Aku berjalan di kantor sekarang, tidak berbarengan dengan Arya karena aku takut kalau pegawai yang lainnya mengira sesuatu yang tidak-tidak kepada kami berdua. Walaupun memang kami memang telah melakukan sesuatu yang tidak dibayangkan oleh orang lain pada umumnya, tapi aku tetap merasa kalau cerita antara diriku dan Arya belum layak untuk dipublikasikan ataupun disebarkan.
Citraku, masih sangat buruk di dalam kantor. Aku sudah mendengar berbagai rumor yang beredar tentang diriku, mulai kalau diriku adalah orang yang murahan, gampangan, dan mudah dipakai bergulir kesana kemari membuatku cukup geram. Aku hanya mencoba untuk benar-benar sabar dan menutup kupingku, aku tidak ingin rumor itu akan membuatku tidak bersemangat atau down dalam bekerja sekarang.
Aku sekarang sudah memakai baju yang baru saja kubeli kemarin. Baju berwarna merah menyala dengan rok bercorak garis-garis tribal. Sangat cocok untuk kugunakan saat aku melihat diriku sendiri di depan kaca. Walaupun memang, bukan aku yang membeli pakaian ini untuk diriku sendiri, namun aku bangga karena Wulan memang benar-benar mencoba untuk membantu memilihkan itu padaku.
Alih-alih mencoba bersembunyi dari cibiran dan juga omongan orang-orang, aku mencoba untuk malah membaliknya. Membuat perhatian semua orang menjadi tertuju hanya kepadaku sekarang. Mereka, dengan penampilanku sekarang pasti tidak akan mengalihkan pandangan mereka dariku. Semua pegawai yang ada di sini memandangku, entah dengan pandangan cibiran atau pandangan kagum.
Sebenarnya hari ini bos akan mencoba untuk memberikanku sebuah projek besar, projek yang sudah dibocorkan olehku sebelumnya, hanya saja tidak diberitahukan denganku secara penuh. Namun, aku mendengar rumor kalau projek ini akan menjadi ujung tombak dari kelangsungan perusahaan ini nantinya. Aku merasa benar-benar terhormat untuk mengemban tugas ini sekarang.
Perusahaan tempatku berdiri, sedang berada dalam rumor kalau akan segera bangkrut tak lama lagi. Namun, itu hanyalah rumor, hanya orang finance ataupun keuangan itulah yang tahu bagaimana keadaan keuangan dari perusahaan. Karena hanya dengan menilai dari status keuangan sajalah cara kami bisa tahu bagaimana kondisi dan status perusahaan. Tanpa itu, kami hanya bisa menebak-nebak.
Dan orang keuangan, adalah orang-orang yang paling sensitif, kaku, dan juga bergerak seperti layaknya robot dibandingkan divisi lain dari perusahaan ini. Aku tak tahu apa yang mereka telah lakukan sampai bisa memiliki sifat seperti itu, namun mereka adalah divisi yang benar-benar tertutup.
Dan sekarang, aku merasa kalau aku mengemban tugas untuk menjadi ujung tombak dari keuntungan perusahaan membuat beban di pundakku terasa begitu berat dibandingkan dengan sebelumnya. Mungkin, aku akan menjadi pahlawan yang diagung-agungkan oleh orang-orang bila aku berhasil melakuaknnya. Dan mungkin juga, aku akan diinjak-injak dan juga tak dianggap bila aku gagal.
Namun, dalam projek kali ini, aku tidak sendirian, ada Arya yang berada di sampingku. Walaupun tidak bekerja dalam bidang dan juga divisi yang sama, aku bisa berharap kalau apa yang kulakukan bersamanya akan sangat berarti nantinya. Aku, mungkin tidak akan merasa sendirian dengan total sekarang ini jika dibandingkan dengan sebelumnya tak mengenal siapa-siapa sekarang.
Arya, mungkin akan menjadi partnerku, dalam pekerjaan tentu saja. Sedangkan dalam kehidupan personal. Aku masih belum bisa memastikannya. Tidak ada yang bisa memastikannya, bahkan aku juga, karena memang, aku tidak terlalu tahu jalan yang harus kutempuh jika itu bergantung dengan apa yang kupilih nantinya. Aku seperti orang buta yang menuntun orang tuli.
Aku sudah berada di depan kantor pak bos, hanya dengan satu dorongan pelan, aku bisa membuka pintu itu dengan mudah sekarang. Namun sebelum aku mendorongnya, pak bos sudah menyadari kalau aku di sana akan menemuinya sekarang juga. “Ah. Sabrina. Ayo duduklah. Aku ingin segera berbicara denganmu sekarang.” Ungkapnya dari balik pintu.
Pak Bos duduk di sana, dengan cangkir favorit bertuliskan “Bos dan ayah terbaik” di sana. Kepalanya yang sudah botak bagian atasnya saja dan juga kumis tebal di bagian atas mulutnya membuatnya terlihat seperti bos-bos pada umumnya. Lebih tepatnya, bos galak yang sering digambarkan di film-film dan juga tv pada umumnya. Padahal sesungguhnya, dia bukanlah bos yang seperti itu.
Anak-anak baru yang masuk ke dalam perusahaan ini sering kali menaruh paham yang salah padanya. Karena sesungguhnya, Pak Bos adalah orang yang benar-benar bijak sekaligus adil bagi para pegawainya di perusahaan ini. Bahkan, orang-orang sering menganggapnya sebagai orang yang sangat baik bagi para pegawai maupun orang-orang yang di kantor. Jika dia sampai marah, maka mungkin telah terjadi sesuatu yang sangat buruk dari seseorang yang dia marahi tersebut.
Aku pun akhirnya duduk, di kursi tepat di depannya. Aku melihat, raut wajah Pak bos yang seperti biasa, dingin dan juga kaku seperti kanebo kering. Dia meminum kopinya sekarang, dan menghela nafas dengan keras dan juga panjang. Entah kenapa, aku merasa kalau ada yang salah ataupun juga atau memiliki firasat buruk sekarang. “Sabrina, ada apa dengan dirimu?” tanya Pak Bos kepadaku.
Pertanyaannya, dengan sedikit melenguh benar-benar membuatku sedikit tidak nyaman. Dia, mungkin sedang memarahiku sekarang, aku memasang muka kebingungan dan juga sedikit panik. Tak tahu apa yang pak Bos itu ingin sampaikan kepadaku. “Maaf pak. Memangnya ada apa dengan saya? Saya merasa baik-baik saja kok. Atau memang bapak memiliki sebuah koreksi kepada saya?”
“Bukan koreksi lagi, kinerjamu akhir-akhir ini benar-benar mengkhawatirkan!” Bentak pak Bos kepadaku, dengan alisnya yang mengerucut dan juga nadanya yang meninggi. Aku merasa benar-benar berada dalam kondisi yang berbahaya sekarang. Hanya saja, aku masih tak tahu apa yang menyebabkan pak bos menjadi semarah ini kepadaku sekarang ini.
Pak bos menampilkan tabel di proyektor sampingku, melihat kinerja dan juga salesku yang menurun setiap harinya. Aku belum pernah sempat untuk melihat grafik salesku akhir-akhir ini. Dan aku merasa kaget saat melihatnya sekarang. Karena memang, perbandingannya yang cukup jauh dari hari ke hari. Andai saja aku menyadarinya, mungkin kejadian seperti ini tak akan pernah terjadi.
“Kau pasti bisa melihatnya sendiri kan. Tak perlu kujelaskan lagi. Aku yakin, dengan kemampuanmu itu, kau bisa memahami sendiri apa yang salah dengan grafik itu di sini.” Ungkap Pak Bos dengan nada pelan penuh kekecewaan tergambar di wajahnya. Hanya saja, dia menunduk ke bawah menolak untuk melihat ke arah mataku dan juga wajahku. Aku mungkin dianggapnya sebagai sebuah kekecewaan.
Aku berdiri, mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dengan grafik itu sekarang. “Maaf pak! Bukan maksudku untuk mengecewakan Anda. Memang benar, saya telah membuat Anda kecewa, namun, saya berjanji tidak akan mengulangi ini semua lagi pak!” Ucapku meminta maaf dengan sangat tulus kepada pak Bos. Aku mencoba menunjuk dan juga melihat grafik itu sekarang.
“Sabrina, bukannya aku tidak ingin menerima permintaan maaf darimu. Hanya saja, aku tak mengerti kenapa kau bisa-bisanya berubah menjadi seperti ini, dalam kurun waktu yang cepat. Aku membutuhkan sebuah penjelasan, kenapa kau berbuat sampai seperti ini. Agar tidak terulang lagi kejadian yang sama di lain hari. Apakah kau masih baik-baik saja Sabrina?” tanya Pak bos kepadaku.
Jujur saja, aku yakin, kalau penyebab penurunan kinerjaku adalah karena aku sedang pusing memikirkan Connor dan juga mimpiku itu sebelum-sebelumnya. Memikirkannya membuat beban di otakku semakin bertambah dan juga semakin buruk setiap harinya. Hanya saja, aku tidak mungkin bisa menjelaskan dengan apa yang terjadi kepada diriku beberapa waktu sebelumnya. Penjelasan yang sangat tidak masuk akal bagi pak bos sebagai orang yang sangat Rasional.
“Begini pak, Jujur saja, saya memang mempunyai urusan pribadi, yang saya tidak bisa saya beritahu kepada bapak sekarang. Karena sangatlah personal. Namun bisa saya pastikan, kalau masalah ini sudah selesai sekarang. Dan bapak tak perlu mengkhawatirkan sesuatu lagi terhadap saya sekarang, saya berjanji kalau kinerja saya akan meningkat beberapa hari kedepan!” Ucap janjiku kepada Pak Bos.
Pak bos kemudian kembali beralih ke tempat duduknya sekarang, mematikan laptop itu di sana. Dia berhenti mencoba untuk menunjukkan grafik yang membuatku seorang pegawai teladan cukup malu. Bisa-bisanya, aku luput dari kesalahan dan juga kegagalan itu. Mungkin, ucapan alasan permintaan maafku tidak cukup untuk membuat Pak Bos percaya kepadaku, mungkin dia masih meragukanku.
“Bagaimana aku bisa mempercayai itu Sabrina? Aku benar-benar mempercayaimu, aku tidak bisa mengandalkan orang yang telah mengkhianati kepercayaanku sekarang. Dan aku tak tahu apakah aku akan bisa mempercayaimu lagi nantinya.” Balas Pak Bos kepadaku. Dan sesuai dugaanku, dia benar-benar masih kecewa terhadapku. Tak menerima alasan yang sudah kukatakan kepadanya.
Yang jujur saja cukup masuk akal. Pak Bos menjabat sebagai seorang kepala operasional perusahaan sekarang, posisi dengan jabatan dan juga tanggung jawab lumayan besar bila dibandingkan dengan jabatan tinggi yang lainnya. Bila sesuatu yang berada di bawah salah, maka petinggi paling atas bisa-bisa akan memarahi dan menegurnya karena itu. Padahal itu memang bukan kesalahannya.
“Aku tidak bisa menjamin Anda apa-apa Pak. Namun bapak bisa melihat sendiri seberapa keras kinerja saya 3 tahun selama berada di perusahaan ini. Bapak tahu sendiri kalau kinerja saya tidak pernah turun atau berada di tingkat yang paling buruk, kecuali kemarin. Hanya jaminan itu yang saya bisa pegang dan berikan untuk bapak.” Ucapku kepada Pak Bos. Dia diam, mencoba untuk memikirkan posibilitasnya.
“Begini Sabrina, kau mungkin telah mendengar rumor ini dimana-mana. Namun, aku perlu menjelaskannya kepadamu secara langsung. Karena aku tak ingin menganggap projek yang akan kau lakukan ini sebagai projek yang benar-benar bisa kau anggap enteng.” Ucap pak Bos kepadaku. Kemungkinan besar, rumor yang ingin diluruskan oleh pak bos adalah soal kebangkrutan perusahaan.
“Memang benar, perusahaan kita tak lama lagi berada di dalam ambang kebangkrutan. Namun bukan bangkrut dalam artian yang benar-benar parah seperti yang biasa kau dengar. Lebih tepatnya, kebangkrutan yang hanya bisa bertahan bila seseorang datang dan membantu kita untuk menjadi seorang juru selamat.” Ucap Pak Bos kepadaku saat ini. Cara dia mengucapkan kata-katanya sangat emosional.
“Kau tahu kan, perusahaan kita bergerak dalam industri keuangan mulai dari saham, bank, reksa dana, asuransi, dan lain-lainnya. Namun, dalam kondisi yang sekarang, perusahaan kita telah kalah saing dengan perusahaan lain. Lebih tepatnya, kita telah terlambat untuk mengejar dan beradaptasi. Kau mungkin sudah tahu, kalau kita merekrut banyak sekali orang-orang dan pegawai baru bahkan membuat divisi yang baru divisi IT. Sesuatu yang bahkan kita sangat buta dan tak pernah melakukan itu sebelumnya. Kami, melakukannya dengan penuh rasa judi dan juga pertaruhan yang besar saat ini.”
Memang benar, jika dibandingkan dengan perusahaan finance lain, perusahaanku tidak mempunyai implementasi terhadap teknologi apa pun. Mereka masih menerapkan cara yang konvensional dengan menyuruh konsumen untuk mendapatkan layanan kami dengan berkunjung ke cabang perusahaan kami dimana-mana. Sedangkan perusahaan lain sudah melakukan integarasi digital terlebih dahulu.
Jika dianggap telah telat melakukannya sekarang, mungkin kami seperti mencoba mengejar paus yang berada di dasar lautan. Memang mungkin dan bisa untuk melakukannya, hanya saja kemungkinan untuk berhasilnya sangat kecil dan sangat sulit untuk bisa berhasil. Pertaruhan ini merupakan pertaruhan terbesar yang pernah dilakukan oleh perusahaan kami.
“Namun membuat sebuah divisi IT dan membangun projek bukan berarti kita memiliki semua dana untuk bisa melakukannya. Sama seperti banyak perusahaan di dunia ini, kita membutuhkan bantuan dari perusahaan lain. Lebih tepatnya, kami membutuhkan bantuan investasi dari mereka agar kita bisa melakukannya dengan lancar.” Lanjut Pak Bos menjelaskannya kepadaku.
Dia pun memberikanku lembaran-lembaran nama perusahaan ternama yang ada di Sourbay. Perusahaan ini bergerak di berbagai bidang dan juga industri mulai dari energi, finansial, dan juga konsumen. Hanya saja, aku masih tak tahu kenapa Pak Bos memberikan banyak sekali lembaran nama ini. Karena memang benar-benar acak dan tak memiliki korelasi satu sama lainnya.
“Nama-nama itu, kuyakin kau telah mengetahui nama mereka. Mereka adalah perusahaan ternama yang ada di kota ini. Dan kita memerlukan bantuan mereka untuk bisa berinvestasi kepada perusahaan kita. Aku tahu, kalau pekerjaan ini benar-benar sangat sulit bagimu, namun aku tidak menyuruhmu untuk membuat mereka semua berinvestasi kepada kita semua. Hanya salah satu saja sudah cukup bagi kita.”
“Maaf pak sebelumnya, memangnya berapa jumlah lot dan juga penawaran yang akan kita berikan kepada perusahaan-perusahaan ini? Apakah mungkin kita memiliki batasan untuk bisa melakukan penawarannya? Atau memang sebuah penawaran yang membuat mereka tak bisa menolaknya?”
“3 juta slot,” Ungkap Pak Bos dengan sangat lantang. Angka itu, hampir seperti memenuhi angka 15% dari total keseluruhan total saham kepemilikan yang ada di perusahaan ini! Pak bos berkata seperti dia akan mencoba untuk menjual perusahaan ini. “Apakah angka itu cukup untuk membuatmu bisa menawarkan angka itu kepada mereka? Aku harap, angka itu cukup besar dan juga sangat menggiurkan.”
“Tapi pak, 15% dari total seluruh kepemilikan? Bukankah itu angka yang sangat besar? Apakah keputusan ini benar-benar merupakan keputusan yang sudah di pertimbangkan oleh atasan-atasan sebelumnya?” Tanyaku kepada Pak Bos, mencoba untuk memastikan apa memang itu semua adalah kemauannya.
“Ya, memang benar, ini adalah kemauan mereka. Jangan mempertanyakan apa pun lagi, kau telah berjanji kepadaku kalau kau bisa melakukannya bukan? Maka dari itu, aku berharap keapdamu Sabrina...”