Kecurigaan dan Teguran

1099 Kata
"Selamat hari minggu, saudaraku yang terkasih. Gimana satu minggu lu?" "Bro, itu tadi yang gue lihat, Greyzia ke arah lapo keluarga lu. Lu nggak ke sana." "Nanti juga gue ke sana. Lagi mau menyendiri dulu gue." "Sebetulnya alasan lu suka sama Greyzia apa?" "Maksudnya apa?" "Iya, gue minta maaf kalau pertanyaan gue salah dan sedikit menyinggung hati lu, Bro." "Ah, lu ini. Yah, karena cinta, lah. Karena gue jatuh cinta sama Greyzia. Apa lagi alasannya. Lu juga buru-burulah cari pacar. Biar bisa double date kita nanti." "Bro, lu nanya kayak gitu kayak orang yang lagi menyukai orang yang disukai sama teman lu. Jangan bilang ke gue..." Firman menghentikan pembacaan nats kitab suci yang tadi ia baca. Ia sejenak teringat obrolan dengan Gideon, salah seorang sahabatnya sejak masih kuliah. Yang begitu ia langsung mengutarakan isi hatinya, Gideon langsung cengar-cengir dan membicarakan isu-isu yang diangkat oleh media. Terkadang Gideon menantang Firman untuk menjawab apa yang menjadi pergumulan umat Kristiani, khususnya gereja-gereja Kristen di zaman sekarang. Firman menjawabnya dengan sebisanya. Yang lalu, baru Firman sadari pula, cara membalas Gideon memang lain dari biasanya. Gideon lebih menjawabnya, "Hehe, oh gitu, yah. Bagus, bagus, gue suka pemikiran lu." "Aneh sekali Gideon itu," desis Firman yang sedang berada di dalam kamar, coba mengingat apa yang sudah terjadi di hari minggu yang sudah berlalu. Pandangan Firman lalu berpindah ke kitab suci dan buku renungan harian lagi. Nats hari ini rasanya cukup menyentil seorang Firman Tambunan. Sekonyong-konyong Firman merasa malu sendiri sudah mencurigai Gideon yang bukan-bukan. Andaikan benar pun, Firman yakin Gideon akan sportif. Perempuan berdarah Tionghoa, yang bernama Greyzia Gunawan, nyatanya telah memilih untuk menjadi pacar Firman. Seandainya waktu boleh diulang, dan Gideon yang menembak Greyzia, lalu Greyzia menerima, Firman akan melakukan hal serupa. Tidak lagi mengejar-ngejar perempuan yang sudah menjadi pacar orang lain. Beginilah ayat-ayat yang tadi dibacakan oleh Firman. Yang diambil dari injil Yohanes 8: 4-9. lalu berkata kepada Yesus: "Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah. Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?" Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkan-Nya. Tetapi Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah. Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Ia pun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." Lalu Ia membungkuk pula dan menulis di tanah. Tetapi setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya. Firman lalu kembali membaca buku renungan harian tersebut. Ia tersentak. Seperti tersadarkan apa yang menjadi kesalahannya, meskipun ia tak benar-benar yakin apakah hal itu benar-benar keliru untuk dilakukannya. Maksudnya adalah kecurigaan bercampur kecemburuan yang sempat memggelayuti dirinya, lalu muncul lagi minggu pagi ini. Kata-kata yang penulis renungan itu tuliskan seketika itu seperti menyiramkan semacam sesuatu yang panas ke atas kepala Firman. Ada kalanya kita pernah mengalami hal yang seperti tertulis dalam injil Yohanes tersebut. Pasti kita pernah menghadapi suatu kondisi di mana orang-orang sekitar kita seakan-akan begitu menekan kita. Bukannya memberikan jalan keluar bagi kita, malah membuat kita semakin tersudut. Saya pun pernah mengalaminya di kantor di mana saya bekerja. Di saat pimpinan kantor mempekerjakan kepada saya sebuah tugas istimewa, dan itu memiliki bayaran yang spesial pula, di saat itu juga rekan-rekan saya di kantor merasa iri. Muncul tuduhan-tuduhan kurang menyenangkan yang dialamatkan kepada saya. Alih-alih seharusnya mendapatkan dukungan, entah itu dalam bentuk apa pun, mereka malah melemparkan tuduhan-tuduhan kurang menyenangkan. Apakah saya tertekan? Sudah pasti. Sudah selayaknya saya tertekan. Pekerjaan yang dipercayakan ke saya sudah maha berat. Saya malah harus mendapatkan perlakuan-perlakuan kurang menyenangkan dari teman-teman sekantor. Namun, itu hanya sementara. Sejenak saya mengambil waktu untuk berdiam diri dalam sebuah perenungan firman Tuhan, saya sadar satu hal. Tuhan ternyata tidak pernah meninggalkan kita. Saya cukup terguncang saat membaca sebuah ayat yang diambil dari Roma 8:35. Itu berbunyi sebagai berikut: “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?” Saya lalu teringat akan kisah di salah satu injil. Bahkan Yesus pun pernah mengalami situasi yang saya alami di kantor saat itu. Bahkan menurut saya, situasi saya belum ada apa-apanya. Air mata saya kemudian berjatuhan dan membasahi pipi. Walaupun kondisi begitu memojokkan Yesus, Yesus tetap tenang dan berdiam diri. Ia malah masih bisa menghubungkan diri dengan kehendak Allah. Apa yang Yesus lakukan demi menyelamatkan p*****r dari amukan massa itu sesungguhnya telah mengajarkan kepada saya sendiri. Bahwa seberat apapun keadaan yang menimpa kita, tetaplah percaya, pasti ada jalan keluar saat kita mendekat kepada Allah. Bahkan, di injil lainnya, Yesus pernah menyarankan kepada saya dan kalian semua sebuah nasehat yang menurut saya super sekali. Yesus mengajak kita untuk datang. Kita semua yang letih lesu dan berbeban berat, diminta datang kepada Allah. Sebab, menurutnya, hanya di dalam diri-Nya, ada semacam kelegaan. Makin tersentak Firman saat membaca nama penulis yang tertera di akhir tulisan renungan tersebut. Ada nama Gideon Pattinama. Firman lalu tergesa-gesa membaca kaver depan buku renungan harian tersebut. Nama buku renungan tersebut adalah The Daily Ferment. Pasti itu Gideon yang sama, yang merupakan sahabatnya sejak masih kuliah. Lagi pula, memang tertulis dalam nama lengkap. Yang Firman ingat lagi, Gideon yang ia kenal cukup sering mengirimkan tulisan renungan ke The Daily Ferment dan hampir dipastikan akan dimuat. "Hmmm," Hanya itu yang keluar dari mulut Firman. Firman lalu merenungkan baik-baik apa saja yang terjadi pagi ini. Ia terusik dengan salah satu pertanyaan sahabatnya kepada dirinya. Yang selanjutnya, perasaan cemburu itu hinggap ke dirinya sendiri. Kemudian, datanglah teguran melalui sebuah buku renungan harian bernama The Daily Ferment. Tulisannya sungguh menampar Firman agar tak baik main mencurigai sahabat sendiri. Yang tak sekadar teguran, teguran itu justru datang dari seseorang yang sedang ia curigai. Tertawalah Firman, yang entah untuk apa ia tertawa. Apakah karena isi tulisan renungan tersebut? Atau, karena firman yang coba disampaikan kepada dirinya sendiri? Atau, apakah ia tertawa karena suatu hal aneh yang ia alami? Tanpa pikir panjang lagi, Firman memutuskan untuk melipat tangan dan menutup kedua matanya. "Ya, Allah, Engkaulah yang mengetahui segala sesuatunya. Terima kasih pula atas banyaknya berkat dari Engkau yang aku dapatkan. Terima kasih pula atas renungan pada pagi hari ini. Ya, Allah, aku mohon ampun atas kecurigaanku yang agak berlebihan terhadap sahabat sendiri. Walau aku merasa bingung dengan apa yang terjadi ini. Benarkah pula apa yang aku curigai? Apakah pula yang aku harus lakukan? Ya Allah, yang mengetahui segala sesuatunya, sekiranya terangkan pikiranku. Berikanlah beberapa petunjuk akan yang harus aku lakukan. Demikianlah doaku pada minggu pagi ini, amin."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN