Episode 11

2162 Kata
Makanan pun datang, seorang pria dengan rambut di cat berwarna kuning mengantarkannya kepada kami berdua. Dia terlihat seperti sepantaran dengan Arya dan juga kami berdua. Dan kemudian, Arya pun memanggil nama dari pelayan itu seperti sudah kuduga kalau dia mengenalnya, “Budi! Kamu masih di sini? Aku mengira kalau kamu sudah keluar dari restoran ini!” “Loh Arya!” Sambut balik pria itu sekarang. Dia terlihat kaget melihat penampilan Arya yang necis sekaligus sangat rapi sekarang ini. Mungkin dia seperti melihat Arya seperti sesuatu yang lain sekarang. “Kamu kerja dimana? Kok sudah berpenampilan rapi banget seperti itu. Aku jadi iri deh sama kamu. Memiliki nasib dan juga karir yang baik seperti sekarang.” “Ohhh... aku kerja di kantor pialang saham, jadi teknisi, sesuai sama Kuliah yang aku ambil. Jangan khawatir Bud, suatu saat kamu bakal dapat nasib yang baik juga kok sama kayak aku.” Ucap Arya dengan baik hati membalas ucapan mantan rekan kerjanya itu. Bila memang rekan kerja yang sudah lama bekerja di sini masih mengingat Arya, mungkin dia memang adalah pegawai yang paling berpengaruh di sini. Pria bernama Budi itu pun menoleh ke arahku, dia mungkin bingung, kenapa aku bisa bersama dengan Arya sekarang. Aku pun berdiri, memperkenalkan diriku kepada pelayan itu sebelum terjadi hal-hal yang tidak mengenakkan membuatnya salah paham tentang siapa diriku yang sebenarnya. “Halo, mas. Perkenalkan, namaku Sabrina. Rekan kerja dari Arya yang sekarang”. Aku mengulurkan tanganku, mencoba untuk menjabat tangannya agar terlihat sopan. Tapi nyatanya, pria itu memegang tanganku dengan cukup lama, sambil bengong dan juga melihat ke arahku cukup lama. Aku cukup terganggu dengan tatapannya itu, berusaha untuk menghentikannya. Hingga akhirnya Arya peka terhadap keadaan yang kualami sekarang dan menghentikan jabatan tangan Budi. “Ah iya Bud, kamu masih kerja di sini sudah berapa lama semenjak aku pergi? Aku lihat tempat ini semakin lama semakin ramai. Aku mengira kalau kau akan sangat sibuk melayani para tamu sekaligus pelanggan di tempat ini yah.” Ungkap Arya kepada pria itu. Seperti tersadar dan pecah atas kebengongannya, dia kemudian mengusap mukanya sendiri. Terlihat begitu aneh dan tidak biasa. “Ah... iya maafkan aku Arya. Aku sedang berada dalam kondisi tidak sadar dengan sekejap tadi. Aku tak terbiasa bertemu dengan gadis cantik yang kau ajak kemari.” Sebuah alasan dan juga alibi yang sangat aneh. Bukankah bekerja sebagai pelayan di tempat semewah ini berarti dia telah bertemu banyak wanita atau gadis yang cantik? Benar-benar meragukan dan juga mencurigakan. “Tapi, ah ya. Mengenai pertanyaanmu tadi, aku memang telah bekerja selama 5 tahun mungkin, dan aku tak tahu apakah aku akan bekerja lebih dari itu atau bukan. Berbeda denganmu, aku tidak kuliah Ar, kau tahu sendiri kan. Aku sudah mencoba untuk masuk beberapa kampus negeri beberapa kali, tapi tidak diterima. Mungkin takdir tidak memperbolehkanku kuliah. Kuliah bukan penentu sukses seseorang kan?” “Ya... itu memang benar Bud. Kuliah memang bukan penentu sukses seseorang. Aku juga merasa demikian meskipun aku sudah lulus kuliah dan mendapatkan titel sarjana.” Balas Arya kepada temannya itu lagi. Aku sadar kalau apa yang dikatakan oleh Arya itu hanyalah sebuah kata-kata manis untuk membuat temannya itu menjadi lebih percaya diri ke depannya. “Baiklah Ar, aku pergi dahulu ya, masih banyak pelanggan yang belum aku urus sekarang. Aku yakin para anak-anak dapur sedang mencariku saat ini. Aku pergi dulu ya,” Salam pria itu pada Arya. Dia kemudian menoleh ke arahku dan berkata, “Selamat menikmati nona. Semoga restoran ini dapat melayani Anda dengan baik.” Aku pun menunduk dengan hormat, menyambut balik sapaan hangat dari pria itu. Meskipun dia telah berbuat aneh kepadaku tadi. “Maafkan aku,” Ucap Arya tiba-tiba. “Budi semenjak dulu memang selalu bertingkah seaneh itu. Dia sebenarnya sudah ditawari untuk menjadi manager di restoran lain, namun menolak-nolakinya karena memang dia masih ingin untuk bekerja di posisinya sekarang. Alasannya? Tentu saja agar dia bisa melihat wanita-wanita cantik yang menjadi tamu tempatnya bekerja sekarang.” Ungkap Arya. Mataku terbelalak mendengarnya, terdengar menjijikkan sekaligus menakutkan di saat yang bersamaan. Jika memang begitu, bukankah dia seharusnya dipecat oleh siapapun manager dari tempat ini bekerja sekarang? Karena memang tingkah laku sekaligus attitudenya sudah tidak bisa lagi dipertanggung jawabkan. “Tapi, apa yang dia lakukan untuk melihat wanita-wanita cantik itu? Dia tidak melakukan sesuatu yang ekstrim atau diluar batas kewajaran kan?” tanyaku pada Arya. “Oh.. tidak kok. Dia sudah tidak berani berperilaku hal yang aneh-aneh. Karena dulu waktu aku bekerja, saat dia masih bersamaku. Dia mengalami kasus yang sangat besar, melecehkan salah satu wanita di tempat ini. Hanya saja, Budi tidak dipecat karena kasusnya itu, dia hanya diberi hukuman agar tidak mengulanginya lagi. Maka dari itu, dia sampai sekarang tidak akan berani melakukannya”. “Tapi aku kaget saat mendengar kalau dia masih bekerja di sini. Aku mengira, kalau dia telah pindah tempat bekerja dan mencari pekerjaan yang mirip, mencari mangsa yang lebih banyak di tempat lain. Ternyata, dia bahkan masih memikul jabatan yang sama saat aku bekerja di sini. Tak ada perubahan atau peningkatan jabatan signifikan sama sekali dari dirinya.” Lanjut Arya membicarakan Budi. “Lalu, seberapa dekat dirimu dengan Budi itu dahulu? Apakah kalian cukup dekat sampai-sampai kau anggap seperti saudara sendiri?” tanyaku kepadanya. Aku tahu, pertanyaanku mungkin menjurus ke arah-arah dimana aku mulai mencurigai dirinya. Namun nyatanya, aku bahkan tidak ingin untuk memulai percakapan ini sama sekali. Aku tidak ingin melihat sisi bobrok dari Arya. “Oh? Aku? Tidak, aku termasuk orang yang jarang mendekati orang lain. Orang lainlah yang cenderung untuk mendekatiku. Dan aku tak tahu harus melakukan apa agar aku lepas dari kedekatan mereka kepadaku. Termasuk Budi itu sendiri. Aku tidak mengenal dirinya lebih dari apa yang dia kerjakan di tempat bekerja. Kami hanyalah rekan kerja biasa saat itu.” Jawaban Arya cenderung defensif. Tapi aku tak peduli, selama dia tidak bergabung dan berteman akrab dengan peleceh seksual itu, aku tidak akan keberatan untuk terus bersama dengan Arya sekarang. “Syukurlah, aku takut, jika kalian merupakan satu geng di tempat kerja kalian. Aku takut, jika aku makan malam bersama seorang peleceh seksual sekarang.” Ucapku terang-terangan kepada Arya sekarang. Karena memang aku tidak suka orang-orang semacam itu. Mungkin terdengar pedas dan menyakitkan, tapi itu yang kurasakan terhadap orang itu. “Tenang saja Sabrina. Aku bukan orang yang semacam itu kok.” Jawab Arya kembali. Dia kemudian melihat piring makanannya itu, terlihat sangat lezat sampai kami berdua lupa harus memakannya sekarang. Sebaiknya, kita memakan makanan kita sekarang. Aku tidak ingin makanan ini menunggu dingin sehingga tidak enak lagi untuk dimakan. Kau tidak ingin memakan makanan dingin kan?” Aku melihat makananku sekarang, dan ternyata, memang tak seburuk yang kupikirkan. Itu adalah 3 buah potongan sosis sapi yang diiris tipis-tipis dengan bumbu berwarna merah aku bisa berasumsi kalau itu adalah bumbu balado. Sementara sebagai pelengkap, ada berbagai macam karbohidrat seperti kentang, wortel, kacang-kacangan, dan yang lainnya di sini. Aku menusuk potongan sosis itu dengan menggunakan garpuku, mencoba untuk memakannya sekarang dan mencicipi rasanya. Ternyata memang ekspektasiku tentang makanan ini berlebihan. Walaupun memang mungkin tidak seenak makanan lain di menu itu, tapi rasa dari sosis ini memang sesuai dengan sosis dihidangkan oleh restoran mahal. “Rasanya tidak buruk kok, enak juga. Kenapa tidak laku ya?” “Syukurlah jika ternyata kau memang suka dengan apa yang kau pesan.” Ucap Arya sambil makanan yang penuh di mulutnya. Dia menyendoki rawon itu dengan nasi dan juga daging tenderloin, sebuah bagian daging yang tidak lazim ada untuk digunakan memasak rawon. Tapi karena ini restoran mewah, aku bisa memakluminya dengan harganya yang sesuai dengan kualitasnya. “Karena sebenarnya, meskipun restoran ini terlihat mewah dan berkelas, target pasar dari restoran ini adalah orang-orang asing atau luar negeri. Karena itu juga makanan yang paling diutamakan di restoran ini adalah makanan Indonesia. Karena orang luar negeri, cenderung ingin menikmati makanan yang ada di tempat negara mereka sedang berdiri sekarang. Mereka tidak mungkin dong memesan hal yang sama seperti makanan yang ada di negara mereka sendiri? Namun sebagai menu untuk berjaga-jaga restoran ini memang menyediakan menu yang biasa disantap oleh orang luar negeri, menu yang kau pesan itu”. Cukup masuk akal. Bila aku berada di cina, aku tidak mungkin akan memesan lontong sayur ataupun kupat tahu saat berada di restorannya. Kemungkinan besar aku akan memakan makanan khas yang ada di sana. Namun cukup lucu saat aku membayangkan orang bule memakan nasi goreng dengan kerupuk sebagai pelengkap ataupun nasi campur dengan perkedel di atasnya. *** Aku telah selesai makan, dan seperti kebanyakan pria, dia telah selesai makan duluan mendahului yang lain. Aku mencoba untuk membersihkan piring dan mejaku terlebih dahulu, sebelum merapikannya dan membersihkannya saat pelayan datang untuk mengambil piring-piring kami sekarang. “Jadi, Sabrina. Kau sudah cukup tahu semua hal tentangku. Dan aku merasa, kalau sekarang adalah saatnya aku mendengar sesuatu yang meresahkanmu. Aku melihat, dan bisa berfirasat kalau kau sedang mengalami masalah akhir-akhir ini. Apakah kau mau membaginya denganku? Aku merasa kalau jika saja aku mendengarnya, aku mungkin bisa membantumu menyelesaikannya” tanya Arya kepadaku. “Masalah? Masalah apa? Tidak kok, aku tidak mempunyai masalah apa-apa. Aku tak tahu darimana kau mendengarnya, namun aku merasa aku tidak mempunyai masalah yang penting.” Jawabku kepadanya. Aku tak tahu darimana dia mendengarnya, namun aku tidak bisa mengatakan kalau masalah mimpi itu bisa disebut sebagai sesuatu yang benar-benar bermasalah. “Ehhmm... maaf. Aku sepertinya salah mengucapkan kata-kataku. Tidak perlu suatu masalah juga sih, mungkin saja kau mempunyai persoalan, kerisauan, atau sesuatu yang membuat hatimu merasa dilema? Sesuatu semacam itulah jika kau paham dengan kata-kataku yang berputar-putar ini hehe.” Tanya Arya lagi. Aku tak tahu apa yang dia maksud, namun aku yakin kalau dia ingin membicarakan soal mimpi itu. “Kalo soal itu... ya. Sebenarnya aku memiliki kerisauan pribadi. Aku telah mengalami ini beberapa kali, namun aku ragu bahkan dirimu bisa menyelesaikannya. Maaf jika aku berkata seperti itu, namun aku mengatakannya karena memang sesuatu ini diluar dari jangkauan nalar yang manusia bisa terima.” Ucapku kepadanya. Bukannya merasa menjauh, dia malah makin tertarik ingin membahasnya. “Waw... sesuatu seperti apa itu? Apakah sesuatu yang mistis? Kalau sesuatu mistis, adikku pernah diculik oleh wewe gombel saat dia masih kecil. Kami sekeluarga benar-benar panik bagaimana cara menemukannya, sampai kami meminta para bantuan warga untuk ikut mencarinya. Untungnya, dia bisa ditemukan setelah kami berjibaku mencarinya setengah mati.” Ungkap Arya. Lagi-lagi sesuatu yang kuanggap tak mungkin nyata bisa terjadi kepada seseorang. “Wah.. aku tak bisa membayangkan betapa paniknya dirimu dan keluarga saat mendapati adikmu seperti itu. Tapi aku tak bisa mengatakan kalau masalah yang aku tengah alami sekarang mirip seperti adikmu itu. Aku beberapa hari terakhir ini, telah bertemu dengan seseorang berulang-ulang kali. Dan anehnya, aku tak tahu siapa dia. Aku bahkan tidak pernah bertemu dengannya seumur hidupku.” “Hmm.. mencurigakan. Aku tak pernah mendengar kasus yang kau alami itu.” Respon Arya kepadaku. Dia kemudian menanyakan sesuatu kepadaku. “Orang ini, apa kau yakin dia benar-benar orang yang nyata? Bukan khayalan atau fiksi dari yang otakmu buat? Karena jika memang seperti itu, bahkan jika kau mencarinya sampai ke ujung bumi, kau tidak akan dapat menemukannya.” Saran Arya kepadaku. “Ya... itu jugalah yang kutanyakan kepada diriku sendiri. Aku juga tak mengerti, dia benar-benar orang yang nyata, mencoba untuk memberikan pesannya kepadaku atau hanya seorang imajinasiku belaka. Yang membuat aku kesal dan curiga adalah, aku bisa mengingat setiap perilaku, setting tempat, suasana, kata-kata, dan semuanya yang ada di dalam mimpiku itu. Sesuatu yang sangat jarang untuk aku ingat!” “Bisa begitu ya? Aku memang jarang mengingat kejadian di dalam mimpiku sendiri, meskipun aku memang adalah tipe orang yang sangat sering untuk bermimpi. Seakan-akan, semua memori tentang mimpiku itu tiba-tiba menghilang menjadi file data yang rusak dan terbakar di atas kepalaku.” Balas Arya kepadaku. Aku memang setuju dengan apa yang dikatakan oleh Arya. Sebelumnya, aku memang tipe orang yang jarang sekali mendapatkan, atau mengalami mimpi. Mungkin dalam setahun, kira-kira 5 atau 3 kali aku mengalami mimpi tersebut. Dan anehnya, setiap mimpi itu adalah mimpi yang abstrak tak bisa dijelaskan oleh nalar atau logika. Sementara mimpi yang kualami sekarang, adalah mimpi yang sangat nyata, seperti aku berpindah ruh atau nyawaku sementara sesaat. “Kau tahu, ada yang bilang bahwa mimpi itu sebenarnya adalah keinginan dan juga hasrat seseorang yang sudah lama terpendam. Kau sendiri, apa tahu maksud dari mimpi yang kau sebutkan di sana? Apakah mungkin kalau mimpi-mimpi itu adalah keinginanmu yang ada di dalam jauh di lubuk hatimu?” Tanya Arya kepadaku sekarang, seakan-akan ikut menjadi penasaran apa yang telah kualami di sana. Aku tak tahu, apakah aku harus menceritakan kejadian mimpi itu secara kronologis kepada Arya, karena memang sesungguhnya itu akan malah membuatku malu nanti di ujungnya. Aku sendiri tahu, kalau mimpi itu malah akan membuatku malu, apalagi berada bersama dengan Arya sekarang. “Di dalam mimpi itu, aku bertemu dengan seorang pria yang sangat romantis, di kegelapan malam kota di pinggir sungai. Dia mengucapkan kata-kata yang indah kepadaku dan sering sekali memujiku. Dan sebagai pemanis dan penutup, dia mengecup keningku saat mimpi itu Berakhir...”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN