15. Because Mr. Darwin

3606 Kata
"Apakah anakmu Zea yang telah membunuh anakku Angel, bagaimana kalau sekarang aku sedang bersamanya?" Satu pesan yang tak pernah terpikirkan oleh Lian hinggap di handphone Revano, assisten-Nya. Semua orang nampak panik, pasalnya Kea belum juga kembali sementara Zea baru saja keluar dari kamar mandi "Ada apa ini?" tanya Zea segera duduk disamping Lian yang tangannya sudah mengepal kuat. "Dad, kenapa kau sangat marah?" Zea kembali bertanya, bahkan kini mommy-nya Lisha sedang terlihat menghubungi seseorang. "Apa kau sedang memesan barang yang akan datang hari ini?" Lian bertanya dengan suara dingin. Suara yang sama saat tadi dirinya diintrogasi oleh Lian. Zea mengerutkan kening dan segera menggelengkan kepalanya, "Paket? Humm kurasa tidak, Dad." jawab Zea semakin membuat Lian marah, bahkan pria yang tak lagi muda tetapi tetap tampan itu menggertakkan giginya, sampai tulang-tulang rahangnya terlihat menyeramkan. "Masuk ruang X." perintah Lian dan segera beranjak dari sofa untuk menuju ke ruangan yang menyimpan banyak sekali rahasia. Rahasia perusahaan maupun rahasia musuhnya, Lian kupas dalam satu ruangan itu. Lisha masih menangis di pelukan Zayn, kakaknya. Anak terakhirnya hilang, nyawanya pun terancam. Setelah beberapa saat mereka semua beranjak dan berlari kecil untuk mengikuti langkah lebar Lian. Mereka duduk di kursinya masing-masing. Tetapi Zea mengerutkan kening karena tak ada adiknya disana. "Dimana Kea?" tanya Zea bingung. Esme yang duduk disamping Zea segera menyikut dan menyuruh Zea untuk diam. "Dimana Kenzi?" Lian berbicara kepada mic yang berada didepannya. Bukan bertanya kepada orang yang berada disana. Melainkan kepada sebuah mesin yang sudah dirancang sangat baik. Sebuah layar besar menampilkan jika Kenzi pergi dari mansion sekitar tiga puluh menit yang lalu, itu berarti anak itu tengah menyusul Lian. "Kau tau apa artinya, Zayn?" Lian menatap Zayn. Zayn mengangguk, dia menghubungi orang untuk mengikuti kemana Kenzi pergi. Sudah pasti pria tampan itu pergi menyusul Lian. "Dimanakah Bryan?" kembali Lian melontarkan pertanyaan. Layar memberitahukan kalau Bryan pergi sekitar beberapa menit yang lalu dengan tergesa-gesa. "Reza, kau tau apa yang harus kau lakukan." Reza mengangguk, dia melakukan hal yang sama seperti Zayn menghubungi bodyguard untuk menyusul anaknya secara sembunyi-sembunyi. Tak mungkin Bryan bisa menghadang Kea. "Dimana Eleora Keana?" Lian bertanya kembali pada mic. Mereka semua khususnya Zea terkejut kala ada orang lain yang membekap mulut Keana dan membawanya pergi dengan mobil berwarna hitam. Tak lama kemudian, mobil berwarna putih melaju dengan cepat dari arah bassment, itu adalah mobil milik Reza yang dikendarai oleh Bryan. "Lalu, apa yang akan kau lakukan!" nafas Lisha sudah menggebu-gebu, dia begitu khawatir pada anaknya, Kea. Kalau sudah begini, apakah dirinya harus turun tangan?" Lian menghela nafas, melayani nafsu amarah istrinya bukanlah hal yang benar. Itu akan membuat keadaan semakin kacau, lebih baik dirinya cepat bertindak. Sebelum anaknya, Kea merenggut nyawa. Lian menelepon salah satu bodyguard yang diketahui adalah ketuanya, dia menyuruh agar mengatur strategi. Beberapa berjaga di mansion miliknya, beberapa lagi berjaga di mansion X. Dia juga menyuruh agar pasukan terbaik menyusul kemana Galins pergi dan kemana Kea dibawa tentu saja secara sembunyi-sembunyi. Lian sudah merekruk bodyguard yang kuat dan terlatih. "Tenanglah, dear. Tak akan terjadi sesuatu yang mengerikan pada Kea." ujar Lian lembut, semata-mata menenangkan Lisha yang begitu cemas. Bahkan anaknya Zea sudah menangis wajah anaknya ditaruh di atas meja. "Bagaimana dengan Kea? Harusnya aku yang berada diposisi nya. Aku bisa membela diriku sendiri dengan bela diri, tetapi bagaimana dengan Kea?" isak tangis Zea membuat Lian semakin pusing. Dia memijat pelipisnya karena terlampau bingung. "Stop menangis Zea, bukankah Kea juga pandai bela diri?" Lian harus bersabar menghadapi dua wanita itu. Ia tak boleh membuat keadaan semakin kacau. "Lalu, apa yang harus aku lakukan dad?" Zea bertanya masih dengan isak tangis. "Kau bisa bertemu dengan Xavier lalu mengambil informasi sebanyak-banyaknya dari dia, bagaimana?" "Kau gila!" pekik Lisha nyaring, Lian memegang tangan Lisha agar wanita itu sedikit tenang dan mengerti dengan jalan pikirnya. "Bagaimana kau bisa, mempunyai pikiran seperti itu! Apa kapasitas otakmu menurun, Lian!" Lisha kembali mengeluarkan kata yamg membuat Lian murka. Bahkan tatapan tajam yang ia lontarkan pada Lisha tak akan sebanding dengan apa yang barusan ia katakan. Lisha menoleh dan mendapati Lian dengan wajah marahnya, dia beberapa kali merutuki bibirnya karena sudah lancang berkata seperti itu. "Maafkan aku, dad. Aku hanya khawatir. Bagaimana bisa seorang ibu membiarkan ketiga anaknya dalam situasi yang sulit." Lian menghela nafas pelan, lain waktu dia akan menghukum Lisha diranjang sampai wanita itu terkulai lemas. Ah bukan saatnya membicarakan perihal itu Lian! "Ya dad, apakah Xavier masih berada di hotel?" Lian melirik ke arah Victor, seakan tahu arti lirikan tersebut dia segera menghubungi orang yang berada dibalik CCTV di hotelnya untuk memeriksa kamar Xavier secepatnya. "Bagaimana?" tanya Lian. Victor mengangguk, "Dia menyewa kamar hotel untuk satu minggu." jelas Victor membuat Lian menyunggingkan senyumnya. "Zea kau pergi kesana ditemani oleh Sean, anggap saja dia sedang melihat-lihat hotel. Tak menutup kemungkinan bukan, kau adalah anak pemilik hotel itu." "Baik uncle." jawab Sean. "Aku juga sudah mengirimkan kalian berdua bodyguard," ujar Lian. "Sean tugasmu pergi ke area CCTV pantau Zea terus, lalu para bodyguard akan mengawasi didepan kamar Xavier. Kau tau apa maksudku?" tutur Lian. Sean menggangguk mengerti, "Jika Xavier berbuat macam-macam, aku harus segera menelepon bodyguard. Lalu pertanyaanku apakah Xavier tidak mempunyai bodyguard?" Sean malah balik bertanya membuat Lian tersenyum dengan respon Sean. Anak itu meskipun sering kali bertingkah yang tidak-tidak, tetapi sangat apik jika dihadapkan dalam sebuah masalah. "Tenang saja, bodyguard akan memesan kamar hotel tepat didepan kamar hotel milik Xavier." jawaban Lian membuat Sean mengembangkan senyumannya. "Dad, akan menelepon assisten mu, Arthur untuk menemanimu." Sean mengangguk dengan perkataan mommy-Nya. "Ada pertanyaan? Kalau tidak silahkan keluar." ujar Lian. "Kunci duplikat?" Victor mengangguk, "Kau akan mendapatkannya di resepsionis." Sean mengembangkan senyuman mendengar perkataan daddy-Nya, Victor. Ah semuanya terpikir sangat mudah, semoga perjalanan mereka pun dimudahkan. Lisha sebenarnya tak tega melepaskan Zeana untuk menjadi umpan, tetapi apa yang bisa ia lakukan untuk hal ini. Bagaimanapun pemikiran Lian paling benar diantara pikiran-pikirannya yang konyol. "Mom, doakan aku. Aku tak akan celaka, aku kuat kan?" Lisha tersenyum getir, saat Zea memeluk dirinya dari samping. "Tuhan bersamamu." jawab Lisha, membuat Zea mengembangkan senyuman. Dia menggandeng tangan Sean lalu pergi dari dalam ruangan. "Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Arabella. Mereka semua memandang ke arah Lian, "Apa kita harus melawan dengan tangan pada markas Darwin?" Zayn menggeleng, "Itu adalah ide buruk, tenang saja. Anak buah kakek sudah menyusup beberapa minggu yang lalu kesana." jawaban Zayn mampu membuat mereka semua menghela nafas. Mereka-para bodyguard sangat tahu wajah anak-anaknya jadi Lian mempunyai sedikit titik terang untuk mengetahui bagaimana keadaan Keana. Semoga badebah sialan itu tak mencelakai anaknya. "Apa kakek akan kemari?" tanya Lisha menatap Zayn penuh harap. "Dia harus mengurus semuanya. Tenanglah Lisha, Keana aman." "Ya aman untuk menit ini, apa kau tahu menit-menit selanjutnya bagaimana nasib anakku?" Lisha memandang ke arah depan dengan tatapan kosong. Ia begitu mati rasa dengan semua ini. Galins belum juga kembali, anak pertamanya itu pasti sedang terkena masalah sehingga Kenzie harus menyusulnya. Beberapa puluh menit yang lalu, anak terakhirnya, Keana diculik di mansionnya sendiri. Lalu terakhir Zeana harus menjadi umpan atas semua ini. Rasa-rasanya hidup Lisha sudah tak berarti lagi. Dia bersumpah kalau anak-anaknya celaka atau salah satu celaka dia akan menghukum dirinya sendiri. "Kenapa bisa bodyguard di mansion ini begitu bodoh!" sambung Lisha. Lian menghela nafas pelan, ia memulai pembicaraan, bertanya kepada mic. Bagaimana bisa di lorong dan diluar tak ada penjaga. Dan berhasil ada penyusup. Ternyata setelah dilihat, ada bodyguardnya yang berkhianat pada dirinya. Dia juga yang membantu orang sialan itu untuk membawa Keana. Tetapi yang mereka tahu, Keana adalah Zeana. Ternyata mimpi Keana beberapa hari yang lalu, menjadi kenyataan. Apakah ini semua adalah takdir? Bagaimana bisa, dia ceroboh dan mampu di iming-imingi paket, biasanya juga pengirim paket tak selalu menyimpannya didalam rumah. Ya! Lian akui, dirinya sangat bodoh! Bahkan begitu bodoh. Dalam perjalanan, Zea tak henti-hentinya memandang ke jendela yang sengaja tak ia tutup. Pikirannya menerawang memikirkan bagaimana nasib adik kembarnya, Keana. Dia yang sudah jahat membunuh Angle tatapi malah Kea yang harus menanggung akibatnya. Harusnya dia saja yang diculik, harusnya dia saja yang menjadi tahanan, rasa-rasanya Tuhan begitu tak adil kepada Keana. Wanita lugu itu tak tahu apa-apa, wanita polos itu tak mengerti semuanya. Ia sedang membayangkan bagaimana nasib Keana sekarang, pasti saudara kembarnya itu sedang menangis ketakutan. Dia harus segera menyelamatkan Keana. Walau nyawanya harus ia tukar sekalipun. "Kau tak apa-apa, dear?" tanya Sean, dia sengaja menyetir sendiri untuk sampai ke hotel. Sementara ada dua mobil suruhan daddy-Nya dan Uncle Lian yang menjadi pengawalnya. Memang lebih baik seperti ini, berjaga-jaga jika dirinya dihadang oleh musuh. "Apa kau melihat wajahku baik-baik saja?" Zea malah balik bertanya, sementara Sean berdehem kecil. Seharusnya ia tak bertanya pada Zea yang jelas-jelas sedang tak baik-baik saja. Ada yang membunuh ego untuk memuaskan hatinya dan ada yang membunuh ego untuk memuaskan hati seseorang. Tetapi Zeana malah membunuh perasaan seseorang demi memuaskan egonya. Menurutnya selama ini, apa yang ia lakukan adalah benar. Desahan demi desahan dan tubuh yang saling bersahutan itu terus terngiang di kepala Zeana saat dia memergoki Alzy di apartemen. Dia begitu jahat, untuk melampiaskan nafsunya dia bermain dengan Angel yang notabene adalah adik sepupu Alzy. Penyatuan yang membuat wajah Zeana meronta dan malu sekaligus membuat dirinya merasa menjadi orang hina karena matanya sudah melihat hal-hal yang menurutnya tabu. Dia masih mengingat bagaimana ganasnya Alzy saat berada di atas Angle yang terus-menerus mendesahkan namanya. Sial! Air mata meluncur bebas di pipi Zea, kejadian menjijikan itu terngiang-ngiang di otaknya. Harusnya dia sudah move on pada Alzy yang sudah hampir dua tahun berpacaran dengannya. Tetapi kenapa, saat dia menyebut nama itu. Hatinya sakit air mata juga ikut turun seakan mendukung. "Kau tak apa-apa baby?" kembali Sean melontarkan pertanyaan. "Ya, aku baik. Tenanglah!" balas Zeana tegas. Ia tak ingin dipanggil lemah. Bahkan, Sean juga bingung tak tahu harus melakukan apa. Karena ini adalah kali pertama Zea menangis setelah wanita itu t tumbuh menjadi gadis dewasa yang cantik pintar tetapi ganas. sifat Lian yang tidak bisa dibantah dan sering membunuh siapa saja yang jahat padanya menurun kepada dan juga Galins. sumpah demi apapun Sean merutuki dirinya sendiri, Iya tak tahu harus berbuat apa kala ada seorang wanita yang menangis, meskipun kenyataannya dia sering melihat wanita menangis contohnya adalah keana. wah mengingat wanita itu wanita cantik yang wajahnya serupa dengan wanita yang berada di sampingnya itu dia jadi teringat sesuatu, Apakah keana menangis di sana? atau malah pura-pura kuat dan mencoba melawan sepertinya opsi kedua bukanlah perkataan yang cocok untuk Keana. mengingat jika wanita itu adalah wanita yang cengeng Dan lemah lembut berbanding balik dengan saudara kembarnya yaitu Zeana. Sean selalu berdoa, semoga Kea baik-baik saja dan masih ada waktu untuk mereka semua menyelematkan wanita itu. Sungguh Sean tak ingin Keana celaka dan ketakutan. ***** "Apakah anakmu Zea yang telah membunuh anakku Angel, bagaimana kalau sekarang aku sedang bersamanya?" Satu pesan yang tak pernah terpikirkan oleh Lian hinggap di handphone Revano, assisten-Nya. Semua orang nampak panik, pasalnya Kea belum juga kembali sementara Zea baru saja keluar dari kamar mandi "Ada apa ini?" tanya Zea segera duduk disamping Lian yang tangannya sudah mengepal kuat. "Dad, kenapa kau sangat marah?" Zea kembali bertanya, bahkan kini mommy-nya Lisha sedang terlihat menghubungi seseorang. "Apa kau sedang memesan barang yang akan datang hari ini?" Lian bertanya dengan suara dingin. Suara yang sama saat tadi dirinya diintrogasi oleh Lian. Zea mengerutkan kening dan segera menggelengkan kepalanya, "Paket? Humm kurasa tidak, Dad." jawab Zea semakin membuat Lian marah, bahkan pria yang tak lagi muda tetapi tetap tampan itu menggertakkan giginya, sampai tulang-tulang rahangnya terlihat menyeramkan. "Masuk ruang X." perintah Lian dan segera beranjak dari sofa untuk menuju ke ruangan yang menyimpan banyak sekali rahasia. Rahasia perusahaan maupun rahasia musuhnya, Lian kupas dalam satu ruangan itu. Lisha masih menangis di pelukan Zayn, kakaknya. Anak terakhirnya hilang, nyawanya pun terancam. Setelah beberapa saat mereka semua beranjak dan berlari kecil untuk mengikuti langkah lebar Lian. Mereka duduk di kursinya masing-masing. Tetapi Zea mengerutkan kening karena tak ada adiknya disana. "Dimana Kea?" tanya Zea bingung. Esme yang duduk disamping Zea segera menyikut dan menyuruh Zea untuk diam. "Dimana Kenzi?" Lian berbicara kepada mic yang berada didepannya. Bukan bertanya kepada orang yang berada disana. Melainkan kepada sebuah mesin yang sudah dirancang sangat baik. Sebuah layar besar menampilkan jika Kenzi pergi dari mansion sekitar tiga puluh menit yang lalu, itu berarti anak itu tengah menyusul Lian. "Kau tau apa artinya, Zayn?" Lian menatap Zayn. Zayn mengangguk, dia menghubungi orang untuk mengikuti kemana Kenzi pergi. Sudah pasti pria tampan itu pergi menyusul Lian. "Dimanakah Bryan?" kembali Lian melontarkan pertanyaan. Layar memberitahukan kalau Bryan pergi sekitar beberapa menit yang lalu dengan tergesa-gesa. "Reza, kau tau apa yang harus kau lakukan." Reza mengangguk, dia melakukan hal yang sama seperti Zayn menghubungi bodyguard untuk menyusul anaknya secara sembunyi-sembunyi. Tak mungkin Bryan bisa menghadang Kea. "Dimana Eleora Keana?" Lian bertanya kembali pada mic. Mereka semua khususnya Zea terkejut kala ada orang lain yang membekap mulut Keana dan membawanya pergi dengan mobil berwarna hitam. Tak lama kemudian, mobil berwarna putih melaju dengan cepat dari arah bassment, itu adalah mobil milik Reza yang dikendarai oleh Bryan. "Lalu, apa yang akan kau lakukan!" nafas Lisha sudah menggebu-gebu, dia begitu khawatir pada anaknya, Kea. Kalau sudah begini, apakah dirinya harus turun tangan?" Lian menghela nafas, melayani nafsu amarah istrinya bukanlah hal yang benar. Itu akan membuat keadaan semakin kacau, lebih baik dirinya cepat bertindak. Sebelum anaknya, Kea merenggut nyawa. Lian menelepon salah satu bodyguard yang diketahui adalah ketuanya, dia menyuruh agar mengatur strategi. Beberapa berjaga di mansion miliknya, beberapa lagi berjaga di mansion X. Dia juga menyuruh agar pasukan terbaik menyusul kemana Galins pergi dan kemana Kea dibawa tentu saja secara sembunyi-sembunyi. Lian sudah merekruk bodyguard yang kuat dan terlatih. "Tenanglah, dear. Tak akan terjadi sesuatu yang mengerikan pada Kea." ujar Lian lembut, semata-mata menenangkan Lisha yang begitu cemas. Bahkan anaknya Zea sudah menangis wajah anaknya ditaruh di atas meja. "Bagaimana dengan Kea? Harusnya aku yang berada diposisi nya. Aku bisa membela diriku sendiri dengan bela diri, tetapi bagaimana dengan Kea?" isak tangis Zea membuat Lian semakin pusing. Dia memijat pelipisnya karena terlampau bingung. "Stop menangis Zea, bukankah Kea juga pandai bela diri?" Lian harus bersabar menghadapi dua wanita itu. Ia tak boleh membuat keadaan semakin kacau. "Lalu, apa yang harus aku lakukan dad?" Zea bertanya masih dengan isak tangis. "Kau bisa bertemu dengan Xavier lalu mengambil informasi sebanyak-banyaknya dari dia, bagaimana?" "Kau gila!" pekik Lisha nyaring, Lian memegang tangan Lisha agar wanita itu sedikit tenang dan mengerti dengan jalan pikirnya. "Bagaimana kau bisa, mempunyai pikiran seperti itu! Apa kapasitas otakmu menurun, Lian!" Lisha kembali mengeluarkan kata yamg membuat Lian murka. Bahkan tatapan tajam yang ia lontarkan pada Lisha tak akan sebanding dengan apa yang barusan ia katakan. Lisha menoleh dan mendapati Lian dengan wajah marahnya, dia beberapa kali merutuki bibirnya karena sudah lancang berkata seperti itu. "Maafkan aku, dad. Aku hanya khawatir. Bagaimana bisa seorang ibu membiarkan ketiga anaknya dalam situasi yang sulit." Lian menghela nafas pelan, lain waktu dia akan menghukum Lisha diranjang sampai wanita itu terkulai lemas. Ah bukan saatnya membicarakan perihal itu Lian! "Ya dad, apakah Xavier masih berada di hotel?" Lian melirik ke arah Victor, seakan tahu arti lirikan tersebut dia segera menghubungi orang yang berada dibalik CCTV di hotelnya untuk memeriksa kamar Xavier secepatnya. "Bagaimana?" tanya Lian. Victor mengangguk, "Dia menyewa kamar hotel untuk satu minggu." jelas Victor membuat Lian menyunggingkan senyumnya. "Zea kau pergi kesana ditemani oleh Sean, anggap saja dia sedang melihat-lihat hotel. Tak menutup kemungkinan bukan, kau adalah anak pemilik hotel itu." "Baik uncle." jawab Sean. "Aku juga sudah mengirimkan kalian berdua bodyguard," ujar Lian. "Sean tugasmu pergi ke area CCTV pantau Zea terus, lalu para bodyguard akan mengawasi didepan kamar Xavier. Kau tau apa maksudku?" tutur Lian. Sean menggangguk mengerti, "Jika Xavier berbuat macam-macam, aku harus segera menelepon bodyguard. Lalu pertanyaanku apakah Xavier tidak mempunyai bodyguard?" Sean malah balik bertanya membuat Lian tersenyum dengan respon Sean. Anak itu meskipun sering kali bertingkah yang tidak-tidak, tetapi sangat apik jika dihadapkan dalam sebuah masalah. "Tenang saja, bodyguard akan memesan kamar hotel tepat didepan kamar hotel milik Xavier." jawaban Lian membuat Sean mengembangkan senyumannya. "Dad, akan menelepon assisten mu, Arthur untuk menemanimu." Sean mengangguk dengan perkataan mommy-Nya. "Ada pertanyaan? Kalau tidak silahkan keluar." ujar Lian. "Kunci duplikat?" Victor mengangguk, "Kau akan mendapatkannya di resepsionis." Sean mengembangkan senyuman mendengar perkataan daddy-Nya, Victor. Ah semuanya terpikir sangat mudah, semoga perjalanan mereka pun dimudahkan. Lisha sebenarnya tak tega melepaskan Zeana untuk menjadi umpan, tetapi apa yang bisa ia lakukan untuk hal ini. Bagaimanapun pemikiran Lian paling benar diantara pikiran-pikirannya yang konyol. "Mom, doakan aku. Aku tak akan celaka, aku kuat kan?" Lisha tersenyum getir, saat Zea memeluk dirinya dari samping. "Tuhan bersamamu." jawab Lisha, membuat Zea mengembangkan senyuman. Dia menggandeng tangan Sean lalu pergi dari dalam ruangan. "Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Arabella. Mereka semua memandang ke arah Lian, "Apa kita harus melawan dengan tangan pada markas Darwin?" Zayn menggeleng, "Itu adalah ide buruk, tenang saja. Anak buah kakek sudah menyusup beberapa minggu yang lalu kesana." jawaban Zayn mampu membuat mereka semua menghela nafas. Mereka-para bodyguard sangat tahu wajah anak-anaknya jadi Lian mempunyai sedikit titik terang untuk mengetahui bagaimana keadaan Keana. Semoga badebah sialan itu tak mencelakai anaknya. "Apa kakek akan kemari?" tanya Lisha menatap Zayn penuh harap. "Dia harus mengurus semuanya. Tenanglah Lisha, Keana aman." "Ya aman untuk menit ini, apa kau tahu menit-menit selanjutnya bagaimana nasib anakku?" Lisha memandang ke arah depan dengan tatapan kosong. Ia begitu mati rasa dengan semua ini. Galins belum juga kembali, anak pertamanya itu pasti sedang terkena masalah sehingga Kenzie harus menyusulnya. Beberapa puluh menit yang lalu, anak terakhirnya, Keana diculik di mansionnya sendiri. Lalu terakhir Zeana harus menjadi umpan atas semua ini. Rasa-rasanya hidup Lisha sudah tak berarti lagi. Dia bersumpah kalau anak-anaknya celaka atau salah satu celaka dia akan menghukum dirinya sendiri. "Kenapa bisa bodyguard di mansion ini begitu bodoh!" sambung Lisha. Lian menghela nafas pelan, ia memulai pembicaraan, bertanya kepada mic. Bagaimana bisa di lorong dan diluar tak ada penjaga. Dan berhasil ada penyusup. Ternyata setelah dilihat, ada bodyguardnya yang berkhianat pada dirinya. Dia juga yang membantu orang sialan itu untuk membawa Keana. Tetapi yang mereka tahu, Keana adalah Zeana. Ternyata mimpi Keana beberapa hari yang lalu, menjadi kenyataan. Apakah ini semua adalah takdir? Bagaimana bisa, dia ceroboh dan mampu di iming-imingi paket, biasanya juga pengirim paket tak selalu menyimpannya didalam rumah. Ya! Lian akui, dirinya sangat bodoh! Bahkan begitu bodoh. Dalam perjalanan, Zea tak henti-hentinya memandang ke jendela yang sengaja tak ia tutup. Pikirannya menerawang memikirkan bagaimana nasib adik kembarnya, Keana. Dia yang sudah jahat membunuh Angle tatapi malah Kea yang harus menanggung akibatnya. Harusnya dia saja yang diculik, harusnya dia saja yang menjadi tahanan, rasa-rasanya Tuhan begitu tak adil kepada Keana. Wanita lugu itu tak tahu apa-apa, wanita polos itu tak mengerti semuanya. Ia sedang membayangkan bagaimana nasib Keana sekarang, pasti saudara kembarnya itu sedang menangis ketakutan. Dia harus segera menyelamatkan Keana. Walau nyawanya harus ia tukar sekalipun. "Kau tak apa-apa, dear?" tanya Sean, dia sengaja menyetir sendiri untuk sampai ke hotel. Sementara ada dua mobil suruhan daddy-Nya dan Uncle Lian yang menjadi pengawalnya. Memang lebih baik seperti ini, berjaga-jaga jika dirinya dihadang oleh musuh. "Apa kau melihat wajahku baik-baik saja?" Zea malah balik bertanya, sementara Sean berdehem kecil. Seharusnya ia tak bertanya pada Zea yang jelas-jelas sedang tak baik-baik saja. Ada yang membunuh ego untuk memuaskan hatinya dan ada yang membunuh ego untuk memuaskan hati seseorang. Tetapi Zeana malah membunuh perasaan seseorang demi memuaskan egonya. Menurutnya selama ini, apa yang ia lakukan adalah benar. Desahan demi desahan dan tubuh yang saling bersahutan itu terus terngiang di kepala Zeana saat dia memergoki Alzy di apartemen. Dia begitu jahat, untuk melampiaskan nafsunya dia bermain dengan Angel yang notabene adalah adik sepupu Alzy. Penyatuan yang membuat wajah Zeana meronta dan malu sekaligus membuat dirinya merasa menjadi orang hina karena matanya sudah melihat hal-hal yang menurutnya tabu. Dia masih mengingat bagaimana ganasnya Alzy saat berada di atas Angle yang terus-menerus mendesahkan namanya. Sial! Air mata meluncur bebas di pipi Zea, kejadian menjijikan itu terngiang-ngiang di otaknya. Harusnya dia sudah move on pada Alzy yang sudah hampir dua tahun berpacaran dengannya. Tetapi kenapa, saat dia menyebut nama itu. Hatinya sakit air mata juga ikut turun seakan mendukung. "Kau tak apa-apa baby?" kembali Sean melontarkan pertanyaan. "Ya, aku baik. Tenanglah!" balas Zeana tegas. Ia tak ingin dipanggil lemah. Bahkan, Sean juga bingung tak tahu harus melakukan apa. Karena ini adalah kali pertama Zea menangis setelah wanita itu t tumbuh menjadi gadis dewasa yang cantik pintar tetapi ganas. sifat Lian yang tidak bisa dibantah dan sering membunuh siapa saja yang jahat padanya menurun kepada dan juga Galins. sumpah demi apapun Sean merutuki dirinya sendiri, Iya tak tahu harus berbuat apa kala ada seorang wanita yang menangis, meskipun kenyataannya dia sering melihat wanita menangis contohnya adalah keana. wah mengingat wanita itu wanita cantik yang wajahnya serupa dengan wanita yang berada di sampingnya itu dia jadi teringat sesuatu, Apakah keana menangis di sana? atau malah pura-pura kuat dan mencoba melawan sepertinya opsi kedua bukanlah perkataan yang cocok untuk Keana. mengingat jika wanita itu adalah wanita yang cengeng Dan lemah lembut berbanding balik dengan saudara kembarnya yaitu Zeana. Sean selalu berdoa, semoga Kea baik-baik saja dan masih ada waktu untuk mereka semua menyelematkan wanita itu. Sungguh Sean tak ingin Keana celaka dan ketakutan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN