Reinald POV
siang tadi ayah mengabari bahwa bunda sudah pulang dari Singapur, ya setelah aku akad dengan Hanna, bunda langsung pergi ke Singapur untuk menjalani serangkaiaan perawatan disana. setelah di pastikan keadaan bunda sudah membaik barulah bunda pulang kembali ke Bandung, namun walau demikian kata ayah, bunda masih tidak boleh banyak fikiran dan tidak boleh sampai terkejut.
aku tidak tahu sampai kapan aku menyembunyikan pernikahan ku dengan Raline, aku tahu Raline pasti sangat sedih dengan semua ini, sebisa mungkin aku tidak ingin menyakiti hatinya, maka dari itu selama ini aku bersikap cuek terhadap Hanna, padahal selama ini Raline juga meminta ku untuk menghabiskan waktu dengan Hanna, namun aku tidak melakukkan apa yang ia minta, aku tahu Raline bersikap seperti itu karena ia merasa tidak enak dengan Hanna, namun aku juga tahu, jika aku melakukkan apa yang ia minta, pasti ia akan terluka.
sore ini seperti biasa setelah pulang kerja, aku dan Raline menghabiskan waktu untuk sekedar menonton tv dan minum teh bersama, Hanna, istri pertamaku itu sekarang sudah punya kegiatan sendiri, sekarang ia mulai mengikuti kursus memasak, setidaknya aku berharap dengan adanya kegiatannya sekarang, ia bisa mengembangkan bakatnya itu, saat aku sedang memeluk Raline, tiba-tiba terdengar salam dan juga orang masuk.
Hanna ternyata, ia berbincang-bincang sebentar dengan Raline mengenai kelas memasak hari ini, semenjak aku menikahi Raline, kami tidak pernah berbincang-bincang lagi, bahkan ia juga sudah tidak mengambilkan ku makan seperti biasa lagi, namun ia masih tetap memasak dan mengurus rumah seperti biasanya, tidak ada senyum diwajahnya lagi, aku tahu penyebabnya, ya apalagi kalo bukan karena aku.
tapi tidak seperti biasanya, wajah itu terlihat lebih murung saat ini, biasanya jika ia berbincang dengan Raline, ia akan sedikit lebih luwes, namun kali ini ada pancaran kesedihan dalam wajahnya, bahkan ia juga tidak banyak bicara, setelah memberi bungkusan hasil karyanya hari ini ke Raline, ia bergegas begitu saja ke kamar.
oh iya ayah memintaku dan Hanna untuk pulang ke Bandung besok, aku sudah memberi tahu Raline bahwa aku akan ke Bandung dengan Hanna, sebenarnya aku sangat ingin membawanya, namun ia menolak, aku juga takut kedatangan Raline ke Bandung diketahui oleh keluargaku, aku tidak ingin menyakiti bunda, aku juga tidak ingin Raline terluka dengan sikap bunda padanya, meskipun ternyata aku sudah sangat menyakiti bunda.
karena maghrib sudah tiba, aku segera ke kamar untuk melaksanakan sholat maghrib, Raline sedang berhalangan, maka dari itu ia memilih ke dapur untuk menyiapkan makan malam. setelah sholat aku pergi ke kamar Hanna untuk mengabarkan tentang bunda, ketika ku ketuk tidak ada jawaban, lalu aku memasuki kamar Hanna, kamar yang selalu rapih, dan aku duduk di pinggiran kasurnya. mungkin ia sedang berwudhu pikirku. namun tak lama aku dibuat terpana oleh pemandangan yang ada, Hanna keluar dari kamar mandi dengan menggunakan handuk yang hanya menutupi separuh tubuhnya.
reflek ia membalikkan tubuhnya.
“ mas ada perlu apa kemari.” tanyanya.
aku tidak menjawab, tak sadar aku mendekatinya.
“ mas mau apa? tolong keluar dulu sebentar, aku mau pakai baju, nanti maghribnya keburu telat” lagi ia mengajakku berbicara.
lalu tiba-tiba aku mengecup leher jenjang Hanna dan bahu putih miliknya sampai meninggalkan bekas disana. sungguh tubuhnya seperti maghnet yang menarikku kuat. karena tidak ingin terbawa suasana akhirnya aku membisikkan sesuatu tepat di telinganya yang aku yakini membuatnya meremang.
“ cepatlah pakai bajumu, sebelum aku menerkammu.”
setelahnya aku meninggalkannya seorang diri di kamar. sungguh berdua dan berdekatan dengan Hanna sangat-sangat membangkitkan hasratku, aku juga tidak tahu mengapa demikian, lalu aku bergegas menuju dapur, disasa Raline sedang menata makanan, karena masih terdapat sisa-sisa gairah segera aku membalikkan tubuh Raline, dan menciumnya secara agresif, sayang sekali Raline sedang datang bulan, jika tidak sudah aku pastikan aku akan membopongnya dan mengurungnya semalaman di kamar.
entah sudah berapa lama kami saling berciuman dan bercuumbu di dapur, dan seketika Raline memukul dadaku karena merasa kehabisan nafas. ku seka bibirnya yang sedikit bengkak karena ciuman kami tadi.
“ nafsu banget sih Rei.”
“ aku gemes sama kamu, kalo aja kamu lagi gak dateng bulan, udah aku kurung kamu di kamar”
Raline hanya tersenyum dan berkata. “ kan ada Hanna, istri kamu juga, jangan didiemin dong istrinya, nanti kalo diambil yang lain nyesel kamu.”
“ sudah jangan bahas yang lain, aku sudah sangat lapar. ayo makan!”
“ sana panggil Hanna dulu, tumben dia belum turun.”
“ kamu aja sana yang panggil”
“ aku masih harus nerusin masakkan aku dulu Rei, dikit lagi”
“ oke aku yang panggil dia.”
“ kamu udah bilang belum, kalo kalian akan ke Bandung besok.”
“ belum, nanti aja sehabis makan sekalian.”
“ ya udah sana panggilin Hanna nya.”
aku langsung menghampiri Hanna yang ada di kamarnya, pintunya tidak tertutup rapat, dari celah aku dapat melihat Hanna sedang berdiri di balkon kamar. tubuhnya terlihat bergetar, dapat ku pastikan ia sedang menangis. suara isakkannya memang tidak terlalu keras, namun aku masih dapat mendengarnya, isakkannya sangat memilukan hati siapapun yang mendengarnya, ada apa ia menangis?.
ingin ku hampiri dirinya dan membawanya dalam pelukkanku, namun egoku melarangnya, karena tak tahan melihat Hanna menangis, akhirnya aku menjauh dari kamarnya, sungguh aku tidak tahan melihat tangisannya, dan aku tahu, akulah salah satu dari penyebab tangisannya itu.
dengan gontai aku menuruni tangga, ternyata sikapku selama ini sudah sangat menyakitinya, aku sadar tak seharusnya aku bersikap demikian, tapi rasa cintaku kepada Raline membuatku tidak sanggup jika harus melihat Raline bersedih jika aku bersama Hanna, walau selama ini Raline menyuruhku membagi waktu dengan Hanna, pasti jauh didalam lubuk hatinya ia merasa cemburu juga kan?
“ loh Rei, Hanna nya mana, kok kamu sendirian?”
“ Hanna nya sedang sholat, mungkin nanti sehabis sholat dia turun.” jawabku berbohong pada Raline, untung saja tadi adzan isya berkumandang.
“ ya sudah kita tunggu saja ya.”
lama kami menunggu tidak ada tanda-tanda Hanna akan turun.
“ ini udah lama banget Rei, sini biar aku yang susul.”
tak lama Raline kembali seorang diri, aku pun penasaran kenapa Hanna tidak ikut turun.
“ Hanna nya udah tidur Rei, tumben banget ya.”
“ mungkin dia kelelahan sayang, ya sudah ayo kita makan.”
lalu aku melihat Raline menyisihkan beberapa makanan ke dalam piring lain. karena merasa aku heran dengannya ia berbicara.
“ buat Hanna, siapa tahu nanti dia bangun karena merasa lapar tengah malam, jadi dia gak usah repot masak lagi.”
setelahnya kami memulai makan malam kami, sesungguhnya aku merasa sedikit merindukan perhatian Hanna, ketika kami makan ia selalu melayaniku, mengambilkanku makan dan menuangkan air minum untukku. apa mungkin jika aku tidak bertemu kembali dengan Raline, pernikahanku dengan Hanna akan berjalan dengan baik? bukankah sebelum saat aku bertemu dengan Raline, paginya kami saling bercuumbu? ah tidak, tidak, tidak, apa yang aku fikirkan.
pernikahanku dengan Raline memang sudah seharusnya terjadi, karena kami sama-sama saling mencintai, maafkan aku Hanna, aku berharap kelak jika memang kita berpisah, akan ada lelaki yang baik hati yang akan menerimamu apa adanya, dan juga mencintaimu dengan sangat besar, aku berjanji jika semua sudah baik-baik saja, aku akan menerima permintaan ceraimu, dan untuk itu aku tidak akan menyentuhmu, agar orang yang akan menyentuhmu nanti adalah orang yang sangat mencintaimu.
maafkan jika semua ini sangat menyakitkan untukmu, namun aku sangat yakin kamu akan menemukan kebahagiaanmu sendiri suatu saat nanti.
Reinald POV end
Hanna terbangun dari tidurnya, dilihatnya jam di hp nya sudah menunjukkan waktu tengah malam.
“ lama juga aku tertidur, Astaghfirullah, aku belum sholat isya.”
segera saja Hanna membasuh muka dan juga berwudhu.
selepas sholat ia berdoa.
“ ya Allah ya Tuhan ku, sesungguhnya engkau maha mengetahui segala sesuatu, tidak ada yang bisa hamba sembunyikan darimu termasuk kegundahan hatiku saat ini, ya Allah, jika memang engkau menakdirkanku untuk menjalani pernikahan poligami ini, maka aku akan berusaha ikhlas menjalaninya, namun bolehkah hambamu ini meminta sedikit saja darimu? ya Allah, tolong buka hati suamiku, agar ia tidak bersikap acuh terhadapku, sikapnya yang demikuan sungguh sangat menyakitiku, jika memang kami harus menerima pernikahan ini tolong beri keluasan hati pada maduku agar ia bersedia membagi cinta suaminya untukku, dan tolong berkahi pernikahan kami semua, namun jika memang pernikahan ini hanya membawa luka bagi kami, tolong pisahkan kami, dan beri kami jalan agar kami dapat mengakhiri pernikahan ini tanpa harus menyakiti satu sama lain, ya Allah, jika memang pada akhirnya aku dan mas Rei harus berpisah, tolong berikan aku kekuatan untuk menerimanya, hamba juga memohon agar engkau selalu menjaga bunda, dan kuatkan hatinya agar ia bisa menerima semuanya, menerima jika aku dan mas Rei memang tidak berjodoh, dan juga menerima mbak Raline sebagai menantunya. sudah, hamba mempasrahkan semuanya kepadamu, bagaimanapun kedepannya hamba pasrah.”
setelah merasa tenang setelah sholat dan berdoa, Hanna memutuskan untuk turun,karena ia merasa lapar, mungkin ia akan memakan sesuatu untuk mengganjal perutnya. setelah sampai dapur ia melihat masih ada lauk yang mungkin memang sengaja dipisahkan untuknya. ia langsung saja megambil nasi dan lauk-pauk untuk dirinya sendiri.
ketika sedang asyik menyuap tiba-tiba seseorang duduk dihadapannya.
“ kenapa baru makan?” tanyanya
“ tadi ketiduran.” jawabku sekenanya
“ ya sudah habiskan makanmu, ada yang ingin saya sampaikan. saya tunggu di ruang tamu ya”
aku hanya mengangguk saja tanpa menjawabnya.
setelah selesai makan dan juga membersihkan bekas makanku, aku menghampirinya, aku duduk dihadapannya.
tak ingin memandangnya, aku hanya menundukkan pandanganku.
“ besok kita pulang ke Bandung, kata ayah bunda sudah pulang dari Singapur. mungkin kita akan menginap disana beberapa hari”
lagi, aku hanya mengangguk sebagai jawabannya.
“ Hanna saya minta tolong rahasiakan yang terjadi kepada siapapun.”
“ aku mengerti, sudahkan gak ada yang perlu dibicarakan?”
“ iya”
“ kalau begitu permisi”
tanpa mengucap kata lagi, Hanna meninggalkan Reinald, suaminya.
***
pagi ini kami sedang dalam perjalanan menuju rumah bunda, selama perjalanan tak ada satu kata patahpun yang terucap dari kami, mas Rei diam, akupun enggan berbicara. sampai akhirnya kami sampai di rumah bunda, ku lihat ayah dan bunda sudah menunggu kedatangan kami, langsung saja aku tersenyum melihatnya, aku sungguh menyayangi ayah dan bunda.
“ wah anak-anak bunda udah pada dateng.”
mas Rei menyalami ayah dan bunda dan juga memeluknya, aku pun melakukkan hal yang sama.
“ bunda gimana kabarnya sekarang” Tanya mas Rei.
“ Alhamdulillah sehat sayang, bunda harap kalian bawa kabar yang baik.”
bunda berbicara sangat gembira sambil megelus perutku. aku paham maksud pembicaraannya. aku dan mas Rei saling pandang.
“ jadi kapan bunda dapet cucu dari kalian, bunda harap bunda masih dikasih banyak waktu buat mengurus cucu-cucu bunda.”
ayah bagas melerai pembicaraan kami.
“ diajak masuk dulu dong bun anak-anaknya, kan mereka habis dalam perjalanan jauh, kita ngobrol di dalem aja biar lebih enak.”
“ ah iya yah, maaf saking kangennya sama mereka yah.”
setelahnya kami pun masuk ke dalam rumah.
namun akhirnya kami tidak jadi berbincang, karena bunda menyuruh kami istirahat sejenak di kamar, masih ada banyak waktu sebelum makan siang.karena kami sedang di rumah bunda, jadi tidak mungkinkan kami tidur di kamar yang terpisah?
sesampainya di kamar.
“ kalo kamu mau istirahat, silahkan di kasur, biar saya istirahat di sofa.”
dan lagi aku hanya mengangguki perkataannya, entah aku sangat malas berhadapan dengannya.
setelah membersihkan diri aku merebahkan tubuhku di kasur, aku benar-benar merasa lelah, karena sehabis makan semalam, aku jadi tidak bisa tidur, baru bisa tidur setelah jam 3, itupun harus kembali bangun untuk sholat subuh, tak lama aku pun terpejam.