Dibodohi secara totalitas

1619 Kata
"Loh, udah selesai ngobrolnya, Cha?" Sumpah, ucapan dengan nada yang super lembut oleh Tamar papanya di atas membuat Icha kaget bukan main bahkan Icha hampir menjatuhkan ponsel papanya. Tapi untung saja Papanya Tamar sigap menangkap ponselnya. "Papa..."Ucap Icha dengan erangan tertahannnya. Dan Papa Icha terlihat mengernyitkan keningnya bingung akan reaksi dan rasa kagetanaknya barusan yang terlihat berlebihan. "Apa ada masalah? Cepat sekali kalian ngobrol? Apa yang di katakan Evan sama kamu, katanya Evan mau minta tolong kamu, tumbenan..."Ucap Papa Icha masih dengan raut penuh tanya dan bingung Icha melempar senyum lebar agar papanya yang sepertinya sedikit curiga karena ia melamun tadi, percaya kalau ia baik-baik saja saat ini. Tidak ada masalah. Dan jangan sampai papanya tahu, kalau keponakannya Evan sudah merusaknya 3 hari yang lalu. "Tadi Icha lagi mikir, Pa. Kak Evan minta tolong Icha untuk bikin cerpen tema keluarga bahagia. Jelas bukan untuk Kak Evan, Pa. Tapi untuk keponakan pacar Kak Evan...." "Dan Icha melamun juga ada alasan lain, Icha ngga enak sama Kak Evan. Sudah Icha bilang nggak usah bayar Icha, malah udah di transfer 2 juta..."Ucap Icha panjang lebar. Jelas, berisi kebohongan semata, tapi papanya terlihat percaya padanya, karena Tamar mengangguk-anggukan kepalanya paham saat ini. "Nggak usah merasa bersalah. Itu hasil keringat kamu. Kapan lagi kakakmu yang pelit itu mau keluar uang. Tidak apa-apa, jangan di pikirin. Artinya itu rejeki kamu juga...."Ucap Papa Icha dengan sungguh-sungguh dan Papa Icha juga terlihat mengelus sayang puncak kepala anaknya yang banyak berjasa dalam keluarga kecil mereka. Dan Tamar tak bohong, keponakannya yang satu itu, pelitnya bukan main, padahal hartanya sangat banyak, bukannya mengharap atau gila akan kekayaan orang atau kekayaan keluarga. Tapi, sifat pelit Evan itu sudah ada di luar wajar. Berani bilang lagi seret, padahal ya gitu.... Uanganya banyak, usahanya semakin berkembang pesat. "Ya, Pa. Icha paham..."Ucap Icha pelan akhirnya. "Ya, udah. Papa mau antar mama kamu ke alfamart, kamu, mama dan papa tinggal sebentar ya?" Icha mengangguk semangat dan penuh rasa lega. Sekali lagi, tidak ada yang boleh tahu dengan apa yang sudah terjadi antara dirinya dengan Kak Evan. Tidak ada yang boleh tahu! *** Yess Panggilannya akhirnya di angkat sama Rania.... Evan tersenyum lebar. "Hallo, Sayang..."Ucap Evan semangat. Dan s**t! Rasanya jantung Evan di dalam sana ingin meledak, di saat Rania memberikan senyum termanis untuk dirinya di seberang sana. "Hallo, Sayang. Bisa kamu lihat, aku udah ada di apart,"Rania memperlihatkan setiap sudut, apartemen yang di belikan oleh Evan 2 tahun yang lalu. Pada Evan. "Kamu enggak...." "Van... aku mau mandi dulu, gerah banget dan aku merasa sedikit pusing, mungkin dengan mandi, aku akan merasa segar...."Ucap Rania dengan raut bersalah dan menyesal. Dengan berat hati, Evan mengangguk mengijinkan. Padahal Evan masih kangen. Masih pengen dengar suara Rania... Tapi, benar. Rania barusan melakukan perjalanan panjang. Agar tubuhnnya segar, ya harus mandi. Perlahan tapi pasti, senyum Evan kembali terbit. "Ya, udah. Mandi dulu sana..." Klik Ucapan Evan terhenti telak di saat Rania mematikan panggilan mereka sepihak, tanpa ada kata pamit atau ungkapan cinta. Tapi, lagi... alasan karena Evan bucin pada Rania. Evan memahami. Rania pasti merasa sangat-sangat lengket dan gerah. Padahal, di apartemen nomor 3 yang Evan beli mahal untuk Rania 2 tahun yang lalu.... Bukan Rania yang memutuskan panggilan Evan. Tapi, Dimas lah yang memutuskan panggilan tadi. Dimas yang tinggal serumah dengan Rania. Dimas yang tinggal seranjang dengan Rania. Bahkan Dimas yang hampir di setiap malam, layaknya suami istru selalu berbagi kehangatan dengan Rania di atas ranjang. Seperti saat ini, dalam waktu seperkian detik. Dress Rania dengan muda di robek Dimas. Bahkan dalam sekejap, dengan pasrah dan wajah yang terlihat b*******h karena tangan Dimas ada pada pusat sensitifnya. Rania menerima begitu saja, ciuman dan cumbuan Dimas pada mulut, leher dan juga dadanya. Dan dalam watu 2 menit, tubuh Dimas dan Rania sudah menyatu. Rania memekik kuat, sakit sekaligus merasa enak di saat milik besar dan panjang Dimas menerobos masuk ke dalam miliknya "Ah, gerak dengan kasar dan kuat, Dimasss..."Teriak Rania keenakan. Dengan senang hati, sayang. Jawab hati Dimas girang di dalam sana. Nyatanya, Evan dengan menyedihkan bak orang gila dan bodoh karena sudah di tipu mentah dan di khianati sebesar-besarnya oleh Rania. Oleh Rania yang sedang b******a mungkin kesekian ratusan kali dengan Dimas sejak 5 tahun yang lalu.... *** Dimas menatap tak suka pada Rania yang sedang tersenyum-senyum saat ini. Rania yang barusan selesai mengobrol sekitar 1 jam lamanya dengan Evan. Cih. Akan Dimas buat, senyum yang ada di wajah Rania luntur saat ini juga. Tapi, sebelumnya. Dimas terlihat menarik nafas dalam, lalu di hembuskan dengan perlahan oleh laki-laki itu. "Udah selesai ngobrol dengan laki-laki bodoh dan super d***u itu?"Tanya Dimas datar. "Jangan hina dan ejek, Evan. Kalau dia bodoh, dia nggak akan bisa jadi pemimpin perusahaan..." "Dia bodoh karena tidak bisa membedakan mana w************n dan wanita baik-baik. Kamu udah di obok-obok olehku. Tapi, tak laki-laki itu sadari sedikitpun...." "Cukup, Dimas. Lebih baik bodoh, dari pada liar kayak kamu...." "Terserah, Rania..." "Aku mau kamu telpon Caca, dia kangen kamu, kamu sudah 2 mingguan nggak pernah telpon Caca anak ki..." "Diam bodoh. Dia bukan anakku..." "Dia anak kita! Jangan berbicara seperti itu, andai Caca dengar ia akan sedih dan dendam padamu. Dan sekali lagi, dia anak kita, anak yang ada karena kamu kebobolan 4 tahun yang lalu, segera telpon dia, Rania!" Ya, bahkan Dimas dan Rania tanpa Dimas ketahui, sudah memliki seorang putri yang berumur 3 tahun. Evan benar-benar di tipu mentah oleh Rania..... **** Rania menatap Evan penuh tanya. Pasalnya wajah Evan terlihat pucat dan agak keringatan saat ini. Apakah kekasihnya sakit? "Van..."Panggil Rania lembut. Rania yang datang dan nyampe pagi tadi dari Australia. Rania yang bahkan rela akan pulang pergi dari Australia- Indonesia untuk merayakan ulang tahun Evan yang ke 29 tahun. Bagiamana tidak rela, kalau ongkosnya, di tanggung Evan... Bahkan Rania akan mendapat uang juga dari Evan nanti. Jelas, atas paksaan dan rengekan Evan Rania datang di sela kesibukannya dalam menuntut ilmu. Evan yang bak anak kecil, ingin bahkan sangat ingin untuk tahun ini, ulang tahunnya ingin di rayakan dan di ucapkan secara langsung kata selamat dari Rania. Bukan melalui pesan atau video call seperti sebelumnya. "Ya, yang? Kenapa?"Tanya Evan lembut. "Kamu sakit, Van?"Tanya Rania cemas dengan tapak tangan yang sudah ada di atas kening Evan. Tidak panas. Malah terasa sedikit dingin dan basah kening Evan. Evan yang jelas menggeleng tegas, karena Evan merasa tidak sedang sakit saat ini. "Enggak, kamu salah lihat mungkin. Kalau gerah, ia, makanya aku keringatan..."Ucap Evan sambil memegang lembut tangan Rania yang masih ada di atas keningnya. "Benaran?"Tanya Rania cemas, untuk memastikan Mendapat anggukan mantap dan tegas dari Evan "Ya, Sayang. Terimah kasih sudah perhatian padaku... cup .."Ucap Evan lembut. Evan juga melabuhkan ciumnnya pada kening Rania, lembut, hangat dan penuh cinta. Tapi, sial! Evan menarik cepat kedua bibirnya dari kening Rania di saat rasa mual dan ingin muntah kembali menyapanya. Ya, yang buat wajah Evan pucat dan keringatan yaitu karena Evan merasa mual. Asam lambungnya pasti naik, karena Evan sepanjang hari kemarin tidak makan nasi sebutirpun dan banyak minum, minuman bersoda. Dan Evan tidak mau Rania nya panik, khawatir kalau ia merasa mual saat ini. "Aku udah kenyang, ni. Bisa antar aku ke suatu tempat..." "Bisa, kemanapun, aku sanggup dan siap mengantramu..."Potong Evan cepat ucapan Rania. Rania yang...cup mengecup sayang dan penuh terimah kasih pipi Evan. "Seharusnya bibirku yang kamu cium...." "Sudah tadi, nanti kamu kelepaskan. Kayak tadi. Dari make out hampir making love. Untung aku bisa kendalikan gairah kamu. Ingat, yang. Janji kamu. Kamu enggak akan rusak aku sebelum kita nikah..." "s**t! Jangan ucap hal itu, Sayang. Aku jadi nggak sabar pengen jadi orang pertama dan terakhir yang ada dalam diri kamu, yang memasuki kamu dengan penuh kelembutan, kasih sayang, dan cinta...." Mendengar ucapan antusias di atas, Rania hanya bisa tersenyum pahit dan masam..... Bukan kamu laki-laki pertamaku, tapi mantan dosenku dulu.... Dan kamu akan jadi laki-laki ke empat yang menikmati tubuhku, setelah, Dimas. Semoga rasa cintamu yang besar untumku, Van, bisa memaafkan aku yang tidak suci setelah kita menikah nanti, Van... ** Evan mengernyitkan keningnya bingung. Rania nggak salah datang ke tempat ini? Ke tempat toko yang menjual mainan anak-anak. Dan dari pada pusing, menebak apa yang akan Rania lakukan di sini, lebih baik Evan bertanya. Rania bahkan meninggalkan Evan di ambang pintu masuk dan Rania ada di lemari yang memajang bagian mainan anak perempuan. Boneka barbie. Rania sedang melihat-lihat dan bahkan sudah dan sedang memegang boneka-boneka cantik itu. "Ran..." panggil Evan lembut. "Ya... kamu tunggu bentar ya..."Ucap Rania tanpa menatap wajah Evan... Evan tak suka dan mengernyitkan keningnya bingung. "Kenapa kita ada di sini?"Tanya Evan dengan suara yang sudah sedikit berat. Rania sontak menatap kearah Evan dengan senyum manisnya. "Aku mau beli kado untuk keponakanku...."Ucap Rania lembut. Jelas, bohong. Tapi, beli kado untuk anaknya dengan Dimas yang benar. Anaknya dengan Dimas yang bernama Caca akan ulang tahun yang ke 3 tahun hari ini. Dan sialannya, ulang tahun anaknya sama dengan tanggal, hari, bahkan jam melahirkan kekasihnya Evan. "Loh, Van..."Pekik Rania tak suka di saat boneka yang ada di tangannya di ambils kasar oleh Evan. "Jangan di sini, ayo kita pergi beli ke toko yang lebih bagus dari ini..."Ucap Evan dengan nada lembutnya. Mendengarnya. Membuat Rania memekik girang. Tersenyum-senyum. Lihat lah, Cha. Calon papa tirimu sangat baik, royal dan cinta mati sama mama....Ucap Rania senang dan penuh kebanggaan. Tanpa sadar, kalau Evan yang jalan di sampingnya terlihat melamun... Evan yang melamunkan Icha dengan tiba-tiba di saat Evan mendengar kata keponakan dari mulut Rania. Bagiamana kabar Icha saat ini? Sejak 40 hari yang sudah berlalu hingga saat ini, Evan tidak tahu kabar Icha sedikitpun...tidak ada komunikasi juga. Apakah Icha hamil? Apakah Icha tidak hamil? Apakah Icha mengatakan hal yang benar kalau ia datang haidnya 40 hari yang lalu? Atau Icha hanya bohong? Sakit kepala Evan memikirkan semuanya.... tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN