Reinald POV
sungguh aku tidak tahu akan dibawa kemana hubungan pernikahan ini, aku meyakini di dalam hatiku sepenuhnya hanyalah masih mencintai Raline, tapi entah kenapa Hanna seakan memiliki maghnet yang terus membuatku candu ingin selalu di dekatnya, mungkin ini adalah hanya kecanduan semu saja, kecanduan karena kegiatan yang baru pertama kali ku rasa seumur hidup, menyentuh seorang wanita sejauh itu. meskipun aku dan Raline telah lama menjalin kasih, nyatanya aku tidak pernah berbuat jauh kepadanya, bagiku melindungi kehormatannya adalah sebuah kewajiban, aku akan menyentuhnya setelah kami resmi tentunya. aku hanya akan mencium keningnya saja sebagai tanda kasih cintaku, tidak pernah lebih dari itu.
ya aku meyakini yang terjadi denganku dan Hanna adalah kesenangan semata, aku tidak mencintainya, anggap saja itu sebagai nafkah batin dari suami untuk istrinya. walaupun aku belum sampai intinya karena ia sedang halangan, hahh.. mungkin jika tidak sedang halangan aku sudah menyentuhnya sampai jauh, aku tidak menyangka istri kecilku itu sangat-sangat membangkitkan sisi primitifku ini, hanya melihat wajahnya yang selalu merona saja membuatku ingin melumat bibirnya, ditambah aku baru mengetahui bahwa dibalik tubuhnya yang kecil ternyata ia menyimpan tubuh yang sangat indah menurutku, tubuh layaknya wanita dewasa yang matang, padahal ia masih 19 tahun. gila, pasti aku sudah gila, tubuhnya benar-benar membuat candu.
pesawat yang membawaku terbang sebentar lagi akan landing, mebawaku ke salah satu tempat yang memanjakan mata dengan ke indahan alamnya, aku dan Raline pernah memimpikan akan berbulan madu romantis disini ketika kami resmi menikah, padahal jika ia mau aku bisa membawanya keliling dunia, namun baginya bali adalah tempat yang sangat romantis untuk bulan madu, saling memadu kasih dengan orang yang dicinta, menikmati sunrise dan juga sunset bersama pasangan, berjalan kaki sambil bercanda menyusuri pantai di sore hari, menikmati makan malam di pinggir pantai dengan dihiasi lilin- lilin yang menambah keromantisan pasangan, saling berbagi cerita diatas tempat tidur, dan tentu saja setelahnya bercinta sepanjang malam, tidak, yang terakhir adalah tambahan dariku, hanya untuk menggodanya saat itu, ahh aku sangat merindukannya. tuhan tolong kembalikan dirinya kepadaku.
“pak ini kunci kamar anda, kamar saya disebelah kamar anda, jika anda membutuhkan sesuatu silahkan hubungi saya”
ucapan Doni sekertarisku membuyarkan lamunanku tentang Raline, kini aku sudah memasuki kamar untuk sejenak beristirahat, karena aku akan bertemu dengan klien ku jam 4 sore nanti, ku rebahkan diriku sejenak untuk merilekskan otot-ototku yang tegang, masih ada beberapa waktu lagi sebelum bertemu klien, jadi ku putuskan untuk tidur sebentar, ahh tak lupa aku mengabari istri kecilku bahwasanya aku sudah sampai dengan selamat dan sedang istirahat sebentar di hotel. setelahnya aku pun terpejam.
***
kini aku sudah berada di salah satu café bersama sekertarisku dan juga clienku, Arjuna Wicaksana, salah seorang pengusaha lokal yang sukses dengan usaha propertinya.
“ selamat datang di Bali pak Reinald, senang bisa berjumpa dengan anda, maaf jika saya tidak bisa menyambangi anda ke Jakarta, istri saya sedang hamil besar, saya tidak ingin meninggalkannya.”
“ senang berjumpa dengan anda juga pak Arjuna, tidak mengapa hitung-hitung saya kerja sambil jalan-jalan bukan?”
“ jadi seperti yang pak Reinald ketahui, saya sedang ingin membangun sebuah resort, saya ingin pak Reinald membuat design resort yang mewah dan juga elegan, tetapi tidak menghilangkan nilai budaya balinya. saya mempunyai lahan seluas 10 hektar untuk resort tersebut.”
“ baik, apa bapak ingin menambahkan tambahan khusus untuk designnya?”
“ iya, saya ingin resort ini ditanamkan beberapa tumbuhan agar menambah kesan asri dan adem pak Reinald, saya juga ingin ada litte garden untuk menjadikannya salah satu spot yang ada di resort ini.”
sejam kemudian pertemuan ini usai, karna merasa bosan ku putuskan untuk berjalan-jalan sebentar ke pantai, hanya sendiri, karena Doni sudah terlebih dahulu balik ke hotel. pantai adalah kesukaan Raline, di masa-masa kami pacaran dulu, kami sering kali menghabiskan waktu di pantai, berjalan santai sambil bercerita, lalu duduk dipantai menikmati senja.
aku benar-benar merindukannya… andai saja aku bisa bertemu dengannya, aku tidak akan melepasnya lagi, tidak akan. ku telusuri sepanjang jalan di pantai ini, pantai ini lebih sepi dari pantai sekitarnya, semburat jingga menghiasi awan, cantik, sangat cantik, kita dapat melihat matahari yang perlahan tenggelam, dalam keindahan alam kususuri pandanganku keseliling, dan aku dibuat terpaku dengan sesosok perempuan yang mengenakan midi dress panjang motif floral berwarna pink, dengan rambut panjang yang dibiarkan terurai ditambah topi pantai yang menghiasi kepalanya, menambah kesan anggun bagi yang memakainya, tak sadar aku terus berjalan perlahan menghampirinya, ia masih tidak sadar akan kedatangaku, karena ia masih mengagumi keindahan sang jingga.
dengan penuh keyakinan ku panggil namanya, nama yang selalu menghiasi pikiranku, nama yang masih bersemayam indah di hatiku, tak akan ada yang bisa menggantikannya.
“ Raline..” ucapku lirih, meski pelan namun sang empunya nama masih bisa mendengarnya, ia berbalik arah menghadapku, dapat ku lihat raut keterkejutan di wajah cantiknya.
tak lama ia berjalan menghindariku, reflek aku mengejarnya dan mencoba menggapai tangannya.
“ Raline.. tunggu, tolong tunggu.” sambil ku pegang pergelangan tangannya.
“ lepas Rei, aku mau pergi.” sambil ia berusaha membebaskan tangannya.
tanpa mendengar perintahnya, aku langsung membawanya dalam dekapanku, sungguh aku sangat merindukannya.
“ sayang, tolong jangan pergi, aku sangat merindukanmu.” sambil ku kecupi kepalanya.
“ lepas Reinald, kita tidak bisa seperti ini, ingat kamu sudah menikah, saat ini kamu telah menjadi suami orang, aku gak ingin ada yang salah paham, kalo sampe ada yang lihat kita kaya gini.”
masih tetap memeluknya ku gelengkan kepala.
“ enggak Raline, aku gak akan melepas kamu, aku mau kamu, aku mau kita sama-sama lagi seperti dulu, tolong jangan pergi lagi dariku.”
tanpa terasa kami saling menangis, menangisi takdir yang tak berpihak pada kami.
“ tolong Rei lepas, aku harus pergi, aku mau pulang, sudah maghrib”
“ aku antar kamu pulang, katakan kamu tinggal dimana sekarang”
“ enggak Rei, aku bisa pulang sendiri, tolong lepas pelukannya.”
sambil melepas pelukan, ku Tarik dagunya agar ia bisa melihat ku.
“ sayang look at me, aku ada disini, aku menemukanmu, setelah sekian lama aku kehilanganmu, aku gak akan melepaskanmu, gak akan pernah. jadi tolong katakan dimana kamu tinggal, ini sudah maghrib, kita akan bicara dengan tenang disana dan sekalian aku ingin menumpang sholat di tempatmu, apa boleh?”
dengan ragu akhirnya ia menganggukkan kepalanya, lalu setelahnya kami berjalan beriringan menuju tempat tinggal Raline, sekarang, ku coba untuk mengaitkan jari kami, namun ia menolak.
“ jangan begini Rei, ingat kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi, aku mohon.”
ku bawa telapak tangannya, lalu ku kecup jemarinya.
“ jangan ucapkan itu sayang, ku mohon, sampai kapan pun Reinald hanya untuk Raline, begitupun sebaliknya, tidak ada yang berubah diantara kita, selamanya kita akan tetap bersama, aku akan pastikan itu, sekarang kita nikmati saja waktu berdua ini, anggap saja takdir menjawab mimpi-mimpi kita waktu itu, berjalan santai sambil bergandengan tangan, menikmati indahnya matahari tenggelam, hanya ada kita berdua, aku dan kamu, tolong lupakan masalah yang ada, nikmati saja kebersamaan kita saat ini.”
lalu setelahnya kami berjalan beriringan menuju tempat tinggal Raline, tak menyiakan kesempatan ku bawa tubuh raline, dalam dekapan ku, sungguh aku ingin agar waktu bisa berhenti sebentar saja, agar aku terus bisa menikmati kebersamaanku dengan Raline, kekasihku.