Suara adzan shubuh pun berkumandang, membangunkan jiwa-jiwa yang terlelap untuk segera menghadap Rabb nya, begitu juga dengan gadis cantik yang semalaman menangis sampai terlelap, Hanna segera bangun lalu bergegas ke kamar mandi tak lupa ia mandi sebentar agar tubuhnya merasa lebih segar, tak butuh waktu lama karna takut waktu subuh cepat berlalu, beres mandi ia segerakan untuk melaksanakan sholat 2 rakaat tersebut, setelahnya tak lupa ia berdoa dengan segenap jiwa kepada Tuhannya.
“ ya Allah ya Tuhanku, sesungguhnya engkau telah mengetahui apa yang telah terjadi kepada diriku ini, engkau telah mengetahui prahara apa yang sedang menimpa rumah tanggaku ini, rumah tangga yang baru saja ku jalani, aku tidak meminta banyak kepadamu ya Rabb… cukup tolong engkau lapangkan kesabaran hamba mu ini, aku tidak tahu bagaimana nasib rumah tangga yang baru ku jalani ini ya Rabb, jika memang takdir ku harus bersama mas Rei, tolong lembutkan hatinya agar ia sudi menjalani bahtera rumah tangga ini bersamaku, hapuskan segala kesedihan yang menimpanya, tolong bukakan hatinya untuk bisa sedikit menerimaku disisinya, aku tahu bahwa ia masih sangat mencinta kekasihnya, namun bukankah engkau yang maha membolak balikkan hati? jadi apa yang tidak mungkin engkau lakukan. Rabbanaa aatiinaa fiiddunya hasanah, wa fii alkhiraati hasanah wa qinaa adzabannar… aamiin allahumma aamiin.”
Setelah selesai sholat ku bergegas menuju ke dapur, bagaimanapun sekarang aku ini seorang istri, mau secuek apapun mas Rei terhadapku, aku harus selalu melayaninya, dan juga bersikap baik tentunya, ku lihat tak banyak bahan-bahan yang ada di dapur setelah melihat bahan-bahan ku putuskan untuk membuat nasi goreng, karna di kulkas hanya tersedia cabai dan bawang, telur, bakso dan sosis. tidak ada sayuran apapun, hanya ada beberapa buah menghiasi kulkas. setelah memasak nasi di rice cooker aku lanjutkan untuk menyiangi bumbu-bumbu dan pelengkapnya, aku tak tahu apa ia akan suka masakanku, aku hanya melakukannya sebagai bentuk kewajibanku, aku tidak ingin memaksa, biarlah waktu yang akan menunjukkan segalanya, mau dibawa kemana hubungan ini. karna aku mengingat mas rei sangat tidak suka pedas, jadi ku putuskan tidak menambahkan cabai ke dalam masakkanku.
setelah matang masakkanku, langsung saja ku sajikan ke meja makan, jam telah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, tak lupa juga aku menyiapkan teh sebagai minuman pagi ini. ku lihat mas Rei menuruni tangga ternyata ia sudah rapih dengan pakaian kantornya, aku jadi mengingat kantor ku, seminggu sebelum menikah bunda meminta ku resign dari pekerjaan, katanya mas Rei mampu memenuhi segala kebutuhanku, dan aku diminta fokus untuk mengurus rumah tangga kami.
melihat mas Rei memasuki dapur, ku beranikan diri menyapanya. “ pagi mas Rei, mas sudah mau ke kantor?”
Dan ia hanya berdehem sebagai jawabannya. tak menyerah sampai situ, ku tawari mas Rei agar makan terlebih dahulu. “ ma..maaf mas, aku sudah memasak nasi goreng apa mas Rei ingin makan sekarang? biar aku ambilkan” langsung saja aku membalikkan piring dan segera mengisinya dengan nasi goreng yang telah aku buat, namun suara mas Rei segera menghentikan kegiatan ku ini.
“ tidak perlu, saya akan sarapan di kantor, lagi pula saya tidak terbiasa makan-makanan berat saat sarapan. ah iya bukankah sudah ku katakkan semalam untuk tidak bersikap layaknya kita ini suami istri, jadi tidak perlu kamu mengurusi keperluan saya, saya bisa mengurusnya sendiri, kamu hanya perlu mengurus urusan kamu sendiri.”
ku gigit bibir bawahku agar aku tidak menangis di hadapan mas Rei, sebenci itukah dirinya terhadapku. sambil meletakkan amplop coklat diatas meja mas Rei berbicara “ ini uang untuk kamu, gunakan sesuka kamu, jika masih kurang kamu bisa minta kepada saya, saya akan memenuhi segala kebutuhan kamu seperti yang bunda katakan, anggap saja itu konpensasi karna bunda meminta kamu resign dari pekerjaan dan juga konpensasi karna bunda meminta mu menikah dengan saya.” setelahnya ia pergi meninggalkan ku seorang diri di dapur.
luruh sudah air mataku, tak tahu sudah berapa kali aku menangis dari semalam, ya Tuhan kenapa sulit sekali menyentuh hatinya, tidak.. aku tidak boleh patah semangat, aku harus bisa mengambil hati mas Rei, meski berat aku harus tetap berusaha, aku yakin suatu saat nanti ia akan luluh dan membuka hatinya untukku, perlahan, aku harus bersabar, aku harus mengingat nasihat ibu Arini kepadaku kemarin sebelum akad, jika ia keras aku harus lembut, jika ia api aku harus menjadi air, aku harus bisa menyentuh hatinya, aku akan terus berusaha untuk memperbaiki keadaan diantara kami, ya itulah sekarang tekadku. bismillah semoga Allah selalu melangkah bersamaku.
ku dengar tukang sayur keliling berhenti depan rumah, segara ku basuh wajahku di kamar mandi yang ada di sebelah dapur untuk menyegarkan bekas sisa-sisa air mataku, ku lihat beberapa ibu-ibu yang sudah mengerubungi abang tukang sayur, sebenarnya aku masih segan namun mengingat bahan-bahan masakan tidak ada di kulkas maka aku memutuskan untuk membelinya, setelah sampai dapat ku lihat ibu antusias bertanya-tanya tentang aku si penghuni baru di rumah mas rei.
“ mbak ini istrinya mas Reinald ya? perkenalkan saya ibu Ida istri ketua RT disini, waktu itu mas Reinald datang untuk meminta izin bahwa ia akan menikah, jadi takut ia lupa izin kalau udah bawa istrinya ke rumah, makannya ngabarin kalau melihat perempuan di rumah berarti itu istrinya, begitu izinnya.”
sambil tersenyum ku sambut uluran tangan bu RT, wanita yang ku perkirakan berumur 50 tahunan itu. “ iya ibu, perkenalkan nama saya Hanna” ibu- ibu yang lain pun antusias untuk berkenalan, seenggaknya aku bersyukur bahwa ibu-ibu disini sangat ramah terhadap orang baru.
“ biasanya kalo setiap malam jum’at ada pengajian khusus ibu-ibu di mushola, mbak Hanna kalo berkenan bisa ikut gabung juga bersama yang lain”
“ insya allah ibu saya akan ikut gabung di pengajian”
“ ya sudah ya mbak Hanna, kalau ada sesuatu yang ingin ditanyakan, tanyakan saja pada saya atau ke yang lain ya, tenang saja mbak Hanna, ibu-ibu disini sangat ramah kok, mbak Hanna tidak perlu segan ya. ya sudah saya pamit pulang duluan ya, mari mbak Hanna, bu ibu yang lain, saya pamit pulang dulu, assalamualaikum”
serempak kami menjawab salam bu RT “ waalaikumsalam”.
setelah selesai belanja pun aku segera masuk di rumah, lumayan banyak belanjaan yang ku beli, aku tidak tahu mas Rei menyukai makanan apa, aku hanya berharap dia sudi memakan makanan yang aku masak, tak apa itu sudah lebih dari cukup untukku, ku susun belanjaan ku ke dalam kulkas, beruntung rumah ini memiliki kulkas cukup besar, setelah beres memilah-milah bahan belanjaanku, ku lanjutkan dengan membersihkan rumah ini, tak ada satupun ruangan yang luput dariku, termasuk kamar mas Rei, bukan aku bermaksud untuk tidak sopan memasuki ruangannya, hanya saja aku memang berniat membersihkannya, hanya satu ruangan yang ada di pojok lantai atas yang tak aku bersihkan, karna ruangan itu terkunci.
setelah ku pastikan bersih semua, aku putuskan untuk rehat sejenak, karna ini benar-benar melelahkan, aku sangat tidak bernafsu untuk makan siang, mungkin nanti sore aku akan memasak utuk mas Rei, pasti ia akan merasa lapar bukan setelah lelah bekerja seharian?
***
akhirnya beres juga masakanku, di meja sudah tersedia sayur capcai seafood, juga ada ayam goreng dan juga tahu tempe,lalapan dan juga tak lupa sambal terasi untukku, tentu saja untukku, karna mas Rei sangat tidak menyukai pedas. setelah ku pastikan hidangan sudah tertata rapih diatas meja makan, maka aku segera membersihkan tubuh, dan bersiap sholat maghrib, bukankah menyambut suami dalam keadaan bersih dan wangi itu dianjurkan?
setelah selesai sholat ku tunggu mas Rei di ruang tv, sebenarnya aku tidak tahu dia akan pulang jam berapa, namun aku ingin menunggunya, aku ingin menyambutnya setelah ia lelah bekerja seharian, memberikan senyum terbaik untuknya, walau ku tahu keadaan kita sedang tidak baik-baik saja, setidaknya aku ingin berjuang untuk rumah tanggaku ini.
tak lama ku dengar suara mobil masuk ke garasi, itu pasti mas Rei, segera aku membuka pintu, dapat ku lihat raut wajah mas Rei yang kusut, apa pekerjaannya sangat banyak di kantor? sehingga ia terlihat sangat kelelahan.
“ assalamualaikum “
“ waalaikumsalam mas, sini biar aku bantu bawa tasnya mas” ku ulurkan tangan ku untuk mengambil alih tas nya.
“ tidak perlu, saya bisa sendiri” hmm lagi-lagi penolakkan yang ku dapat. tak menyerah ku ulurkan sekali lagi tanganku, ia mengernyit heran. “ apalagi, sudah saya katakkan saya bisa membawanya sendiri”
“ tidak mas, aku Cuma mau menyalami mas saja, apa boleh?” ku tatap mas Rei dengan gugup. tapi ternyata ia tak menolak permintaanku, syukurlah… ku salami tangan mas Rei dengan takzim.
“ mas sudah makan?, hmm aku sudah memasak makan malam untuk mas Rei” kali ini aku tidak berani menatapnya.
“ saya akan bersihkan diri dulu baru setelah itu makan” setelahnya ia berlalu begitu saja ke kamar. tak mengapa ini sudah lebih dari cukup untukku, ia mau memakan masakkanku.
setelah mandi mas Rei langsung duduk di meja makan, aku berusaha untuk melayaninya, aku menyendokkan nasi beserta lauknya. “ apa segini cukup mas? mau pakai lauk apa?”
“ saya mau sayur juga ayam gorengnya boleh, tidak perlu pakai sambal” ku serahkan piring yang telah berisi makanan itu untuk mas Rei, tak lupa aku menuangkan air putih untuknya juga, baru setelahnya aku menyendok untukku sendiri. kami makan dalam diam, tak ada pembicaraan yang menyelingi makan malam kami.
hmm enak juga ternyata masakkan Hanna, aku masih merasa menyesal telah membentaknya kemarin malam, mungkin aku akan mencoba menerima pernikahan ini. dia perempuan yang baik, meski aku sudah menyakiti hatinya sedemikian rupa, namun ia masih melayaniku dengan sangat baik. ahh.. apa aku harus melupakan cintaku, dan membuka lembaran baru bersama Hanna, aku pun tidak tahu keberadaan Raline dimana sekarang, tiba-tiba ia pergi menghilang setelah mendengar kabar aku akan menikah dengan gadis pilihan bunda. mungkin setelah makan aku akan mengajak hanna berbincang sebentar mengenai pernikahan kami kedepannya, aku akan berusaha menerima pernikahan ini.
“ saya sudah selesai, bisa kita bicara sebentar di ruang tamu?”
“ baik mas, apa mas mau minum teh atau kopi? biar aku buatkan”
“ tolong buatkan saya teh aja, jangan terlalu manis ya”
aku haya mengangguk sebagai jawabannya, setelah membereskan bekas makan kami, ku lanjutkan dengan membuat teh untuk mas Rei, lalu segera membawanya ke ruang tamu.
“ ini mas teh nya” ku letakkan cangkir tersebut ke atas meja.
“ terimakasih, ada yang ingin saya bicarakan, saya harap kamu memahaminya dengan baik”
senyap dapat ku lihat mas Rei mendenguskan nafasnya dengan kasar
“ maaf, saya minta maaf untuk kejadian semalam, maaf karna saya lepas kontrol memarahimu, saya hanya merasa ini semua begitu mendadak, maafkan saya yang melampiaskan segala kemarahan saya kepadamu.”
aku hanya diam mendengar segala ucapannya.
“ mungkin saya akan menceritakan sedikit kisah kepadamu, sebenarnya saya sudah memiliki kekasih, Raline namanya, kami menjalin hubungan sejak kami sama-sama baru memasuki SMA, awalnya hubungan kami berjalan lancar, bunda juga sudah mengenalnya, ketika kami akan melanjutkan hubungan kami untuk lebih serius, tiba-tiba saja bunda memutuskan hubungan ini, saya tidak mengerti apa yang salah, namun ketika keluarga saya dan keluarga Raline yang dihadiri oleh om dan tantenya, bunda langsung memutuskan semuanya begitu saja, awalnya saya coba memahami, apa mungkin ada kejadian dimasalalu, antara bunda dan keluarga Raline, saya memberi bunda waktu agar bisa membujuk bunda untuk merestui kami, namun ketika diajak bicara tentang hubungan kami bunda selalu marah, bahkan pernah mengancam akan mengakhiri hidupnya jika kami masih berhubungan, akhirnya kami mengalah dan berfikir mungkin bunda butuh banyak waktu, namun seiring dengan berjalannya waktu, malah bunda menjodohkan kita, saya ingin menolak tapi saya tak kuasa untuk menolak bunda, saya sangat menyayangi bunda, namun disisi lain hati saya sangat sedih mengingat saya tidak dapat menikah dengan pujaan hati saya.”
aku hanya membungkam bibirku, tidak tahu harus menanggapi dengan apa, aku mengerti perasaan mas Rei, walaupun aku tidak pernah memiliki kekasih, tapi aku paham bagaimana dua insan yang saling menyayangi harus dipisahkan karna tidak mendapat restu, apalagi mengingat hubungan mereka sudah terjalin sangat lama, aku menjadi ragu, apa aku bisa mengambil sedikit saja tempat di hati mas Rei, yang sudah terisi penuh oleh wanita bernama Raline itu.
“ saya tidak bermaksud apa-apa menceritakan kisah ini kepadamu, saya hanya ingin kamu tahu, tidak mudah untuk saya memberi hati ke wanita lain, namun karna kita sudah menikah, saya akan berusaha bersikap lebih baik lagi ke depannya, tolong beri saya waktu, untuk menerima ini semua, saya sadar bahwa kamu dan saya sama-sama terjebak dengan pernikahan ini, pernikahan atas dasar keinginan bunda, mau kah kamu memaafkan segala kesalahan saya kemarin, dan perlahan bersama-sama menjalani pernikahan ini, saya hanya meminta waktu saja, bukankah semua butuh waktu?”
“ iya mas, aku paham, aku akan memberikan waktu yang banyak untuk mas Rei, ah bukan hanya mas Rei, tetapi kita” hanya itu yang mampu ku ucapkan.
“ baiklah saya kira sudah cukup perbincangan malam ini, terimakasih karna kamu mau mengerti keadaan saya, oh iya apa kamu masih ingin bekerja? jika ia, saya tidak akan keberatan kamu bekerja kembali, saya takut kamu bosan di rumah sendirian.”
aku terkejut mendengar penuturan mas rei, apa aku harus kembali bekerja? apa aku bisa membagi waktuku untuk rumah dan pekerjaan?
“ tidak mas, biar aku mengurus rumah, tetapi aku minta izin agar bisa ikut serta dalam beberapa kegiatan yang ada disekitar rumah ini mas, tadi bu RT mengajak aku untuk mengikuti kegiatan ibu-ibu yang ada disini, apa aku boleh mengikutinya mas?”
“silahkan jika kamu mau, saya tidak akan melarangnya.”
“terimakasih mas”
“ baiklah saya ke kamar dulu, saya ingin istirahat, maaf jika kamar kita masih harus terpisah, saya masih butuh waktu untuk ini semua.”
“ iya mas, aku mengerti” lalu setelahnya aku dibuat terkejut dengan sikap mas Rei, ia mencium keningku sebelum pergi ke kamar.
“selamat malam Hanna” ucapnya.
“ selamat malam juga mas Rei” ku rasakan pipiku memanas atas perlakuan mas Rei, apakah ini yang dinamakan baper? sungguh rasa ini sangat baru untukku.
lalu aku memastikan pintu dan pagar sudah terkunci semua, setelahnya aku beranjak menuju kamarku dengan senyum merekah, perlakuan mas Rei malam ini sangatlah manis, sungguh aku berharap ia dapat segera membuka hatinya untukku.
benar-benar malam yang manis, semoga mimpi indah mas Rei…