Pelajaran Baru

1184 Kata
_______ "Ini ... kamar kamu?" tanya Alaric masih dengan raut kagetnya. Dia tidak percaya kamar itu diinapi Rania selama lebih kurang seminggu ini. Rania mengangguk pelan. Mata Alaric memberi sinyal ingin melihat isi dalam kamar Rania. Rania pun membuka pintu kamarnya sedikit lebar dengan wajah terheran-heran. Dia mengira Alaric mengetahui kamarnya. Tapi sepertinya suaminya itu baru mengetahuinya sekarang. Alaric menghela napas panjang saat melihat isi kamar Rania. Matanya sempat tertuju ke jemuran pakaian Rania yang berada di dekat jendela kamar. Rania menggerakkan tubuhnya agar Alaric tidak terus-terusan melihat jemurannya yang kebanyakan adalah pakaian dalamnya. "Bu Narti nggak nunjukkin kamar yang ada di dekat dapur?" tanya Alaric hati-hati. Waktu itu dia memang menyuruh Bu Narti memberi kamar yang layak untuk Rania. Tapi bukan kamar ini yang dia maksud. Ini kamar pesakitan anjing-anjing pemilik rumah sebelumnya. Sebenarnya kamar ini hendak dibongkar, tapi ada kendala perbaikan saluran air yang cukup rumit dan masih menunggu tukang khusus yang masih bekerja di tempat lain. Rania menggeleng pelan. "Kamu harus pindah," suruh Alaric dengan nada lirih. Meskipun dia acuh tak acuh terhadap Rania, dia tetap tidak tega Rania tinggal di kamar yang sama sekali tidak layak huni itu. "Nggak usah, Mas. Aku senang di kamar ini. Lebih cepat ke luar rumah ... kalo di dapur...." Belum sempat Rania menjelaskan alasan enggan pindah kamar, Alaric dorong pintu kamarnya agar leluasa melihat isi kamar Rania. Wajahnya meringis melihat isi kamar Rania. Kamar Rania cukup rapi meskipun ada banyak barang di dalamnya, sehingga Alaric bisa mengamati barang-barang yang ada di dalamnya. Ternyata Rania benar-benar hidup memisahkan diri. Alaric tatap wajah Rania dengan tatapan tidak percaya. Bagaimana bisa Rania tinggal di kamar yang dulunya adalah tempat anjing-anjing yang dihukum karena tidak mau menuruti perintah pemiliknya. Hampir lima tahun dibiarkan kosong. "Nggak papa, Mas. Aku senang di sini. Jadi nggak ganggu," ujar Rania meyakinkan. Ingin sekali dia menutup pintu kamarnya segera dan langsung beristirahat. Hari ini cukup melelahkan. Langkah Alaric tampak berat menjauh dari kamar Rania. Rania benar-benar tidak ingin mengganggunya. Sebenarnya bukan kehidupan ini yang dia maksud. Dia tetap memberikan fasilitas yang layak untuk hidup Rania di rumahnya dan memberi kebebasan Rania untuk melakukan aktifitas yang dia sukai. _____ Keesokan paginya Alaric menegur Bu Narti. Dia pertanyakan kenapa Rania menginap di ruang kecil di samping toilet tamu dan bukan di kamar di samping dapur seperti yang dia sarankan sebelumnya. "Dia yang maksa milih di situ, Pak. Sudah saya suruh ke sana ... dia tanya itu ruang apa. Sudah saya bilang cuma kamar kecil. Tapi dia maksa di situ," dusta Bu Narti ketakutan. Dia pikir Alaric tidak akan menegurnya meskipun dia arahkan Rania di kamar sempit itu. Lagipula Alea yang menyuruhnya. Alea mengatakan bahwa Alaric tidak akan memperdulikan hidup Rania. Alaric mengamati wajah Bu Narti yang tampak ketakutan. "Maaf, Pak," ucap Bu Narti pasrah. "Jadi selama ini dia nggak makan di rumah?" tanya Alaric yang mengingat perabotan yang ada di dalam kamar Rania, dari pemasak nasi, dispenser, alat-alat makan dan minum, hingga jemuran. Bu Narti mengangguk pelan. Dia tampak merasa bersalah. "Dia jemur pakaiannya di kamar," "Dia takut pake mesin cuci, Pak," Bu Narti terpaksa berbohong. Bisa berbahaya jika dia mengatakan yang sebenarnya. Alea pasti marah besar. "Ibu ajarkan dia pake dapur. Juga mesin cuci," perintah Alaric. "Kalo Mbak Rania nggak mau?" "Paksa dia." _____ Ternyata tanpa dipaksa, Rania mau diajarkan Bu Narti menggunakan peralatan dapur yang canggih dan modern keesokan harinya. Meskipun Bu Narti marah-marah saat mengajarinya karena beberapa kali Rania melakukan kesalahan, Rania tetap semangat mempelajarinya. Dia tidak mempedulikan amarah Bu Narti. Baginya yang terpenting dia bisa menggunakan peralatan canggih itu. Karena ternyata sangat mengasyikkan saat mengetahui hal-hal yang baru. Bu Narti juga mengajarkan Rania menggunakan mesin cuci di ruang laundry dan memperbolehkan Rania mengeringkan pakaiannya di sana. "Gimana? Udah jelas ya? Jangan salah pencet tombol. Bisa rusak bajumu nanti," ujar Bu Narti. Sekarang nada suaranya lumayan agak melunak. "Iya, Bu. Tapi nanti kalo aku lupa, apa aku boleh tanya-tanya lagi?" tanya Rania dengan wajah takut-takut. Bu Narti tatap wajah cantik Rania sambil memikirkan sesuatu. Benar kata Pak Jono, Rania tidak hanya cantik, tapi juga baik dan tidak dendam. Beberapa kali dia memarahi saat mengajarkannya menggunakan alat-alat canggih di rumah Alaric, Rania sama sekali tidak tampak kesal. "Ya. Tanya aja," jawab Bu Narti. "Terima kasih, Bu," ucap Rania sambil mengangguk senang. Dia tutup pintu mesin cuci pelan-pelan. "Pak Alaric masih maksa kamu pindah kamar?" tanya Bu Narti tiba-tiba. Dia masih khawatir Rania mengadukan perbuatannya ke majikannya tersebut. Rania menggeleng tersenyum. Dia tahu apa yang dikhawatirkan Bu Narti. "Tadi pagi Pak Alaric masih nawarin pindah. Tapi aku bilang aku senang di kamar itu. Bisa cepat ke luar rumah," "Oh," desah Bu Narti lega. Sepertinya posisinya sebagai ART orang sekaya Alaric masih aman. *** Greta tak kuasa menahan air matanya saat mengamati Rania yang penuh semangat mengajar anak-anak jalanan di dalam sebuah pondok kecil berbahan bambu yang sederhana. Greta sengaja tidak memberi tahu kedatangannya ke Rania. Dia ingin memberi kejutan. Ternyata Rania tidak berbohong, keadaannya jauh lebih baik. Rania terlihat sangat sehat dan tubuhnya lebih berisi serta wajah yang yang tetap dipenuhi senyuman. Tampak Steffie berbisik kepada Rania yang masih saja asyik mengajar. Harapan Greta melihat Rania yang terkejut-kejut pun terkabul. Rania langsung memburunya tanpa pamit kepada anak-anak muridnya. "Lho. katanya minggu depan? Kok cepetan sih?" tanya Rania setelah memeluk Greta erat-erat. "Nggak suka?" "Bukan gitu. Aku kan nggak punya persiapan untuk menyambut kamu, Gre," Greta tertawa kecil. "Oh, iya. Eh, udah kenalan sama Steffie?" tanya Rania. Dia hampir tidak memperhatikan Steffie yang berdiri di sisi Greta. "Udah. Kan harus izin bos dulu," ucap Greta sambil merangkul Steffie. Greta menemui Steffie sebelum memasuki tempat Rania mengajar. Steffie pun mempertanyakan hubungan Rania dan Greta. Keduanya sempat pula memperbincangkan keadaan Rania. "Kalo udah ngajar anak-anak, dia kayak kesurupan, Gre. Lupa kalo dia punya kehidupan baru," ujar Steffie. "Sama lupa suami kali, Stef," sindir Greta. "Ah. Kalo itu mah emang harus dilupain seharusnya," balas Steffie. Rania senyum-senyum mendengar sindiran-sindiran kedua sahabatnya. Baru kenalan, mereka sudah terlihat akrab. Steffie pegang erat bahu Rania. "Gih. Aku izinkan kamu hari ini pulang cepat. Greta mau ajak kamu ke Alam Sutra," Rania terperangah. Wajahnya menunjukkan kecemasan. Rania menoleh ke Greta yang mengangguk semangat. "Kita ke rumah Mbak Grace. Dia udah nungguin," ucap Greta sambil melirik jam tangannya. Rania gelagapan. "Aku harus kasih tau Mas Alaric, Gre..." ujarnya pelan. "Ih. Nggak perlu izin. Sore juga pulang," "Duh. Nggak bisa begitu," Greta menghela napas kesal. "Udah. Kamu kasih pesan aja ke dia," Rania kebingungan. "Aku nggak punya nomornya," "Ampun, Raniaaaa," Greta dan Steffie memandang Rania dengan raut wajah geram. Greta lalu meraih ponselnya dan menghubungi Alaric. "Nih...." Greta menyodorkan ponselnya ke Rania. Sepertinya panggilannya disambut Alaric. "Halo," Rania mengatur deru napasnya yang memburu saat mendengar suara berat Alaric di telinganya. "Aku, Mas. Rania. Hm ... mau izin ke rumah Mbak Grace sama Greta, sore aku pulang," ujar Rania gugup. Tangannya terlihat gemetar dan wajahnya menunjukkan kekhawatiran. "Ya," Hanya itu yang dia dengar dari mulut Alaric, kemudian panggilannya disudahi Alaric tanpa kata-kata. "Iya. Boleh," ujar Rania seraya menyerahkan ponselnya ke Greta. "Kok cepet? Nggak nanya-nanya gitu dianya?" tanya Greta. Rania menggeleng dengan senyum kecut. _____
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN