Sandal baru

1324 Kata
Ajeng dan Mbok Darmi sudah sampai di rumah Sugeng. Terdengar suara pecahan piring disertai bentakan Surti istri pertama Sugeng. "Bodoh!! ini piring antikku yang paling mahal!! dasar tidak berguna!! " Surti menampar Sulastri dengan keras. Sulastri hanya bisa diam dan menunduk takut. Dia tidak bisa berbuat apa-apa karena ini memang salahnya karena tidak bisa berhati-hati. "Maafkan aku mbak, aku tidak sengaja" ucap Sulastri dengan bibir bergetar. "Maaf-maaf saja terus!! Sugeng sudah gila menikahi wanita bodoh seperti dirimu!! sudah tidak berpendidikan bodoh pula!! "bentak Surti. " Assalamualaikum " ucap Ajeng dan Mbok Darmi. "Walaikum salam siapa?!! " Surti keluar dan melihat Mbok Darmi dan Ajeng datang kerumahnya. "Kenapa lagi kesini?! mau cari anakmu yang bodoh itu?! tidak bisa!! dia sedang hamil anak Sugeng, sebelum dia melahirkan Sulastri tidak boleh kemana-mana!! " istri-istri Sugeng tidak ada yang memiliki keturunan. Entah apa sebabnya hanya Sulastri yang berhasil Sugeng hamili. Sutri sangat menantikan anak yang ada di perut Sulastri. Jika sudah lahir Surti akan mengambilnya dan membuang Sulastri sejauh mungkin. "Mbak jangan begitu, Mbok Darmi sudah tua. Tidak baik bentak-bentak begitu. Mbok hanya ingin bertemu Sulastri sebentar saja" pinta Ajeng memohon. "Baiklah! hanya 10 menit saja. Setelah itu pulang jangan kemari lagi setelah Sulastri melahirkan!! " tegas Surti lalu masuk memanggil Sulastri untuk keluar menemui mbok Darmi dan Ajeng. "Mbok!!" Sulastri langsung memeluk mbok Darmi sambil menangis. Dia menyesal menikah dengan Sugeng. Harusnya dia menikah dengan Ujang tapi semua mimpi indahnya sirna karena Sugeng memperkosanya. Ujang marah dan malah menikahi Inem adiknya Sulastri. "Sulastri kamu baik-baik saja nak? mbok khawatir sama kamu hiks hiks hiks" tangis Mbok Darmi. "Iya mbok aku baik-baik saja. Bagaimana dengan mbok?" "Mbok gak bisa tidur mikirin kamu nak, yang sabar ya nak hiks hiks hiks. Apa mereka memperlakukanmu dengan baik? kamu gak disiksa oleh Surti kan? " tanya mbok Darmi. "Nggak kok mbok. Tadi mbak Surti marah gara-gara aku mecahin piring antiknya. Mbok tidak usah khawatir. Ajeng aku titip mbok ya" pesan Sulastri. Entah kenapa Ajeng merasa punya firasat tak enak. "Baiklah.Aku akan sering menjenguk mbok Darmi. Kamu tenang saja" jawab Ajeng. Sulastri memeluk sahabatnya Ajeng. Susah senang mereka jalani bersama selama ini. Sulastri sudah menganggap Ajeng sebagai saudara sendiri. "Sudah habis waktunya Sulastri masuk!! " perintah Surti. Sulastri melangkah masuk ke dalam rumah sambil sesekali menoleh ke belakang melihat Ajeng dan Mbok Darmi. Dia sebenarnya masih rindu dengan mereka tapi dia tidak bisa lama-lama untuk berbicara. Mbok Darmi menangis kembali saat Sulastri masuk ke dalam rumah. Dia yakin jika Surti kerap menyiksa anaknya. Wajah ceria di wajah anaknya telah menghilang sejak Sugeng merenggut kehormatan anaknya. Inem anaknya yang masih berumur 15 tahun terpaksa menggantikan Sulastri menikah dengan Ujang pemuda desa sebelah yang harusnya menjadi suaminya Sulastri. Cahaya di hidup Sulastri makin meredup sudah. Mahligai rumah tangga yang diimpikannya harus terkubur sedalam-dalamnya. Mbok Darmi merasa kasihan melihat nasib anak sulungnya itu. Ajeng hanya bisa memeluk menenangkan Mbok Darmi. " Ayo kita pulang mbok" Ajeng mengantar Mbok Darmi pulang. Sepanjang perjalanan Mbok Darmi masih terisak-isak. Ajeng tak sampai hati meninggalkannya tapi dia tidak bisa menginap dan harus segera pulang sebelum langit mulai menggelap. "Mbok.. maaf Ajeng harus pulang. Ajeng akan sering datang kesini ya mbok" "Tidak apa-apa nak. Pulangnya sebelum gelap. Hati-hati di jalan ya nak" berat langkah Ajeng meninggalkan mbok sendirian. Tapi dia akan dimarahi oleh Meneer jika tidak pulang sebelum magrib. Ajeng berjalan sendirian mengitari bukit perkebunan teh. Hawanya semakin dingin saja. Kaki Ajeng mengkerut karena dia tidak memakai alas apapun. Matahari perlahan-lahan mulai turun, Ajeng mempercepat langkahnya hingga tak sengaja kakinya tertusuk sesuatu yang tajam. "Ahkkk!! "teriak Ajeng kesakitan. Dia terduduk di atas tanah dan mencabut serpihan beling di kakinya. Darah mengucur dari kakinya yang terluka. " Sakit sekali sttt" ringis Ajeng. Dia tidak ada waktu lagi dan memaksakan diri untuk berjalan menaiki perbukitan. Hari sudah makin gelap. Tanpa berbekal cahaya Ajeng berjalan dengan tertatih. Beruntung cahaya bulan menerangi gelapnya malam. Di depan rumah Cornelis menunggu Ajeng yang belum kembali. Samar-samar dari jauh dia melihat Ajeng berjalan terpincang-pincang. Apa wanita itu terluka makanya terlambat pulang? Akhirnya sampai juga Ajeng di rumah Meneer. Dia siap jika akan dimarahi dan dihukum olehnya. "Kenapa kakimu? " tanya Cornelis dengan nada dingin. "Maaf Meneer, kaki saya terluka terinjak pecahan beling di jalan" jawab Ajeng sambil menahan sakit di bawah telapak kakinya yang terluka. Cornelis menghela nafas panjang. Tanpa diduga dia langsung menggendong Ajeng hingga membuatnya terpekik kaget. Cornelis membawanya masuk dan mendudukkannya di kursi. "Tunggu disini" Cornelis masuk kedalam kamarnya untuk mengambil sesuatu. Kemudian dia keluar dengan membawa kotak P3K yang dia simpan jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Ia juga mengambil sebuah lap dan sebaskom air . "Celupkan kakimu yang kotor di baskom ini" perintah Meneer. "Biar saya saja Meneer. Ini tidak pantas" tolak Ajeng sungkan. Masa seorang Meneer melakukan semua ini. "Cepat lakukan!! saya tidak punya banyak waktu!! " desak Cornelis tak sabar. Ajeng langsung mencelupkan kakinya di baskom itu. Ia meringis karena rasa perih saat lukanya terkena air. Cornelis bersimpuh dibawah kaki Ajeng dan membilas kakinya dengan air. Setelah itu ia menyingkirkan baskom itu dan mengelap dengan pelan kaki Ajeng. Ajeng merasa tidak enak karena Cornelis repot-repot melakukan ini semua. Setelah itu Cornelis mengambil obat merah dan membalurnya di luka Ajeng yang cukup parah. Lalu dia menambahkan kain kasa untuk menutupi lukanya. "Jangan sampai terkena air. Balurkan obat merah ini setiap hari sampai lukanya mengering. " Terima kasih Meneer" ucap Ajeng tak enak. Cornelis hanya berdehem lalu kembali masuk kedalam kamarnya. Malam ini Ajeng tertidur di kamarnya sendirian. Dia membuka buku catatannya yang selama ini menemani hari-harinya. Seperti biasa Ajeng akan menulis tentang kesehariannya hari ini. Tiba-tiba saja wajahnya bersemu merah teringat kebaikan yang sudah dilakukan oleh Cornelis padanya. Ajeng menggelengkan kepalanya berkali-kali. Cornelis sudah beristri dan punya anak. Dia hanya keset kaki yang setelah digunakan akan dibuang ke tempat sampah. Mendadak wajahnya murung. Ajeng berdoa semoga semua ini cepat berakhir. Dia rindu dengan gubuk reyotnya di desa. Keesokan paginya Ajeng bangun duluan untuk membuat sarapan pagi untuk Cornelis. Tak lupa Ajeng membuat kopi dan menyuguhkan langsung di atas meja bersama sarapannya. Cornelis keluar dari kamarnya dan duduk di meja makan sendiri. Ajeng tampak kesusahan untuk duduk di lantai karena kakinya yang sakit. Pemandangan itu membuat hati Cornelis tergelitik. "Duduklah bersamaku" titahnya. "Tapi... " " Duduk!! " mata Cornelis menatapnya tajam. Ajeng tak bisa lagi membantah. Dia duduk di kursi di hadapan Cornelis. Ajeng hanya makan sedikit karena merasa tidak enak satu meja dengan tuannya. "Bagaimana kakimu? masih sakit? " tanya Cornelis memecahkan suasana. "Iya Meneer" jawab Ajeng tak berbohong. Luka kakinya terlalu dalam jadi tidak bisa sembuh dengan cepat. "Ada sesuatu di luar nanti kau pakai saja. Jika berjalan jauh pakai saja sepeda milikku yang berada di gudang belakang" "Baik Meneer" Selesai makan Cornelis akan pergi seorang diri melihat pabriknya. Ajeng langsung berberes-beres dan merapikan rumah. Setelah itu Ajeng menjemur baju di tiang jemuran. Matanya melihat sepasang sendal di depan rumah. Dari ukurannya saja sudah ketahuan jika itu bukan milik tuannya. "Apa sandal ini yang dimaksud oleh Meneer? " Ajeng tersentuh dengan kebaikan Cornelis padanya. Ia mencoba memakai sendal itu dan terlihat pas di kakinya. Dia teringat peribahasa jika sandal yang bagus akan membawamu ke tempat yang bagus pula. Ajeng ingin berterima kasih pada Cornelis karena sudah memberikan sendal ini. Selama ini Ajeng tidak punya uang untuk membeli sandal dan baju baru. Ajeng berniat memasak makanan yang spesial untuk makan siang hari ini. Dia memasak ayam goreng lengkuas, cumi sambal, dan sayur sop bakso. Selesai memasak Ajeng berniat mandi karena bau keringat. Cornelis pulang dan mencari Ajeng di setiap sudut rumah. Dia mendengar seseorang lagi mandi di kamar mandi. Saat pintu kamar mandi terbuka, Ajeng begitu terkejut melihat Cornelis ada di depannya. Cornelis hanya menelan ludah melihat Ajeng dari atas sampai bawah dibalut handuk tipis yang hanya menutupi sebagian d**a dan pahanya. "Me.. Meneer maaf" Ajeng ingin berlari ke kamarnya tapi Cornelis menahan tangannya dan membawa Ajeng kembali masuk kedalam kamar mandi bersamanya. Dari balik kamar mandi hanya terdengar desahan dan erangan yang bersahutan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN