah malam Natal dimulai (yang biasanya ditandai dengan dibunyikan lonceng), Greyzia coba menuliskan apa yang membuat pikirannya berkecamuk. Beginilah yang dituliskan oleh Greyzia Gunawan, salah satu tokoh utama di n****+ "Grace" ini. "Tema Natal untuk saya adalah untuk berusaha menjadi pribadi yang jauh lebih baik lagi, yang menurut saya secara jauh lebih pribadi lagi, itu terkait juga dengan dosa. Kalau menurut saya, dosa itu lebih daripada sekadar berperilaku buruk, tetapi juga suatu kondisi, sehingga kalau kita berusaha menjadi manusia yang lebih baik, maka itu bukanlah solusinya. Solusi yang bisa menyelamatkan kita hanya anugerah yang mengubah hati, yang dianugerahkan oleh Allah sendiri. Perubahan yang menurut saya tidak mudah. Karena, menurut saya, perubahan itu adalah perubahan yang mengandalkan diri sendiri dan rasa benar yang merupakan akibatnya adalah kebalikan dari pengakuan dosa yang lahir dari hati serta pertobatan. Orang yang menyadari bahwa mereka berbuat salah lalu segera menyusun rencana untuk menjadi lebih baik, sesungguhnya sedang menyangkal apa yang tertulis di dalam Alkitab sendiri. Padahal bagaimana perubahan sejati bisa terjadi jika tidak melalui Tuhan dan kitab suci. Lewat situlah, pertolongan bisa ditemukan. Sebetulnya yang sering kita semua abaikan itu pengakuan dosa. Bahkan termasuk saya sendiri. Padahal, saat kita mengaku dosa ke Tuhan, kita bukan hanya mengaku bahwa kita sudah berbuat dosa. Kita pun mengaku bahwa kita tidak mampu menyelamatkan diri sendiri dari dosa yang tadi kita akui dan sudah lakukan. Pengakuan yang sejati itu selalu merupakan gabungan antara mengakui kesalahan dan permintaan tolong ke Dia yang menciptakan kita semua. Alhasil, hati kita akan selalu merindukan hidup baru yang lebih baik lewat buah-buah pertobatan. Itu karena didorong oleh pengampunan dan kerinduan akan eksistensi Tuhan dalam diri kita semua. Seseorang yang mengakui kesalahan dengan mengandalkan diri sendiri, dalam opini dangkal saya, pasti akan selalu merasa bahwa dirinya memiliki kekuatan untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Mereka akan terus menerus merasa bisa menebus dosa tersebut dengan kekuatannya sendiri. Mereka akan lebih mengupayakan segala sesuatunya sendiri. Tak heran ia pasti akan merasa dirinya lebih baik dari siapa pun, termasuk dari Tuhan. Sekalipun mereka mengakui dosa, murni karena ingin dianggap baik oleh orang-orang di sekitarnya. Ujung-ujungnya, pasti akan terus melakukan dosanya. Akan menjadi berbeda, jika di dalam buah pertobatannya, ada aspek vertikal di dalamnya. Menghadapi dosa dengan cara seperti itu berarti merasa bisa menyelamatkan diri sendiri. Itu juga yang saya lihat dari jemaat-jemaat sekarang ini. Malah mungkin jauh lebih daripada yang saya pernah bayangkan. Padahal, hal seperti itu tidak akan pernah menghasilkan perubahan yang bertahan lebih lama. Tidak akan ada kerendahan hati yang benar-benar bisa melindungi dan menghindarkan diri kita sendiri dari perbuatan-perbuatan tercela. Cara itu tidak akan berhasil. Menurut saya, cara yang paling tepat adalah memohon secara langsung pertolongan Tuhan. Caranya tentu saja adalah melalui doa yang benar-benar ke Tuhan yang menciptakan kita semua. Ingin bukti? Lihat saja seluruh kisah dalam Alkitab. Itu merupakan cerita tentang orang-orang yang terperangkap dalam dosa tanpa harapan kecuali anugerah dari Tuhan sendiri. Saya berharap, di hari Natal kali ini, sekalipun ada banyak tantangan hidup, marilah kita tetap menyadari dosa kita. Tetap mengandalkan Tuhan, Ia yang penuh rahmat akan menyertai dan menolong kita semua." Greyzia berhenti menuliskan kata-kata yang cukup mengusik otaknya tersebut ke dalam sebuah buku berukuran kecil yang selalu ke mana-mana ia bawa. Perempuan itu memiliki satu kebiasaan yang selalu berusaha mencatat apa saja yang harus ia tulis dari setiap khotbah pendeta mana pun yang ia dengar. Greyzia merasa ia belum cukup dekat dengan Tuhan. Padahal, melalui hubungan yang lebih intim dengan Tuhan, segala problematika dan tantangan Tuhan bisa teratasi. Buku kecil itu dimasukkan kembali ke dalam tas tangan Greyzia. Greyzia lalu menatap diorama kelahiran Yesus atau Isa yang berada di depan pintu masuk gereja. Sederhana sekali diorama itu dibentuk. Mungkin diorama itu dibentuk tidak dengan melibatkan anggaran yang gila-gilaan. Greyzia tahu pasti berapa dana yang dikeluarkan untuk membuat diorama yang ia lihat ini. Tak banyak mengeluarkan uang, tapi hasilnya luar biasa. Bahkan untuk dirinya sendiri yang terlibat dalam kepanitiaan Natal dan Tahun Baru tahun ini di gereja, Greyzia merasa bisa menghayati perayaan Natal kali ini. Esensi Natal yang ia baca melalui kelima injil itu sangat bisa ia rasakan. Seorang laki-laki mendekati Greyzia. Orang itu Firman dan berkata, "Lagi mengagumi hasil karya sendiri?" Greyzia menengok ke arah Firman dan nyengir. "Apaan sih, Bang? Diorama ini kan buatan orang-orang satu panitia Natal dan Tahun Baru. Bukan cuma aku yang bikin diorama ini." "Eh, jangan panggil aku Abang, dong, Zia. Panggil saja Firman, biar lebih akrab. Kaku banget manggil saya Abang." ujar Firman tertawa. "Kamu kan lebih tua dari aku, Bang. Sudah sepatutnya aku panggil kamu itu Bang Firman. Lagian, aku masih belum--" Greyzia mendadak menundukkan kepala sembari rona wajahnya memerah. Sejujurnya Firman pun merasakan ada yang aneh pula. Laki-laki beretnis Batak itu sedang menelan saliva sambil menatap wajah Greyzia yang diam-diam menatap lekat-lekat wajahnya. "N-natal bareng keluarga, kan, kamu?" tanya Greyzia tersenyum. Firman mengangguk. "Iya, ada keluarga aku ikut merayakan Natal di gereja ini. Bapak masih ngobrol sama temannya di lapo. Sementara Mamak sibuk melayani beberapa pembeli." "Oh." Kali ini giliran Greyzia yang menelan air liur. Kini baik Greyzia maupun Firman, mereka sama-sama berusaha menyembunyikan perasaan masing-masing. "Oh iya, Zia, tadi lagi menulis apa? Aku lihat dari jauh, kamu asyik nulis. Jangan bilang kamu hobi menulis cerpen atau puisi. Menurut aku yah, mau usia berapa, setiap cewek pasti suka banget nulis cerpen, puisi, atau isi pemikirannya sendiri." Greyzia terkekeh-kekeh. "Ah, bukan tulisan yang bagus-bagus banget, kok. Lagian aku bukan penulis terkenal kayak Alberthienne Endah. Yang aku tulis cuma semacam pelampiasan unek-unek. Nggak lebih dari itu." "Eh, kamu suka sama tulisan-tulisannya Alberthienne Endah?" Greyzia mengangguk. "Suka banget apalagi sama bukunya dia yang pernah difilmkan itu. Kalau nggak salah, yang tentang Ci Merry Riana itu." "Oh, gitu." Firman mengangguk-angguk. "Eh, tapi aku boleh baca tulisan kamu tadi?" "Seriusan kamu mau baca?" tanya Greyzia yang sepertinya tidak keberatan tulisannya dibaca oleh Firman. "Nggak bagus-bagus banget, kok." "Nggak apa-apa. Tapi, kalau nggak boleh, yah, aku nggak maksud, Zia." ujar Firman yang coba mengatasi suara kurang menyenangkan dari dalam d**a dengan melihat diorama itu lagi. "Boleh, kok." Di saat Greyzia mengeluarkan buku kecil itu dari dalam tas, di saat itu pula lonceng dibunyikan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN