MR 12. Urusan Dapur

2775 Kata
Jika pernah ada hubungan yang tulus manis tanpa prasangka dalam hidupnya, maka itu terjadi ketika ia bersama Corazon, gadis kecil yang dengan senang hati memberinya makan setiap hari. Gadis itu akan berkata sudah kenyang dan membiarkannya menghabiskan bekal. Masakan Paloma memang lezat. Ia memasak pagi- pagi sekali, sepulang pekerjaan malamnya. Ia memasak porsi yang cukup banyak, sehingga bisa disimpan di lemari pendingin, lalu putri angkatnya bisa memanaskannya sendiri jika ia ingin makan. Saat Corazon bangun, Paloma tidur lelap. Saat Corazon pulang sekolah, ia sudah pergi kerja lagi. Corazon cukup mandiri di usianya yang baru 7 tahun. Selain bekal makan, Paloma memberinya uang saku yang cukup untuk jajan di perjalanan pulang sekolah. Uang itu digunakan Corazon membeli jajanan yang disukainya. Tidak ada yang ditakutinya lagi di luar rumah karena tidak ada anak yang berani mengganggunya selama Salvador menemaninya. Berduaan, mereka akan jalan- jalan ke taman dan makan es krim di bangku taman. Jika Corazon tidak sekolah, Salvador akan mengambil jatah hariannya ke rumah gadis itu. Di halaman belakang, mereka akan makan bersama di meja kursi mainan Corazon, ditemani boneka-bonekanya. Kadang kala makanan utamanya diselingi teh air keran dan puding batu bata. Corazon akan mengenakan scarf penutup kepala, gaun bercelemek dan menggendong boneka bayi. "Kelak aku akan jadi istrimu, Sal," kata gadis itu penuh percaya diri. "Hmm, yeah," sahut enggan Salvador. Ia membuang muka sambil menyeruput limus buatan Corazon dari cangkir plastik kecil. Salvador lebih memilih gadis dewasa yang berpakaian seksi dan tubuh berlekuk sempurna, bukan anak kecil yang menggunakan daun sebagai alat p********n. Saat itu, tidak pernah terlintas di pikirannya Corazon akan tumbuh dewasa. Baginya, dia hanya anak kecil dan selamanya seperti itu. "Aku akan memasak untukmu dan setiap hari aku akan membuatkan makanan yang super lezat. Kau akan jadi ayah anak- anakku dan mereka akan memanggilmu Papi Salvador," lanjut gadis cilik itu. Salvador menyelanya. "Aku masih muda dan aku tidak ingin punya anak, Corazon, mereka beban dan sumber masalah." Gadis itu tertawa. "Suatu saat kau akan menginginkannya, Sal. Mereka lucu seperti malaikat." Pembicaraan yang konyol, tetapi gadis kecil itu benar. Suatu hari tiba-tiba saja ia menginginkannya, seorang anak dari rahim Corazon- nya, atau yang sekarang bernama Coraima Reyes. Bah, ia benci memikirkan nama Reyes di belakang nama Coraima. Ia lekas menggantinya dengan Coraima Aldevaro. Kembali ke nama gadisnya saja. Namun, sebelum ia punya anak sendiri, ia harus mengurus anak hasil perselingkuhan istrinya. Hari sudah malam, Dokter Guinan tiba di rumah Salvador. Pelayan membawanya ke kamar Esmeralda karena di situlah Valentina juga berada. Saat memeriksa Valentina, Salvador datang menengok. Pria itu mengenakan jubah tidur satin, pistol dan cerutu di sakunya. Valentina merengek-rengek rewel. Latanza yang mendampingi terlihat sangat cemas karena itu pertama kalinya Valentina sakit. "Bagaimana keadaannya, Dokter?" tanya Salvador. Dokter Guinan tersenyum menenangkan lalu menjelaskan, "Valentina baik- baik saja. Ia sedang fase tumbuh gigi, jadi sedikit cerewet dan demam. Saya akan meresepkan sirop penurun panas sekaligus penahan sakit untuknya. Diberikan 3 kali sehari selama dia masih rewel. Berikan dia mainan karet untuk digigitnya, itu akan membantu meredam nyeri di gusinya." Salvador mendengkus tidak senang. Rupanya karena itu, Coraima harus dibuat kerepotan juga oleh Valentina. "Oh, pantas saja dia menggigit bulir Nyonya Reyes," seloroh Latanza. "Oh, jadi Nyonya Reyes ada di sini? Bagaimana keadaannya?" tanya Dokter Guinan. Latanza tidak ingin ikut campur urusan itu, ia bergegas menggendong Valentina keluar kamar untuk meminuminya obat. Pelayan lain akan membantunya. "Dia baik- baik saja, Dokter. Dia sedang tidur, sangat nyenyak," jawab Salvador. "Oh, baguslah. Seharusnya ia sudah bisa bicara lagi." "Ya, memang. Dia sudah bisa mengucapkan beberapa kata." Dokter Guinan lalu beralih pada Esmeralda yang duduk di ranjang bak boneka barbie. "Mari kita lihat bagaimana keadaan nyonya satu ini," katanya. Ia memeriksa catatan medis dari perawat Esmeralda. Dokter Guinan lalu memeriksa respons mata serta tungkai tangan dan kaki Esmeralda, kemudian menekan stetoskop ke selangka Esmeralda. Dokter itu menghela napas dalam. Debaran jantung Esmeralda memang sangat lemah. Sukar dikatakan kalau dia memalsukan kelumpuhannya seperti yang diduga Salvador. "Bagaimana? Ada kemajuan?" tanya Salvador tanpa minat. Dokter Guinan menggeleng. Ia melepas stetoskopnya. "Seharusnya dari hari ke hari ia mengalami perubahan setidaknya dari tekanan darah, tetapi ini tidak ada sama sekali." Salvador menyulut cerutu tanda ia mulai tidak suka dengan keadaan. Dokter Guinan lalu menyimpulkan. "Begini saja, saya akan melakukan pemeriksaan darahnya lagi. Kali ini saya kirim ke laboratorium lain. Jika nihil lagi, saya harap Tuan Jeronimo bersedia putrinya dipindahkan ke fasilitas penelitian untuk diperiksa menyeluruh." Salvador menggerutu. "Ya, lakukan saja, terserah Anda, saya tidak peduli. Bagi saya dia tidak sakit, tetapi gila. Jeronimo saja yang masih berharap saya bertanggung jawab pada putrinya. Setelah semua yang dilakukannya, saya masih menjaganya selayaknya seorang suami. Kurang baik apalagi saya, coba?" Dokter Guinan mangut-mangut saja. Ia mengambil satu ampul darah Esmeralda, lalu mengemas dalam wadah sampel khusus. Ia merapikan peralatannya kemudian pamit pada Salvador. "Baiklah, Tuan Salvador, saya pergi dulu. Saya kabari secepatnya jika saya mendapatkan hasil labnya." "Ya," sahut Salvador singkat. Ia mengiringi kepergian Dokter Guinan sampai teras depan, lalu kembali ke dalam rumah. Valentina sudah tenang, ditidurkan lagi di kamar ibunya. Anak itu bertambah besar, tentunya sekadar makan tidur tidak lagi cukup. Dia mulai mengenal sekitarnya dan ingin berinteraksi dengan lebih banyak orang. Tapi bisa- bisanya memilih Coraima sebagai teman bermanja- manja. Salvador pergi ke kamarnya, berbaring hendak tidur, tetapi setelah beberapa waktu, ia tidak bisa tidur karena gelisah. Ia mengutak- atik ponsel. Selain ponsel Coraima, Salvador juga memegang ponsel Godfreido. Ada banyak foto- foto dan rekaman video Coraima sewaktu mereka masih berpacaran. Wanita itu berpose dan tersenyum manis, sesuai kepribadiannya yang sopan dan lugu. Tidak ada foto vulgar ataupun pose dan kerlingan menggoda. Sialnya, justru Salvador malah senang. Ia memutuskan bangun lalu pergi ke kamar Coraima. Wanita itu masih terlelap dalam keadaan bugil tertutup selimut seperti ketika ia menjamahnya terakhir kali. Salvador merayap naik ke ranjangnya lalu menyibak perlahan selimut Coraima dan menyusuri punggungnya dengan kecupan lembut. Niat sekadar berbaring bersama menjadi semakin rakus. Salvador menciumi punggung Coraima bersamaan telapak tangannya yang besar dan kasar meremas- remas kuat kedua gundukan da.da Coraima. "Engh! Ah!" desah menahan nyeri Coraima yang mau tidak mau terbangun dari tidurnya. Namun ia tidak melawan ataupun berusaha mengelak sentuhan posesif Salvador. Ia sudah terlalu lelah. Ia berusaha diam semampunya dan pria itu juga tidak memburunya seperti sebelumnya. Hanya meremas- remas dan menciumi. Bibir Salvador tiba di tepi telinganya dan napas hangatnya berembus mengirimkan getaran halus ke seluruh tubuhnya. Pria itu membisikinya. "Cora, jika kita punya anak, mari kita beri nama seperti salah satu bonekamu. Marisol, Cecilia, atau Lorenzo. Mereka akan jadi bayi yang sangat cantik dan tampan." Pria gila! Obsesi macam apa yang dimilikinya? Coraima bergeming mati rasa. Sekarang ia terpenjara bersama orang yang benar-benar gila. Atau mungkin ia yang mulai gila mendengar Salvador merencanakan semua itu. Salvador pasti memberinya obat lagi hingga ia berhalusinasi, begitu katanya dalam hati. Remasan- remasan pun berangsur berhenti menjadi dekapan ringan dan embusan napas lembut membuai. Coraima pun kembali tertidur lelap. *** Marisol, Cecilia, dan Lorenzo. Coraima terbangun dengan suara Salvador menyebut nama- nama itu terngiang dalam kepalanya. Ia tersentak, kemudian lega karena ia sendirian di tempat tidur. Kehadiran Salvador malam tadi pasti hanya halusinasinya. Matahari sudah tinggi terlihat dari balik tirai, membuat Coraima bergegas bangun dan mandi. Ia tidak tahu untuk apa lagi ia bangun, selain bersiap-siap meladeni nafsu Salvador. Coraima mengenakan dress selutut, berdandan seadanya, mengucir rambut di puncak kepala, lalu keluar kamar. Ia sedikit terhenyak melihat suasana dapur ramai oleh para tukang masak yang dipimpin Chef Emanuel. Benicio ada di dapur juga, sedang mengawasi. Ia menyapa Coraima. "Selamat pagi, Nyonya. Anda bisa memasak untuk sarapan Tuan Salvador." Coraima memasang tampang cemas. Benicio lalu mengeluarkan ponselnya dan memberikannya pada Coraima. Coraima menulis di layar ponsel. [Chef Emanuel tidak keberatan? Saya takut ia marah lagi.] "Tidak, Nyonya. Chef Emanuel sudah diberitahu. Anda bisa membaur bersama timnya dan memasak menu kesukaan Anda." [Maksudmu menu kesukaan Salvador?] "Ya, tapi karena Tuan Salvador tidak menyebutkan menu spesifik apa yang diinginkannya, saya rasa ia menyerahkannya pada Anda." Coraima pun melangkah seraya memantapkan hatinya memasuki arena dapur. Para juru masak lain sibuk dengan hidangan utama dan pencuci mulut yang akan disajikan untuk semua penghuni rumah Salvador. Chef Emanuel berhenti sebentar mengomando anak buahnya untuk menyapa Coraima. "Selamat bergabung, Nona Aldevaro. Maafkan kesalahpahaman kemarin. Saya baru saja diberitahu soal Anda. Siang ini Tuan Salvador akan mengadakan jamuan, jadi kita akan bekerja sama. Silakan gunakan dapur sesuka hati Anda." Coraima mengernyitkan kening mendengar namanya aslinya disebut. Tampaknya Salvador menutupi hubungannya dengan Godfreido Reyes. Coraima segera mengabaikan hal itu. Ia mengangguk dengan wajah tersipu-sipu. Ia gugup berhadapan dengan juru masak sekelas Chef Emanuel, tetapi ia tidak ingin mempermalukan diri sendiri. Coraima bergegas konsentrasi pada masakan yang akan dibuatnya. Karena ia kesiangan dan ingin lekas ikut memasak bersama tim Chef Emanuel, Coraima membuat hidangan sederhana dan cepat saji. Ia membuat frangollo. Frangollo adalah makanan yang berasal dari Kepulauan Canary dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat setempat sebagai sarapan klasik khas Spanyol. Frangollo terbuat dari tepung jagung, s**u, telur, gula, mentega, kulit lemon, kismis, almond, dan kayu manis. Bahan-bahan yang digunakan ini mengandung banyak manfaat untuk kesehatan tubuh seperti almond yang bisa menyehatkan jantung, kayu manis yang memperlancar peredaran darah, dan lain sebagainya. Bubur vla tersebut dihiasi garnis berbentuk burung hantu. Potongan pisang dan buah zaitun sebagai mata besar burung hantu, kacang almond bertaburan menjadi bulu da.da dan telinga burung, irisan buah peach sebagai sayap burung. Penampilan yang sangat lucu. Bersama bubur manis tersebut Coraima menyertakan secangkir kopi hitam panas dan sepiring churros. Di kamarnya, Salvador sedang malas- malasan, tengkurap di ranjang sambil mengutak-atik ponsel. Ia mengirim pesan untuk orang tua Coraima serta urusan dengan Demetrio, asisten Godfreido Reyes. Ketukan pintu yang berhati-hati terdengar sudah pasti dari Coraima. Ia menyahut tanpa terusik perhatiannya dari ponsel. "Masuklah!" Coraima memasuki kamar membawa baki makanan. Ia mengenali ponsel di tangan Salvador. Pria itu rupanya mengatur segalanya melalui ponsel. "Humm, frangollo ...," gumam Salvador seraya menarik napas dalam menghirup aroma wangi su.su almond dan kayu manis dari masakan tersebut. Ia duduk bersiap makan sambil menutup ponselnya. "Mamimu butuh dress baru untuk ke gereja. Aku sudah membelikannya dan kurir akan mengantarkannya ke rumah mereka. Papimu butuh set alat pancing baru dan aku membelikannya juga. Aku suami yang sangat perhatian, bukan?" katanya semringah. Coraima tergemap. Maaf saja, meskipun Salvador berbuat baik dan tersenyum tulus, bekas luka di wajahnya membuatnya terlihat seperti penjahat. Sukar mengatakan ia sedang berbuat baik atau merancang suatu kejahatan baru. Namun, entah bagaimana, sedikit membuatnya lega Salvador mengusahakan kedua orang tuanya tidak mencemaskan keadaannya. Terbata-bata Coraima berusaha bersuara. "Gg- g- gracias(*)!" (*): Terima kasih. "Tidak masalah, sayang," sahut Salvador dan bersiap menerima baki makanannya. Ia makan di tempat tidur. Menyantap frangollo sambil mengangguk- angguk keenakan. "Hmmm, benar-benar enak, sayang. Kau benar-benar mengerti apa yang kubutuhkan." Ia semringah lagi. Berseri- seri bak orang waras. Kemarin ia keluar air ma.ni banyak sekali. Begitu juga Coraima. Makanan yang disajikannya akan menambah energi untuk kesuburan dan stamina. Ia mengangkat pandangannya pada Coraima yang berdiri siaga. "Apa kau sudah makan, sayang?" Coraima menggeleng. Baru sadar ia belum sarapan dan perutnya mulai terasa perih. Salvador mengubitnya. "Sini, kemari, duduk di sampingku. Aku suapi kamu." Agak kikuk Coraima melakukan permintaan Salvador. Ia duduk di sisi Salvador. Cemas kalau itu akan menjadi pergulatan seksual, padahal ia ingin ikut memasak bersama Chef Emanuel. Salvador menyuapinya. Mereka makan bergantian, sampai isi mangkok dan churros habis lalu menyeruput kopi bergantian pula. Itu seharusnya adegan yang romantis bagi pasangan baru, tetapi mereka bukan pasangan yang saling mencintai, rasanya sangat aneh. Seperti bermain rumah-rumahan bersama penculik. Selesai makan, Salvador turun dari ranjang. Ia keluar dari selimutnya dan tampaklah tubuh kekar bugil penuh tato itu berjalan melenggang leluasa. Coraima mematung memandangi. Salvador mengambil jubah mandi. "Ayah mertuaku akan datang siang ini dan kami akan makan bersama. Beberapa kolega kami juga akan ikut serta. Aku harap kau tidak membuat masalah, Cora. Bersikaplah patuh seperti yang ada sekarang. Kau pelayan di rumah ini dan tugasmu selain melayaniku adalah memasak." Coraima tidak menyahut, tapi Salvador yakin wanita itu paham apa maksudnya. Salvador menoleh padanya sekilas. "Pergilah ke dapur dan bantu Chef Emanuel. Aku yakin kau sudah tidak sabaran bekerja dengannya." Tidak perlu disuruh dua kali, Coraima bergerak cepat membereskan baki dan peralatan bekas makan dan membawanya keluar kamar Salvador. Salvador tertawa singkat pada tingkah Coraima. Kemudian wajahnya kembali dingin dan pergi ke kamar mandi, menyegarkan diri untuk menyambut tamu-tamunya. Coraima ke dapur, ikut memasak bersama Chef Emanuel. Setelah menu sarapan, mereka menyiapkan menu makan siang. Coraima spesialis di menu makanan utama, tetapi ia juga bisa mengerjakan hidangan pembuka dan penutup. Ia melihat chef lain menyiapkan beberapa jenis makanan laut seperti lobster, cumi, dan kepiting. Juga ada yang menyiapkan babi panggang, kentang bakar, sup tomat, roti, dan nasi. Chef Emanuel tidak memberinya porsi mengerjakan masakan itu. Ia diberi jatah membuat makanan pembuka. Ia membuat 3 jenis makanan pembuka/appetizer, yaitu rabas, patatas bravas, dan pinchitos. Rabas atau cumi goreng adalah hidangan pembuka yang cukup simpel. Makanan yang berasal dari pantai Cantabria ini terbuat dari: cumi, minyak zaitun, tepung, telur, garam, dan juga air perasan lemon dalam proses pembuatannya. Kentang pedas atau patatas bravas merupakan hidangan tradisional yang menggunakan kentang sebagai bahan utama. Kentang goreng yang disiram dengan saus tomat pedas, bawang merah, bawang putih, bubuk cabai, dan paprika. Pinchitos bisa disebut sate Spanyol, merupakan hidangan Andalusia dengan pengaruh Moor terbuat dari potongan daging ayam atau domba yang diasinkan, dibumbui dengan rempah-rempah seperti jintan, ketumbar, kayu manis, kunyit, dan paprika. Penyajiannya ditusuk lalu dipanggang di atas arang. Coraima sibuk di halaman belakang dapur memanggang pinchitos. Keasyikan memasak membuatnya tidak menyadari waktu berlalu dan tengah hari tiba. Di teras depan, tamu- tamu Salvador berdatangan. Salvador terlihat menawan dengan penampilan berkelas eksekutifnya. Mengenakan setelan jas dan kemeja, rambut tersisir rapi. Separuh wajahnya yang tidak bercela, serta bola matanya yang indah cukup menyatakan bahwa Salvador sebenarnya sangat rupawan. Jeronimo, pria paruh baya bertubuh besar dan kekar, keluar dari mobil menggandeng istrinya, seorang wanita berusia sepantaran, tetapi masih cantik jelita. Wanita itu bernama Paloma Suarez. {{Ya, betul sekali pemirsa, dia Paloma, ibu angkat Corazon. Yelah, ni kisah emang tipe- tipe telenovela latin. Hubungan tokoh-tokohnya agak-agak dibikin njlimet gitu. Ekekekek.}} Paloma berhenti menjadi pela.cur setelah menjadi kekasih Jeronimo. Hubungan mereka sudah berjalan selama 10 tahun. Jeronimo dan Paloma saling mencintai dan menyayangi. "Hola, Ayah, apa kabar?" Salvador menyapa Jeronimo. Mereka berangkulan. "Baik, Sal. Senang melihatmu lagi," sahut Jeronimo. Salvador lalu beralih menyapa istri Jeronimo. Wanita berambut hitam legam itu menyapa Salvador lebih dulu. "Hola, Sal, senang melihatmu baik- baik saja," sapa Paloma seraya berbalas kecup pipi dengan Salvador. "Lebih dari seminggu kau menghilang mengejar Godfreido. Aku dengar semuanya beres, berjalan sesuai keinginanmu." "Senang melihatmu lagi juga, Paloma," balas Salvador. "Ya, seperti yang kau ketahui, begitulah adanya. Godfreido mendapatkan apa yang pantas untuknya." Paloma mendesah prihatin. "Aku masih sukar mempercayainya. Kalian padahal sangat akrab, besar bersama, siapa sangka ternyata diam-diam ia mengkhianatimu. Tapi memang sejak dahulu, yang paling mungkin menyakiti kita justru orang terdekat kita. Jadi, kau mengambil istrinya? Ah, kalian seperti bertukar pasangan saja." Jeronimo menyela ketus, "Sudah, sudah, jangan bahas hal itu. Aku tidak mau mendengarnya lagi. Aku akan ke atas menemui putriku dulu." Pembicaraan tersebut melukai harga diri Jeronimo karena kondisi putrinya yang tidak bisa diharapkan menjadi pasangan Salvador. Jeronimo lalu masuk ke dalam rumah dan berjalan sendirian ke kamar Esmeralda. Di belakangnya, Paloma membisiki Salvador. "Jadi, di mana perempuan itu? Aku ingin melihatnya? Instingku mengatakan dia sama sekali tidak mengerti urusan kalian, tetapi ia terjebak di dalamnya. Perempuan yang malang." "Dia ada di dalam, sedang memasak. Kau akan punya kesempatan melihatnya nanti," sengir Salvador. "Oh, memasak? Dia bebas beraktivitas di rumah ini? Aku kira kau akan menyekapnya dan menyiksanya." "Haisshh, aku tidak punya waktu luang sebanyak itu. Aku sudah melakukannya sepanjang bulan madu kami. Dia seorang koki yang andal. Sayang jika kemampuannya tidak dimanfaatkan." "Bagaimana kalau dia meracunimu?" seloroh Paloma. Salvador terkekeh. "Dia tidak akan berani." Paloma geleng-geleng. "Sal, kau penuh rencana yang sangat kompleks, kau tahu?" "Aku melakukan apa yang perlu untuk klan dan kebutuhanku," kata Salvador lagi. Paloma lalu menyusul Jeronimo sementara Salvador menyambut tamu lainnya. Ada pasangan Luis Fernando Almos dan Marimar Almos datang. Pasangan berusia pertengahan 40an itu berpenampilan modis, mengenakan pakaian dan aksesoris bermerek. Keduanya juga terlihat lebih muda dari usia aslinya. Luis Fernando sangat tampan dan suka tebar pesona layaknya playboy, sedangkan Marimar tipe wanita yang memuja suaminya dan apa pun yang dikatakan Luis Fernando, ia akan menyetujuinya. Dua orang itu adalah rekan bisnis baru Salvador. Mereka mengajukan usulan investasi tambang uang crypto di dunia maya. Salvador bisa membeli lahan (sebidang tanah) di dunia virtual Metaverse. Untuk bisnis masa depan. Salvador tahu kedua orang itu tidak dapat dipercaya, tetapi ia mengikuti permainan mereka saja karena mereka akan berguna sesuatu baginya. *** Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN