Abaskus adalah negara yang memiliki seluruh dunia dalam semua segi. Perniagaan, pertanian, pertambangan. Semua orang tahu itu dapat terlaksana sebab Kaisar Achazia meminang Birdella sebagai permaisurinya. Meski memang keberadaanya sebagai seorang wanita high class. Tak bisa dipungkiri begitu banyak kebencian yang dia terima dari diangkatnya dia menjadi seorang wanita yang berkuasa. Namun untuk pertama kali dalam hidupnya dia mendapat kecerobohan besar. Dia yang tak siap untuk segala hal dan kemungkinan serta penyakit yang dia derita menyebabkan kemalangan baginya juga darah dagingnya. Putrinya Grizelle yang tak berdosa ikut menerima hukuman. Bukankah memang ini yang diinginkan semua orang ? menghancurkan Birdella dan seluruh keturunannya. Semua orang tahu jika cinta Kaisar telah berpindah pada perempuan lain yang tiba-tiba dijadikan selir padahal status awalnya hanyalah seorang wanita belian. Kenyataan yang membuat Birdella harus lebih kuat dari siapapun dan berdiri sendiri. Tidak ada yang bisa dia percaya, menyebabkan perangainya mengeras seiring berjalannya waktu.
“Ini salahmu karena membela aku. Seharusnya kau bersembunyi seperti seorang pengecut. Dengan begitu kau tidak perlu menerima penderitaan seperti ini.” Malam itu, Birdella mengunjungi penjara bawah tanah yang mengurung putrinya. Malang sekali nasib putri bungsunya. Hanya karena terlahir sebagai perempuan, dia berada dalam hirarki terakhir serta tak mendapatkan kasih sayang kaisar. Dia diperlakukan berbeda. Dan itu kesalahannya karena keras kepala dan terlalu mandiri. Sehingga Kaisar lebih memilih perempuan yang jauh lebih lembut dibanding dirinya. Haruskah sejak awal dia berpura-pura sebagai oranglain untuk mendapatkan cintanya agar anak-anaknya tidak menjadi korban ? sesal dalam d**a membuatnya lemah lagi.
“Aku akan membebaskanmu. Jadi bertahanlah hingga fajar.” Birdella mengeratkan pegangan tangannya pada jeruji besi yang mengahalangi dia dengan sang putri. Dan kemudian air mata tumpah ruah. Menatap putrinya yang mungkin esok sudah tak dapat dia lihat lagi. Birdella menangkap ada gerakan dari putrinya. Namun wanita itu membentaknya.
“Jangan palingkan wajahmu. Jangan menangis ! aku tidak mendidikmu menjadi perempuan cengeng. Tetap ditempatmu dan dengarkan aku !” nadanya terdengar kharismatik. Putrinya berhenti. Dia terdiam. Tubuhnya tidak lagi bergerak. Birdella menghela napasnya kemudian suaranya perlahan merendah.
“Maafkan aku yang tidak bisa memberikanmu kebahagiaan. Grizelle. Aku memang sangat lemah hingga tak bisa melindungimu. Tapi kau harus ingat. Aku mencintaimu, meski aku telah memperlakukanmu dengan buruk. Aku begitu agar kau tumbuh menjadi orang yang kuat. Jangan percaya pada siapapun. Percayalah pada dirimu sendiri. Dan jika kau besar nanti, kuingatkan untuk tidak jatuh hati pada orang yang brengsek.” Suara ketukan sepatu hak tingginya meninggalkan kesunyian dan kehampaan. Birdella kini bisa mendengar suara isakan putrinya. Begitupun dia air mata membasahi wajahnya. Gaun putih yang dia kenakan mungkin akan merah besok pagi.
***
Aku meringis, menangis sesegukan saat Ibunda mengunjungi penjara untuk menemuiku. Aku sejatinya ingin terbangun dan menghambur memeluknya. Namun ketika dia berkata dengan nada lemah dan bergetar seperti itu. Aku tak bisa melakukan apa-apa selain berpura-pura tidur. Ibunda adalah orang yang tak bisa memperlihatkan penderitaan yang dia rasakan kepada oranglain. Karena itu aku menghargai beliau hanya dengan mendengarkan kata-katanya sembari menahan diriku sendiri untuk tidak menangis. Sebab aku tahu jika aku menangis, ibunda akan memarahi aku dan memukulku. Oleh sebab itu aku harus bertahan hingga fajar nanti seperti yang Ibunda katakan. Aku dididik bukan untuk menjadi seorang perempuan yang lemah lembut dan mudah ditaklukan oleh pria. Tapi Ibunda mengharapkanku menjadi perempuan tangguh yang memiliki pemikiranku sendiri dan tindakanku sendiri tanpa perlu pertimbangan dari para pria.
Namun untuk sebuah alasan yang tak aku ketahui, hatiku merasa resah dan bimbang. Aku merasa ini akan menjadi pertemuan terakhirku dengan Ibunda. Tapi aku berharap tidak begitu. Aku harap dia tetap ada diposisinya sekarang. Sebentar lagi. Aku rasa aku akan menerima hukuman cambuk yang ayahanda berikan padaku. Hanya tinggal menunggu waktu.
****
Birdella mendongak, disekanya air matanya dengan kasar. Lantas air mukanya kemudian berubah mengeras dan dingin. Suara gemerincing kunci dan pintu penjara mulai terbuka beberapa saat kemudian. Di luar sana, berdiri orang yang paling dia tak inginkan. Selir suaminya. Humeera. Keduanya saling menatap dalam waktu cukup lama, dan tentu saja Birdella harus mampu mengintimidasi perempuan itu meskipun kondisinya tidak mendukung untuk itu. Udara seolah membeku, waktu seolah berhenti berputar. Cahaya lentera yang dibawa oleh seorang dayang yang dikenal Birdella tak mampu menembus kegelapan pada ruang penjara bawah tanah. Birdella lantas memberi Humeera sebuah senyum seringai yang meremehkannya.
"Untuk apa orang terhormat sepertimu menemui aku ? apa kau puas dengan apa yang kau lakukan pada keluargaku ?" Birdella membuka pembicaraan karena perempuan bermata sayu itu tidak juga angkat bicara padanya. Suara Birdella terdengar tenang seolah esok hari dia keluar dari tempat memuakan ini.
"Sebaiknya Anda mengakui kesalahan yang telah Anda perbuat," balas Humeera dengan kedua tangan yang bergetar. Tentu saja gesture tersebut mudah terlihat dan Birdella hanya tersenyum melihat pertunjukan akting menyedihkan yang perempuan itu ingin tunjukan didepan dayangnya "Apa Anda tidak merasa kasihan pada putri Grizella ? dia menderita. Apa anda pikir, dirinya bisa bertahan di luar istana?" kata-katanya memang terdengar bijaksana. Jika saja Birdella sepolos itu, dia pasti akan tersentuh. Bahkan dengan kedatangannya kemari pun sudah cukup bisa diapresiasi. Sayangnya, hati dan mulut Selir Humeera tidak selaras. Birdella paling tahu soal itu. Birdella tersenyum tipis lalu menatap Humeera yang terlihat ketakutan diluar sana.
"Aku lebih memilih mati ketimbang harus mengakui kesalahan yang tidak aku perbuat.” Birdella menyahut dengan tegas. “Sejauh yang aku tahu, kau paling membenci putriku. Karena dia adalah sebuah halangan bagi anakmu. Kau tidak perlu memaksakan diri untuk bersikap seolah peduli padanya. Itu tindakan pa~ling menjijikan yang aku lihat darimu.” Selir Humeera lantas memalingkan wajahnya, sepertinya kata-kata yang Birdella berikan padanya tepat. Sehingga wanita itu tak bisa menjawabnya. Ya, Birdella tidak pernah mengatakan sesuatu tanpa bukti. Keberadaannya disini adalah sebuah kesalahan. Argumennya yang kelewat realistis tidak dapat mengalahkan orang-orang yang telah disuap untuk menjatuhkannya. Menjadikan kebohongan sebagai fakta lalu menjatuhkannya.
"Anda adalah orangtua yang buruk. Saya hanya mengkhawatirkan putri anda" suaranya kini terdengar kesal. "Padahal Anda hanya perlu mengakuinya, dan memohon pada Yang Mulia untuk meringankan hukuman.” Birdella menggeleng pelan, jari telunjuknya diletakkan di depan mulutnya. "Sstt.. pelankan suaramu, itu akan membangunkan penghuni penjara lain. Mereka sedang terlelap tapi kau membuat keributan. Mohon bersikap layaknya anda seorang wanita terhormat Nyonya selir" Mulut Birdella ditekuk ke atas, matanya menatap lurus pada sang selir yang kini sudah mengepalkan tangannya.
“Lihat, apa kau kesal melihat perhatianku yang berlebihan pada para penghuni penjara lain yang kenyataannya sama sekali tidak kupedulikan nasibnya ? apa sekarang kau bisa bercermin dengan benar ?”
Humeera terlihat marah. Birdella tersenyum lagi. Kali ini dia mendekat kearah selir yang sudah dengan susah payah mengunjunginya untuk menaikan popularitas agar dikenal sebagai selir baik hati yang mengunjungi penjahat yang menyakitinya.
“Sekarang wajahmu terlihat kesal. Apa dalam pikiranmu terdapat kata-kata ‘Kenapa wanita ini masih saja terlihat begitu tenang? Kenapa dia sangat keras kepala? Kenapa dia harus setangguh ini?’ baiklah aku akan beritahu padamu. Sejak awal kau dan aku tidak sederajat. Kau hanya perempuan rendah yang suamiku beli karena rasa kasihan. Kau adalah perempuan tidak tahu diri yang menyebut dirinya selir yang dicintai kaisar lalu dengan tamak merebut hak milik permaisuri. Apa sekarang kau senang telah menjebloskanku kepenjara hm ?” dari sela besi penjara, tangan Birdella terulur mengelus pipi sang selir. Lalu turun mencapai lehernya. Birdella tersenyum lagi lalu kedua tangannya lantas mencengkram leher Humeera dengan keras. Membuat wanita itu mengerang kesakitan karena tidak bisa bernapas. Dayang disisinya berusah membantu tapi aku menatap wanita itu hingga dia tidak berkutik.
“Bagaimana rasanya ? sesak ? sakit ?” Humeera memberontak, ketika wanita itu benar-benar hampir kehabisan napas Birdella melepaskan cengkramannya. Membuat wanita itu terduduk dilantai sambil memegangi lehernya yang dicekik. Terdapat bekas merah disepanjang lehernya. Birdella hanya menatapnya puas. Lalu kembali mundur kebelakang. Dan duduk dengan anggun diatas lantai penjara yang kotor.
“Ah.. bagaimana ini, tanganku licin. Maaf ya Selir Humeera. Aku yakin kau yang baik hati pasti tidak akan mengadukan aku. Karena itu hanya kecelakaan. Dan aku tidak tahu apa-apa.”
"Anda menyakiti saya ! anda harus mengakui kejahatan ini. Yang Mulia mungkin hanya akan memenggal kepalamu dan membebaskan Putri Grizelle. Jika kau tetap bersikeras, putrimu akan turut diasingkan. Kenapa kau menginginkan putrimu untuk ikut menderita bersamamu? Kenapa kau tidak memikirkan masa depan
putrimu?" bentak Humeera. Loh ? bisa marah juga ternyata. Birdella tersenyum.
“Aku memiliki pemikiranku sendiri. Yang pasti tidak sedangkal otakmu.”
Telinga Humeera memerah mendengar ucapan Birdella. Tangan halusnya terkepal erat, rahangnya ikut terkatup.
"Jadi, anda berpikir jika ada seseorang yang menjebak anda hingga tiba diposisi ini ?" Birdella menggeleng.
“Ini konspirasi. hm ? kata-kata yang kugunakan pasti terlalu tinggi untuk kau pahami ya ?” Birdella tertawa. Namun beberapa saat kemudian matanya menatap tajam dan dingin mengamati Humeera tanpa berkata apa-apa. Puas dengan itu dia lantas sedikit bersiul dihadapan perempuan itu.
“Siapapun orang yang merencanakannya. Aku yakin dia tidak mungkin bekerja seorang diri. Dia bekerja sama dengan orang yang cukup berpengaruh yang dengan pasti sangat ingin melihat kematianku. Tapi aku cukup penasaran dengan bayaran yang diberikan sipelaku. Tubuhnya ?"
"Lancang!" bentak Humeera untuk pertama kalinya. Birdella terlampau senang bermain-main dengan Humeera hingga memancing perempuan itu mengeluarkan amarahnya.
"Berani sekali anda menuduh tanpa ada fakta?!" teriaknya keras. “Saya bisa saja mengadukannya pada Yang Mulia untuk memotong lidah kurangajarmu sekarang juga!" Birdella lantas melirik lewat bahunya, dia tersenyum puas melihat ekspresi wajah Humeera saat ini.
"Kenapa kau marah ? apa kata-kataku menyindirmu ?” kata Birdella telak. Meskipun nada bicaranya sangat tenang, namun bagi Humeera itu lebih terasa seperti jantungnya disayat-sayat oleh belati.
"Disini, semua akan tetap sama setelah kepergian kami. Dan seandainya aku mati besok pun aku mati dengan cara yang terhormat.”
"Terserah! saya hanya berharap anda mau memikirkan apa yang saya katakan tadi." Humeera berbalik, pintu penjara kembali tertutup, gembok besi kembali dipasang selepas kepergiannya. Tempatnya memang sedikit spesial. Terdapat dua pintu. Pertama pintu kayu yang membatasinya untuk berinteraksi dengan penghuni penjara lain. Dan satu lagi penjara biasa yang hanya dibatasi oleh kerangka besi.
Birdella memejamkan mata setelah kepergian wanita menjengkelkan itu, Entah kenapa, hatinya malah merasa tenang saat ini. Kemudian suara langkah kaki mendekat lagi. Birdella yakin ini adalah hukumannya. Dan ketika melihat seorang pengawal mendekatinya. Birdella hanya tersenyum dan memasrahkan dirinya.
“Kau sudah menyampaikan inginku pada Kaisar ?” tanyanya tegas. Si pengawal mengangguk. Dia telah memegang sebuah pecut ditangan.
“Kalau begitu aku sudah tidak memiliki penyesalan apapun. Lakukan !” perintah Birdella. Pria itu nampak sedikit ragu.
“Yang Mulia. Saya akan memukul Anda sekali saja. Anda tidak perlu menerima hukum cambuk sebanyak itu.”
“Apa kau sekarang sedang mengasihani aku ?”
“Tidak bukan begitu Yang Mulia. Kami hanya—“
“Lakukan dengan cepat !” perintahnya lagi. Lalu kemudian suara pecut yang diarahkan padanya menimbulkan suara yang cukup keras. Berkali-kali. Hingga tubuh mulus dan putih sang permaisuri bersimbah darah, sempat dia mengehentikan cambukannya. Namun si permaisuri malah membentaknya lagi. Si pengawal lantas kembali menggerakan cambuknya. Air mata si pengawal turun deras.Tak menyangka jika permaisuri yang telah menyelematkannya dan memberi kedudukan padanya malah berakhir dengan siksa melalui tanganya sendiri.
“Yang Mulia Permaisuri...” si pengawal berlutut saat hukuman cambuk telah diselesaikan. Darah segar membasahi gaun putihnya. Betapa mengerikan hukuman yang Kaisar berikan pada wanita Maha Bijaksana ini. Bahkan pengawal itu menangis sesegukan tatkala sang permaisuri berusaha mempertahankan kesadarannya.
“Kenapa kau menangis ? aku belum mati.” Katanya. Kali ini nada bicaranya terdengar halus.
“Anda terlalu keras kepala Yang Mulia. Kenapa Anda selalu memilih jalan yang sulit ? padahal Anda bisa menggunakan kekuasaan Anda untuk melepaskan diri. Saya—”
“Kau terdengar menggelikan. Apa kau jatuh cinta pada orang yang menyelamatkanmu ?” Birdella terbatuk, dan ya batuk berdarah. Sang pengawal kini membenamkan Birdella kedalam pelukannya.
“Mengapa Anda setuju menikah dengan Kaisar ? padahal jika Anda tidak menyetujuinya akhir kisah anda tidak akan semengerikan ini.”
“Jika aku tidak menikahinya korban yang berjatuhan akan lebih banyak daripada yang sekarang.”
“Anda sangat baik. Terlalu baik. Oleh sebab itu saya pada anda—“
“Jangan mengatakan omong kosong ! tetaplah diposisimu dan jangan hiraukan aku. Itu lebih baik daripada kau yang harus menanggung pedih. Aku tidak suka ada orang lain yang berkorban demi aku.” Siapa yang tahu jika jauh sebelum dirinya menjadi seorang pengawal istana. Dia telah menaruh hati pada sang permaisuri. Wanita luar biasa yang disia-siakan Kaisar.