Bab 56. Sepertinya Aku Mencintaimu

1145 Kata
Derich sangat marah besar, sampai amarah itu tak bisa dikendalikan. Dan yang menjadi sasaran adalah para ksatria dan juga Robert. Meskipun Robert tak terluka sedikit pun, tapi tetap saja dia terkena imbasnya. Beberapa ksatria tergeletak lemah tidak berdaya di lantai, terkapar pingsan karena ulah Derich. Pria tampan dengan status Jenderal Perak itu seperti iblis di mata mereka. Senyum menyeringai bak orang yang memiliki kepribadian beda membuat semua orang ketakutan. “Tuan, tenanglah...,” kata Robert berusaha membujuk Derich. “Kalau saja Keith tak merusak rencanaku!” geram Dercih tertahan. Sebenarnya pria itu ingin menjadi pahlawan untuk Caroline. Tidak bisa menagkap K, tapi datang Keith yang menjadi pusat perhatian. “Sialan!” Sebuah guci berharga dilempar begitu saja sehingga pecah berserakan di lantai. Aula yang semula bersih kini berubah jadi hiasan seperti di medan pertempuran. Derich balik badan dengan pandangan bengisnya, menatap semua pelayan yang sedang menunduk ketakutan itu. Begitu dia pergi, semua orang bernafas lega. “Sampai kapan kita berada dibawah tekanannya?” bisik salah satu pelayan karena merasa frustasi. “Tutup mulutmu jika kau ingin hidup,” kata teman pelayan di sampingnya. “Kalian boleh pergi..., ingat tutup mata, mulut dan telinga kalian. Jika sampai bocor, kalian tak akan selamat.” Suara menggelegar milik Robert merupakan peringatan besar bagi para pelayan dan ksatria lainnya. Mereka yang terkapar dibawa oleh beberapa orang untuk di obati. Sementara itu di kerajaan, Eugene juga marah besar. Hanya saja pria itu tak bertindak brutal seperti Derich. Ia hanya diam, menatap kesal ke arah Veto, sesekali menatap jam yang ada di dinding. Sudah hampir satu jam, tapi Keith tak kunjung datang juga. Hal itu membuatnya kesal setengah mati. “Kenapa Keith tidak datang?” Apakah dia sengaja mengabaikan perintahnya? Sunguh bawahan yang kurang ajar. Eugene pun meminta Veto untuk mendekat. “Bawa Keith padaku. Sepertinya aku harus menghukum pria itu.” Veto mengangguk, bergegas keluar ruangan. Akan tetapi saat membuka pintu, ada seorang pengawal istana dengan wajah gugup bercucur keringat. “Ada apa?” tanya Veto sambil menutup pintu ruangan dengan pelan. “Jenderal sudah pergi dari tadi, Tuan.” Pengawal itu menundukkan kepala dengan sangat dalam. “Aku sudah tahu kalau dia akan pergi. Dia sangat berani terhadap raja.” Veto mengusir pengawal itu dengan cepaat. Jangan salah, dia menaruh mata-mata disetiap sudut mansion milik Keith. Jadi setiap gerakan kecil pria itu, Veto tahu betul. Tidak lama setelah pengawal itu pergi, datang lagi seorang pria berjubah hitam. “Apa yang membawa kemari?” Orang itu berada di lorong yang gelap. “Gadis itu datang, dan pergi. Mansion Griffin dalam kekacauan. Devon mencarinya ke seluruh ibu kota.” Sepertinya Caroline hanya membawa malapetaka besar dalam keluarga kerajaan, bahkan sampai kedua jenderal itu. “Kau terlalu setia padaku.” Veto berjalan mendekat, menatap orang bertudung hitam itu. “Demi penerus Keluarga Griffin, aku siap melakukan apapun.” Dia balik badan dengan cepat. “Jika kau bisa menyingkirkan gadis itu, akan lebih baik lagi.” Veto mendesah ringan, menyugar rambut kepalanya ke belakang. Siapa yang mengira, orang terdekatmu adalah seorang mata-mata. “Sungguh menggelikan.” Veto berdecih, kembali ke ruangan Eugene berada. Sang raja yang menatap pemandangan matahari tenggelam itu terhanyut dengan suasananya. “Apa yang kau dapat?” “Dia kembali ke mansion, Yang Mulia.” Eugene balik badan dengan kesal, segera menulis surat yang ditujukan untuk Keith. “Antar suart itu segera.” Mansion Griffin Ditengah keheningan yang sangat canggung, dua sejoli masih saling duduk berdampingan di ranjang. Caroline sendiri merasa dejavu dengan tindakan Keith. Ajakan pernikahan secara mendadak bukanlah gayannya sama sekali. “A-aku,” kata Keith terbata-bata. Wajahnya merah merona, terlihat samar hingga mencapai tengkuk leher. Suara detik jam pun berdetak, ditambah suara jantung masing-masing. Benar-benar gila, Keith sendiri hanya berpikir karena takut kehilangan Caroline. Untuk itu, tanpa sadar ajakan menikah yang terlintas di otaknya. Bagaimana aku bisa mengatasi semua ini. Ingin rasanya lari, tapi tak bisa. Namun jika berlama-lama, ia menjadi tambah frustasi. “Apakah kau mencintaiku?” Suara Caroline sangat lembut ditelinga Keith. Meskipun ia gugup, tapi gadis itu berusaha menguasai dirinya sendiri. Sulit sekali menjawabnya, karena baru pertama kali dekat dengan seorang gadis. “ “A-aku...,” jawab Keith maish belum bisa mengontrol dirinya. Pria itu kebingungan setengah mati dengan tingkahnya sendiri. Untuk menjawab pertanyaan Caroline, lidahnya mendadak kelu. Carolien menatap Keith yang tampak gelisah dengan keringat bercucuran. Tiba-tiba saja, pria itu bangkit dan segera berlari menuju ke luar ruangan. Tanpa disadari, kakinya mendadak lemas, dan langsung duduk jongkok sambil menetralkan detak jantungnya yang menggila. “Apa yang kau lakukan? Aku tak pernah melihatmu menurunkan martabat yang kau jaga selama ini?” Devon berdiri tepat di depan Keith. Karena tak ada jawaban, ia tampak kesal. “Aku sudah mencari Caroline ke seluruh Ibu Kota, tapi tak ada jejaknya sama sekali.” Karena kieth tak ingin berdebat dengan Devon, ia pergi begitu saja meninggalkan pria itu. “Hey..., kau sangat kejam!” teriak Devon sambil mengikuti langkah kaki Kieth yang menuju ke ruang kerjanya. “Ada apa denganmu?” tanya Devon lagi dan lagi. Berisik, dia sangat berisik sampai gendnag telingaku pecah, batin Keith frustasi. Wajahnya langsung menggelap. “Pergi..., jangan mengikutiku.” Pintu ruangan ditutup dengan sangat kasar, dan Devon ditinggal sendirian oleh Keith. “Aku sudah mencarinya! Bagaiama rencanamu selanjutnya?” “Pergi! Jangan mencarinya lagi!” teriak Keith di dalam ruangannya. “Oh s**t! Kau membuang waktuku yang berharga Kieth! Kau seperti orang yang bodoh yang jatuh cinta!” Keith tersentak mendengar perkataan Devon. Sepertinya memang benar, kalau ia mencintai Caroline, sebab segala pikirannya tak realistis. Intinya, ia bukanlah dirinya yang dulu. “Sial! Apakah aku begitu mencintainya, hingga membuatku tak lagi seperti diriku.” Wajah Keith memerah kala mengingat kejadian ajakan pernikahan mendadak itu. “Ugghhhhh, aku frustasi.” Baru kali ini Keith kalah dengan hatinya. Iya begitulah kekuatan cinta, bisa membuat orang berubah seperti membalikkan telapak tangan dengan mudah. Lantas, bagaimana dengan Caroline? Gadis itu membuat ranjang tidur milik Keith berantakan. Ia senyum-senyum sendiri seperti orang gila, bahkan berteriak dengan histeris sambil menutup seluruh wajahnya dengan bantal. Meskipun ajakan pernikahan tak sesuai dengan bayangannya, tapi tetap saja jantungnya berdegup kencang. “Kenapa aku bisa sesenang ini? Ah..., aku terjerat olehnya.” Caroline gelisah di dalam setiap tindakan. “Berhentilah jantung bodoh. Kau harus bekerja dengan normal.” Gadis itu menatap langit kamar, dan seketika itu pula wajah Keith terbayang. “Aku pasti sudah gila!” pekiknya sambil bangkit, kemudian duduk , lalu mengusap kedua matanya dengan cepat. “Sepertinya aku mencintainya.” Sebenarnya Caroline ingin menghempaskan perasaan itu karena perbedaan dunia mereka. Jalan satu-satunya adalah tidak berhubungan dnegan Keith. “Apa yang harus aku lakukan?” Cinta sudah tumbuh, tapi ada yang menghalangi mereka. Rencana Craoline ingin segera pergi dari dunia yang bukan tempat tinggalnya. Namun, apakah hatinya bisa di ajak kompromi? Entah dia nanti akan takhluk dengan logika atau hatinya, belum ada yang tahu dan masih menjadi sebuah misteri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN