Bab 55. Menikahlah Denganku

1113 Kata
Saat mendapatkan kabar dari bawahan Devon, Keith pun bergegas kembali ke mansion secepatnya. Hati pria itu mendadak gelisah juga ketakutan yang kian menumpuk. Ada perasaan cemas kalau Caroline nanti membencinya. Setelah insiden menusuk Jason, Keith berdiri di depan tubuh pria itu. Nafasnya kian melemah dan juga daya hidup sangat rendah. Karena sudah sekarat, ia memutuskan untuk meninggalkan tubuh Jason begitu saja. Tidak lupa, Keith juga meminta salah satu bawahannya untuk mengubur Jason jika dia benar-benar sudah meninggal. Sampai di mansion, Keith melihat anak panah milik Devon. Anak panah itu bukan anak panah biasa, melainkan ada serbuk obat bius yang sangat kuat. “Awas saja kalau Devon melakukan tindakan di luar batas.” Dua pengawal langsung menyambut kedatangannya, lalu Keith segera masuk ke dalam mansion tanpa menunda waktu lagi. “Panggil Devon sekarang juga!” Suaranya menggelegar begitu dingin, sampai terdengar ditelinga Devon. Pria itu langsung keluar dari sebelah sisi kanan, khusus ruang yang digunakan untuk para tamu. “Dimana Caroline?” tanya Keith sambil membuka pintu ruang kerjanya. “Dia lolos. Hanya menyisakan Audrey seorang,” jawab Devon duduk dengan santai. “Kenapa bisa dia pergi begitu saja?” “Karena ulah Audrey. Aku yakin Caroline akan kembali. Kau tenang saja.” Devon menatap lekat ke arah Keith yang tampak gelisah. “Aku tak bisa menunda waktu lebih lama lagi, Dev. Kita harus mencari Caroline.” Aura dingin mulai menyebar di seluruh ruangan. Devon tampak menelan ludah kepayahan. Bagaimanpun juga, gadis itu telah memasuki hati Keith tanpa disadari olehnya. “Kenapa kau hanya diam disini? Pergi! Cari dia!” teriak Keith menggema diseluruh ruaangan. Devon langsung kocar kacir tak karuan, bergegas pergi dari ruangan itu. Setelah Devon pergi, Keith keluar dan disambut oleh Reta. “Anda sudah kembali.” “Aku tahu kau yang membuatkan Caroline pergi, Reta.” “Saya tak melakukan itu, Tuan,” dusta Reta dengan penuh percaya diri. “Kesetianmu memang tak terukur. Tapi jika kau kelewat batas, aku tak akan segan lagi.” Keith berlalu, meninggalkan Reta yang berdiri di depan ruangannya. Caroline, gadis itu sudah masuk terlalu jauh dihati sang tuan. Takutnya, dia memabwa malapetaka besar yang siap meledak kapan saja. Tidak ingin berlama-lama, Reta memilih kembali ke pekerjaannya. Sementara Keith, masuk ke dalam kamarnya. Bola matanya terkejut melihat sosok familiar yang tergeletak di lantai. “Caroline...,” panggil Keith dengan lembut. Bagaimana bisa Caroline ada di ruangan pria itu? Saat Audrey membuat formasi sihir, dia tak fokus sama sekali. Dan segera mengirim caroline ke tempat yang paling aman. Siapa sangka, tempat paling aman adalah ruangan pribadi milik sang Jenderal Emas. “Aku merindukanmu.” Keith dengan lancnag mengecup sayang dahi Caroline sambil menaruh lembut tubuhnya ke atas ranjang. “Kenapa kau ingin pergi?” Mata yang penuh cinta itu tampak sayu. “Kali ini, aku tak akan membiarkanmu pergi, Caroline.” Keith tak pernah merasakan sesuatu aneh di dalam tubuhnya, apalagi jantung. Bagian jantung yang terus berdegup kencang, dan juga darah yang mengalir deras dipenuhi dengan gelitikan di area perut begitu luar biasa. “Jangan pergi lagi dariku, Caroline.” Tangan kekar yang digunakan untuk menebas leher seseorang kini telah mendarat sempurna di kepala Caroline. Sedangkan tangan yang lain menarik halus rambutnya, tak lupa dikecup. Merasa terusik, Caroline perlahan membuka kedua matanya. Sosok yang tampak familiar berada di depan mata. Gadis itu langsung tersentak kaget. “Rupanya kau sudah bangun. Aku menunggumu.” Suara bariton itu sangat khas, dan Caroline tak bisa melupakannya. Keith, kenapa dia ada di depannya? Lantas, dimana Audrey? Ah iya, gadis belia itu tertangkap oleh Devon. “Kenapa kau bisa ada di sini? Dimana aku?” Caroline menatap sleuruh sisi ruangan. Seluruh ruangan tercium aroma khas milik Keith. Jangan-jangan aku salah mendarat! Kenapa keberuntungan tak berpihak padaku? Batin Caroline frustasi. Tak ada angin, tidak ada hujan. Keith langsung memegang kedua tangan Caroline. Sikap itu membuat sang gadis bingung setengah mati. Apalagi pria tersebut menundukkan kepala dalam-dalam, seperti melakukan kesalahan besar. “Maafkan aku.” Suara tersebut sangat lirih dan penuh penyesalan. Buliran air mata jatuh ke tangan Keith. Carolien pun dibuat khawatir. “Aku membunuh ayahmu.” Benar, Caroline lupa kalau Keith yang menusuk Jason saat itu. “Kau tak bersalah.” Seketika itu pula, Keith langsung mendongak, menatap manik milik Caroline. Ternyata mata itu dipenuhi oleh kesedihan yang sangat besar. “Aku terlalu bodoh percaya bawah kasih sayangnya masih ada. Nyatanya aku tak mengerti dia sama sekali. Menurutmu, apakah aku anak yang durhaka?” Keith langsung menarik tangan Caroline untuk memeluk tubuhnya. “Jangan berkata seperti itu.” Tangis Caroline pecah seketika. Meskipun Jason seperti itu, dia tetap ayahnya. Dan darah yang mengalir ke dalam tubuhnya tak terelakan sama sekali. “Kenapa? Kenapa dia harus melakukan hal itu hanya untuk permata?” Rasanya sakit, lebih sakit dari yang dikiranya. Di dunia ini, tak ada tempat untuk singgah lagi. Dan yang dilakukan untuk masa depaan adalah kembali ke tempat semula. “Dia tak menyayangiku,” gumam Caroline merasa sesak. “Aku menyanyangimu lebih darinya, Caroline.” Keith sudah memantapkan hati untuk bersama gadis itu. Bukan perasaan kasihan atau merasa bersalah, tapi karena kata hatinya yang meminta. Berpikir bahwa Keith memberikan kasih sayang, hal itu tidaklah mungkin. Sebab segala hubungannya dengan pria itu tidaklah nyata. Perbedaan dunia menjadi pemisah dan juga penghalang besar untuk hubungan mereka. “Kau dan aku, tak mungkin bersama.” Bagai dihantam gada besar dan disambar petir di sing bolong. Perkataan Caroline membuat wajah Keith langsung menghitam legam. Aurnya yang lebut berubah menjadi dingin. “Aku akan kembali ke duniaku, Keith.” Keith diam, tak berkata apapun. Yang dilakukan hanya memeluk Caroline dengan sangat kuat. Semua yang dilakukan pria itu saat ini adalah ketakutan dimatanya. “Sakit..., bisakah aku melepaskan pelukanmu?” Wajah Keith langsung berubah lembut. “Maafkan aku. Aku hanya terkejut saja.” Dia bahkan tersenyum sangat lebar, seperti tak ada beban sama sekali. “Apakah itu yang kau pikirkan, Caroline?” Mereka pun duduk berdampingan di sisi kanan ranjang. Caroline menautkan seluruh jarinya stau sama lain. Jujur saja, gadis itu merasakan ada getaran cinta untuk Keith. Namun, karena yang dipijaki bukan dunia, ia tak punya pilihan lain. “Iya, itu adalah pilihanku. Dan ijinkan aku tinggal diperbatasan sampai bulan menjadi hitam,” kata Caroline. “Tempat itu tak aman. Kau tak boleh tinggal di sana!” Keith marah tanpa alasan dimata Caroline. “Kenapa? Aku tak bisa tinggal denganmu karena kita tak punya ikatan!” “Menikahlah denganku!” Sunyi, tak ada suara sama sekali. Permintaan pernikahan mendadak itu membuat keduanya canggung. Lamaran di luar ekspetasi Caroline tak terelakan sama sekali. Padahal Caroline sudah menjelaskan bahwa mereka tak bisa hidup bersama. Kenapa ada lamaran tanpa cincin dan bunga, erang Caroline di dalam hati dengan sangat frustasi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN