Evan merasa sangat capek. Capek fisik dan juga capek batin. Sejak semalam hingga saat ini, sudah pukul 4 sore, Evan belum memejamkan kedua matanya barang sedetikpun.
Evan melempar tubuhnya di atas ranjang empuknya. Tidak peduli kalau bajunya yang ketumpahan sedikit jus Rania di bandara tadi, dan menjadi kotor. Dan ya, Rania sudah terbang 1 jam yang lalu dan barusan Evan baru pulang dari bandara. Mengantar Rania.
Dan hampir saja kedua mata Evan terpejam, siap terbang ke alam mimpi.
Evan terlonjak kaget di saat Evan merasa ada tangan lembut dan hangat yang memeluknya dari belakang sembari berbisik...
"Kak Evan.....Icha sakit...."
Tak hanya terlonjak kaget, tapi Evan juga saat ini sudah terlonjak turun dari atas ranjang, menatap dengan tatapan tajam dan dalamnya di atas ranjangnya yang tidak ada siapapun di sana dan di saat Evan baru sadar...
"s**t! Aku sampai berhalusinsi!"
"Fukc! Icha sialan! Keluar dari pikiranku!"Teriak Evan lepas. Dan Evan kembali melempar tubuhnya di atas ranjang dengan kedua tangan mengepal erat.
"Lupakan sepupu jelekmu itu, Van! Dan mulai tidur atau kamu akan mati karena serangan jantung karena kekurangan tidur!"Ucap Evan geram. Dan Evan dengan kasar, menutup kedua matanya, dan karena saking lelahnya, tak butuh waktu lama, hanya dalam waktu 3 menit, Evan sudah terlelap dengan sangat damai sambil memeluk kuat guling yang ada di atas tubuhnya...
**
Rania yang sudah ada di atas udara 2 jam lamanya, kini terlihat bagai orang gila. Kedua bibirnya tak henti mengukir senyum. Sambil mencium berkali-kali layar ponselnya.
Beberapa orang yang duduk bersamanya di kelas bisnis, menatap Rania penuh tanya, dan mengira Rania gila. Dan Rania tidak peduli.
Rania sedang kelewat bahagia saat ini. Satu bulan yang lalu, di saat tahun baru, Rania di transfer sama Evan uang sekitar 120 juta.
Dan 2 jam yang lalu, Evan lagi-lagi mentranfser uang ke dalam rekeningnya. 100 juta yang Evan transfer. Dan hadiah yang Evan belikan untuk anaknya Caca. Yang Rania bohongi Evan kalau kado dan hadiah itu untuk keponakannya. Sekitar 20 juta uang Evan yang habis.
Wajar kan? Rania merasa sangat-sangat bahagia saat ini. Apalagi, diam-diam, Rania dan Dinms sedang susah. Rania dan Dimas butuh uang untuk di berikan pada ibu pengasuh anak mereka Caca yang sedari bayi merah di besarkan oleh seorang perempuan parubaya orang asli Asutralia sana, tapi kulit hitam, dari suku Aborigin dan perempuan parubaya kesepian itu membesarkan anak Rania dengan Dimas sangat baik bak anak sendiri.
"50 juta untuk kamu, Caca. 50 juta untuk biaya hidup, Mama. Baik dan kaya bukan calon papa tirimu?"
"Mama menyesal, kamu bukan anak Evan. Tapi, malah anak Dimas yang kere, miskin tapi liar...."Ucap Rania terlihat bergidik jijik akan tingkah Dimas.
**
Bajingan! Sialan! Bodoh!
Siapa yang menelpon berisik dirinya saat ini?! Demi Tuhan, Evan masih mengantuk. Tapi, karena suara berisik pannggilan yang berasal dari ponselnya. Evan terusik. Mau tidak mau, Evan membuka kedua matanya kesal.
Dan Evan merogoh ponselnya yag ada di saku celananya. Dan tubuh Evan menegang kaku melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 7 malam.
Oh s**t! Ia tidur sudah 3 jam sekian lamanya?
Dan tubuh Evan sekali lagi menegang kaku, melihat siapa yang menelponnya barusan.
"Mama..."Bisik Evan merasa bersalah. Sudah mengumpat dan marah pada mamanya barusan.
Dan panggilan sudah terleewat, tapi detik ini, ada satu bahkan dua pesan dari mamanya yang masuk.
Evan membuka tak sabar pesan-pesan itu. Sepertinya penting. Dan ternyata isi pesannya.
Kamu masih tidur sepertinya, Nak.
Tolong, antarkan laptop mama ke kantor. Mama akan menginap di kantor malam ini....
"Ya, akan Evan bawakan, Ma. Maaf sudah umpat mama barusan. Evan nggak tahu kalau yang nelpon adalah mama..."Ucap Evan dengan nada suara dan raut wajah yang sangat menyesal.
Dan Evan melempar ponselnya begitu saja di atas ranjang. Evan ingin ke kamar mandi. Hanya untuk mencuci wajahnya. Mandi pas pulang nanti saja. Kasian mamanya yang menunggu di kantor sana.
Tapi, baru 4 langkah Evan menagkah. Langkah Evan terhenti di saat ponsel yang Evan campakkan begitu saja di atas ranjang kembali berdering.
Dan mau tidak mau, Evan kembali mendekati ranjang untuk mengambil ponselnya. Takut itu adalah mamanya.
Tapi, panggilan sudah berakhir. Evan tak sabar untuk melihat sang pemangggil. Dan tubuh Evan menegang kaku melihat... melihat yang memanggilnya barusan adalah...
"Icha? Benar... ini Icha?"Ucap Evan tak percaya sambil mengucek kedua matanya kasar. Dan benaran, Icha yang memanggilnya barusan
Artiny icha sudah tidak blokir nomornya lagi?
"s**t! Kenapa aku lama angkatnya tadi!"Ucap Evan kesal pada dirinya sendiri.
Dan Evan dengan tangan gemetar. Jantung yang entah kenapa rasanya ingin meledak di dalam sana, menelpon balik nomor Icha...
Tapi, belum sempat Evan menelpon, urung di lakukan Evan di saat... ada satu bahkan dua chat yang masuk ke dalam nomor Evan. Dari Icha.
Dan Evan membuka cepat dan tak sabar pesan-pesan itu.
Dan untuk kesekian kalinya, tubuh Evan menegang kaku, dan Evan rasanya ingin pingsan membaca chat Icha yang isinya....
Kak Evan...Icha minta tolong, tolong sampaikan pada Ua. Icha mau nikah 4 hari lagi Kak Evan.
Icha tidak berani kasih tahu Ua karena nikah dadakan begini. Terimah Kasih Kak Evan...
"Enggak mungkin Icha nikah!!! Enggak mungkin! t***l!"
*****
Shit!
Umpat Evan tertahan. Evan tak puas hanya chat saja dan membaca isi chat dari Icha.
Evan ingin berbicara kalau bisa harus saling bertatapan dan ada di tempat yang sama. Tapi, sepertinya mustahil untuk di lakukan. Tapi, video call, enak untuk di lakukan.
Tapi, sial! Sial! Sial!. Icha tidak angkat panggilannya. Padahal Icha sedang aktif paket datanya di seberang sana.
Evan dengan kesal, jantung yang rasanya ingin meledak di dalam sana, mencoba menghubungi Icha lagi.
Tapi, hasilnya masih sama. Icha masih mengabaikan panggilannya.
Sehingga dengan tangan yang sangat gemetar. Evan akan mengirim chat pada Icha.
Icha
Icha
Icha!!!
Icha adik sialan
Ichaaaa
Setan
Angkat setan panggilanku
Balas chatku
Ichaa!!!
Icha jelek
Icha bau!
Balas atau angkat panggilanku setan!
"Oh, s**t!”Umpat Evan lagi, di saat chat yang Evan kirim yang terakhir hanya garis 1. Artinya Icha sudah mematikan paket datanya di seberang sana.
Dan sepertinya Evan yang sudah berdiri di samping ranjangnya, tak putus asa. Wajah Evan terlihat tersenyum sinis saat in.
Ngapain chat Icha. Bisa saja Icha membonhonginya. Ingin mengacaukan harinya bahkan hidupnya.
Dasar b*****h kamu, Cha. Kamu sakit hati kan? Aku mabuk. Andai aku sadar, aku nggak akan nyentuh kamu. Nggak sudi , Cha... Ucap batin Evan penuh amarah dan Evan saat ini terlihat tersenyum tertahan di saat seseorang yang sedang Evan panggil saat ini, nomornya aktif dan sudah tersambung.
"Paman Tamar...angkat cepat, Paman..."Ucap Evan dengan geraman tertahannya.
Senyum licik, masih terbit begitu menyeramkan di kedua bibirnya.
"Anak sama ayah sama saja!"Ucap Evan nyaris teriak.
Sudah 4 kali Evan hubungi paman Tamar, tapi nihil. Hasilnya sama seperti Icha.
Tidak di angkat panggilannnya. Membuat Evan frustasi dan terlihat menjambak kasar dan kuat rambutnya saat ini.
"Oke, Cha. Sekali lagi, kamu nggak angkat panggilanku, malam ini juga kalau ada penerbangan ke Bima, aku akan pergi, Cha. Awas kamu, Cha. Kamu akan mampus di tangan kakak...."Ucap Evan tak main-main dengan raut seriusnya.
Icha menikah tak masalah! Yang jadi masalah, apakah... apakah Icha nikah karena Icha hamil anaknya? Itu yang sangat ingin Evan ketahui.
Dan sialan! Icha masih belum angkat panggilannya di seberang sana.
Dan hampir tangan Evan masuk ke aplikasi tra** untuk melihat dan membeli tiket pesawat. Tapi, urung di saat Evan ada ide.
Agar ia tak sekesal dan semarah ini. Evan... evan akan mengirim chat yang berisi makian dan cacian pada Icha.
Cukup wajah kamu yang jelek, Cha. Jangan tambah dengan sifat bohongmu lagi.
Kamu bohongkan mau nikah....
Hina saja Icha sepuas kakak. Biar kakak puas. Aku? Bohong? Enggak Kak. Icha memang akan nikah 4 hari lagi.
Tubuh Evan menegang kaku, pesannya sudah di baca Icha. Bahkan pesannya sudah Icha balas juga di seberang sana. Membacanya membuat Evan reflek jatuh terududuk di atas pinggiran ranjang.
Wajah Evan pucat pasih. Dan dengan gemetar, Evan mulai mengetik untuk membalas pesan Icha dan bertanya...apakah...
Kamu hamil anakku, makanya kamu nikah?
Rasanya jantung Evan ingin meledak, menanti balasan pesan Icha.
Dalam sekejap juga, keringat dingin sudah membasahi hampir seluruh tubuh Evan. Tubuh Evan yang tangannya terlihat mengepal kuat, melihat pesannya sudah Icha buka dan baca, tapi Icha tak langsung membalasnya.
Dan oleh karena itu, Evan menghubungi Icha bahkan via video call.
Tapi, sialan! Icha menolak panggilannya..
Dan hampir saja, Evan mengirim k********r lagi. Tapi, urung di saat ada pesan masuk dari Icha. Yaitu sebuah foto. Evan membuka tak sabar foto itu....
Dan deg
Jantung Evan rasanya ingin meledak melihat foto yang Icha kirim adalah 3 buah testpack
Dan pesan dari Icha kembali masuk.... dan membacanya , membuat Evan berjengit bangun dari dudukkannya...
Icha hamil, Kak. Hamil anak Kak Evan....
Wajah Evan seketika panik, pucat pasih. Hampir melempaar bahkan membanting begitu saja ponselnya. Tapi, tangan evan hanya melayang di udara di saat ada satu pesan yang masuk ke dalam ponselny lagi. Yaitu dari Icha ... Eevan membuka dan membaca cepat pesan itu...
Isinya membuat Evan tersenyum seketika bagai orang gila... yaitu ...
Aku hamil, Kak. Dan untungnya ada teman cowokku yang mau menolongku, mau mengakui anak ini sebagai anaknya....
"f**k, Cha. Kenapa nggak bilang dari tadi, Sayang. Aku nggak peduli kamu hamil, yang aku pedulikan, aku aman, dan hubunganku dengan Rania aman. Aku... sangat senang, ada laki-laki baik hati yang mau menolongmu..."
Ucap Evan benar-benar lega dan senang.
"Syukur ada yang mau akui anak itu ..."Ucap Evan sambil elus dadanya penug rasa lega