Caroline berdiri di depan kedai dengan wajah kusut karena telinganya sangat panas. Alih-alih mendapatkan informasi mengenai ibu kota, malah mendapatkan nasib yang begitu sial. Bajunya basah kuyup karena ada pelayan yang menumpahkan air padanya.
Pelayan itu pun kembali, memberikan air minum yang baru lagi kepada Caroline. “Tuan, saya minta maaf karena sudah membuat baju anda basah.”
“Aku sudah tak tertarik lagi makam di sini,” kata Caroline berjalan begitu saja meninggalkan kedai. Sang pelayan tersenyum melihatnya karena berhasil, berhasil menggagalkan dua pelayan jahat itu. Tidak lama kemudian, dua pelayan itu langsung menyeretnya masuk ke dalam gudang.
“Kenapa kau selalu saja menghalangi kami?” teriak pelayan sedikit kurus.
“Karena melanggar hukum!” Pelayan itu berteriak dengan sangat lantang, sehingga mendapatkan pukulan demi pukulan diwajahnya.
Meninggalkan para pelayan, Caroline berjalan melihat pasar ibu kota sambil mencari keberadaan Audrey. Sungguh ibu kota begitu besar, serasa berada ditengah alun-alun kota. Namun kesenangannya tak bertahan lama, karena tasnya ditarik begitu saja oleh seseorang.
Hasilnya, tas Caroline dibawa pergi oleh orang tak dikenal. “Hey... kembalikan tasku.” Karena begitu ramai, gadis itu tak bisa leluasa untuk bergerak. Sungguh sial dobel, baru saja keluar dari kedai dalam keadaan basah, tas berharga miliknya sudah berada ditangan orang asing.
Menyebalkan... kenapa mesti ada pencuri segala? Bukankah ibu kota sengat kaya raya?
Caroline terus belari, terengah-engan mengejar si pencuri tasnya. Keith yang sedang duduk di rumah makan tak sengaja melihat adegan itu. Mata pria itu fokus kepada pria yang sedang mengejar seseorang.
“Aku akan mengutuk mu! Kembalikan tasku!”
Dahi Keith berkerut, menggelengkan kepala berulang kali. “Aku memang tahu dia menyamar sebagai pria, tapi tidak mungkin wajahnya seperti itu.”
Kenapa bisa Keith tahu? Karena Jeff dan Rian memberikan selembaran kertas gambar Caroline. Mereka bersaudara menggambar cukup unik. Saking uniknya membuat Sang jenderal tak bisa berkata-kata.
[JELEK]
Itulah kata yang cocok, sehingga wajah yang digambar tak bisa dikenali sama sekali. Keith yang masih mendengar teriakan dari orang asing itu tak bisa tinggal diam, dan segera bertindak. Pria itu sedikit berlari, memotong jalan, melewati gang demi gang. Akhirnya ia berhasil memotong langkah si pencuri.
“b***k,” panggil Keith dengan santai. Orang itu terkejut seketika, mendadak panik setengah mati. “Seorang b***k pelarian hanya bisa hidup dnegan merampas harta orang lain.”
Tubuh orang itu bergetar, tahu siapa yang dihadapi. “Jangan membunuhku.” Keith melihat postur tubuh sang b***k cukup baik. “Pergilah ke tempat orang bayaran.”
Si b***k terkejut, menatap Keith penuh kebingungan. “Tunggu apa lagi!” Sang jenderal pun melempar sebuah koin emas khusus lambang keluarganya. “Cepat pergi! Berikan itu kepada mereka. Kau pasti tahu tempatnya.”
Dia langsung lari, meninggalkan tas itu tergeletak di tanah begitu juga. Sementara Caroline yang masih setia berlari itu masuk ke dalam gang, melihat orang berdiri membelakanginya dengan membawa tas. Jelas itu tas Caroline
“Kau pencuri! Kembalikan tasku!” teriak Caroline tanpa pandang buluh langsung menerjang si pencuri itu. Sontak orang itu langsung balik badan, dan gadis tersebut langsung diam mati kutu tak bergerak sama sekali.
“Aku membantumu mengambil tas itu.” Keith berjalan mendekati Caroline yang diam, mereka saling berjejer satu sama lain. Ada aroma manis dan Bunga Lavender tercium jelas di indera penciumannya.
Apakah dia?
Se-perkian detik kemudian, Keith tersenyum. “Aku tak akan mengembalikan tas ini.”
Caroline masih mencerna, berusaha bersikap tenang padahal dalam benaknya gonjang-ganjing tak karuan.
Keith tak akan mengenaliku kan? Aku sudah berubah menjadi pria. Tenang... tenang, aku bisa mengatasinya.
Caroline senyum profesional, “Tuan, tas itu sangat berharga. Jadi, tolong kembalikan.”
“Justru sangat berharga... aku akan menyitanya.” Keith mengangkat alis sebelah kanan, seolah mengejek Caroline.
Jenderal busuk
Caroline terlihat marah, tapi usahanya untuk bersikap profesional masih berjalan. “Apa yang membuat tuan menahan tasku?”
“Apakah kau tahu siapa aku?” tanya Keith mengalihkan perhatian.
Sialan...! Aku tahu kau adalah jenderal kejam dan busuk.
“Maaf, aku tak tahu sama sekali. Karena aku pendatang,” jawab Caroline. “Karena aku sudah menjawab pertanyaan mu, bisakah kau mengembalikan tas itu kepadaku?”
“Lancang!” teriak pria, berada di ujung gang. Kedua orang itu pun langsung menoleh seketika melihat pria yang sedang berdiri angkuh itu. ‘Dia jenderal berpangkat emas. Kau lancnag sekali berbicara tak sopan.”
Keith yang melihat kelakukan teman sekaligus orang kepercayaannya itu terlihat tak suka sama sekali. “Pengganggu,” gumamnya didengar semua orang.
“Ayolah Keith..., aku membantumu. Devon mu kembali, Sayang.” Devon langsung menghampiri Keith, memeluknya dnegan erat, tak lupa ia juga menggeser tubuh Caroline dengan tubuhnya, seolah berkata kalau Keith adalah miliknya.
“Jika kau masih menyentuhku, aku akan memotong tanganmu.” Keith hendak mengeluarkan pedangnya, seketika Devon mundur secepat kilat sambil mengangkat kedua tangan.
“Hanya bercanda.” Devon melirik sekilas ke pria asing di samping Keith, Tubuh kecil, tak berotot sama sekali. Wajah mungil seperti bayi, dan terlihat sangat lemah.
“Jangan bilang kau tertarik pada pria macam dia!” tuding Devon tak percaya.
“Dia akan jadi pelayan pribadiku, karena tak mengenali seorang jenderal.” Keith mengangkat dagunya, sedikit menyombongkan diri. “Tentu tas ini akan menjadi jaminannya.”
Syok, Caroline sangat syok karena Keith memintanya menjadi babu. Hello, selama hidupnya ia tak pernah sekalipun menyandang diri sebagai pembantu.
Awas saja! Setelah tasku kembali... aku akan pergi dari sini.
“Kau dengar... jadi, panggil dia jenderal,” tambah Devon terlihat senang.
Menyebalkan, mereka berdua menindas ku. Lihat saja, dua orang itu akan aku kuliti hidup-hidup.
“Ini tak adil,” sela seorang gadis berjalan ke arah mereka. Dia adalah Audrey, membawa beberapa bunga ditangannya. “Kalian menjebak tuanku.”
Audrey... si penyelamatku.
“Datang lagi satu tak tahu diri. Apakah kau tak tahu siapa dia?” tunjuk Devon dengan wajah angkuhnya. “Dia jenderal emas perkasa, Keith Griffin.”
Walaupun perkataan Devon selalu saja terbuka membeberkan dan menyombongkan identitasnya, tapi entah kenapa Keith terlihat suka. “Aku tak akan berubah pikiran! Dia akan menjadi perlayan pribadiku selama sebulan penuh!”
Jeder
Bungan yang dipegang Audrey langsung jatuh ke tanah. Bukan identitas Keith yang ditakuti, melainkan syok mendengar Caroline akan menjadi pelayan pribadi.
“Audrey...” panggil Caroline penuh kekhawatiran karena melihat Audrey sedang terbengong ditempat.
“Tuan,” panggil Audrey dengan pandangan mata yang kosong. “Kau tak akan jadi pelayan bukan?”
Caroline melirik tas yang ada di tangan Keith. “Aku tak punya pilihan lain, tasku ada padanya. Dan aku mengira dia pencuri.”
“Hah... aku tak percaya ini!” seru Audrey dengan wajah kesalnya. Tak peduli jika itu jenderal, siapapun yang menindas Caroline, ia tidak akan memaafkannya. Melihat gadis kecil itu mulai meradang, Caroline mencegahnya.
“Sudahlah... ikuti saja dia.”
Karena sudah diputuskan, Keith pun melempar pedang miliknya, “Tangkap itu. Jangan sampai jatuh.”
Sontak Caroline gelagapan, menangkap pedang yang ternyata oh ternyata sangat berat. Serasa lengannya mau patah.
“Mulai sekarang, kau resmi jadi pelayan ku!” Keith berjalan angkuh, bersama dengan Devon meninggalkan mereka berdua. “Jika kau tak jalan, aku akan memberi tali pada kakimu.”
Jenderal busuk sialan!
Entah kenapa Caroline merasa Keith berubah setelah pertemuan pertama mereka. Dia terlihat sedikit banyak bicara dan auranya tidak menakutkan seperti dulu.
Mungkin hanya perasaanku.Aku harus tetap waspada.
Bersambung