Part 4. His Wallet

1107 Kata
Malampun tiba... Saat malam seperti ini, biasanya Samantha akan menghabiskan waktunya dikamar dengan bervideo call dengan teman-temannya. Ya hanya untuk sekedar berbasa-basi atau mengobrol ringan saja. Ya. Mereka mengobrol seputar obrolan gadis pada umumnya. Seperti menggosip, saling memamerkan barang bagus, curhat, ya.. semacam itulah. Tapi malam ini nampaknya akan berbeda untuk Sam. Karena setelah makan malam tadi, kakaknya memintanya untuk datang ke kamarnya karena ingin membicarakan sesuatu. Karena tadi siang El sudah mau membelikan es krim coklat kesukaannya, akhirnya ia mau datang ke kamar kakaknya itu, meski sebenarnya ia malas. "Sudah kubilang ketuk pintunya sebelum masuk ke kamarku, Sam. Bagaimana kalau saat kau masuk tadi, aku sedang tidak pakai baju?" ucap El marah saat Sam masuk ke dalam kamarnya. "Ya.. itu berarti malapetaka bagiku, karena harus melihat perut buncit milik kakak El yang suka sekali makan," ucap Samantha menggoda kakaknya lalu ia duduk bersila diranjang kakaknya. "Astaga, anak ini! Kau pikir bagaimana bisa banyak wanita yang tergila-gila padaku jika perutku buncit? Badanku ini cukup atletis kau tahu," ucap El membela dirinya sambil memasukkan beberapa berkas atau dokumen ke dalam sebuah tas. "Ya, banyak yang tergila-gila tapi tetap saja tidak punya pacar, kan?" ucap Samantha membuat El merasa tersudut. "Sudahlah. Aku menyuruhmu kesini bukan untuk berdebat. Aku minta tolong siapkan aku baju untuk besok. Aku ingin memberi kesan bagus saat pertama kali bekerja," ucap El membuat Samantha langsung saja berbaring diranjang dengan malas. "Aku mengantuk dan aku bukan pelayan. Kakak El harus belajar menyiapkan baju sendiri mulai sekarang. Aku tidak bisa terus melakukan itu untuk kakak," ucap Samantha sambil memeluk guling kesayangan El dengan santai tanpa peduli jika kakaknya itu akan marah nanti. "Apa kau tega menyuruhku melalukannya sendiri? Kau tidak ingat apa yang orang-orang katakan tentang penampilanku saat aku memakai baju pilihanku sendiri," ucap El pada Samantha yang sekarang malah memejamkan matanya seolah bersiap untuk pergi tidur. "Itu salah kakak sendiri. Pria mana yang akan memakai celana jeans panjang dengan kemeja pantai untuk pergi kuliah?" ucap Samantha dengan nada yang terdengar sekali kalau dia sudah mengantuk sekarang. "Maka dari itu bantu aku menyiapkan baju untuk besok. Kau bisa mengambil guling yang kau peluk itu jika kau mau membantuku," ucap El membuat mata Samantha terbuka seketika. "Ya ya, baiklah. Ayo kita siapkan bajunya dengan cepat. Karena aku sudah mengantuk sekali," ucap Samantha lalu kembali duduk bersila dengan memangku guling yang tadi dipeluknya itu. "Kau duduk saja di sana. Aku yang akan mengambil bajunya kau tinggal bilang apa yang harus kuambil," ucap El setelah menaruh tasnya di meja belajarnya. "Besok cuacanya akan cerah, karena itu jangan pakai baju warna gelap agar kakak tidak mudah berkeringat. Pakai saja kemeja biru muda dan celana hitam yang aku belikan tadi siang. Oh, ya jangan pakai lagi sabuk kakak yang sudah jelek itu, aku sudah membelikan kakak yang baru. Dan kalau kakak mau, kakak bisa pakai dasi yang diberikan Daddy sebagai hadiah kemarin lusa. Beres kan. Aku kembali ke kamarku dulu ya. Aku sangat mengantuk sekarang," ucap Samantha lalu turun dari ranjang kakaknya dan berjalan menuju pintu dengan memeluk guling yang sekarang sudah menjadi miliknya itu. "Hanya seperti itu? Kalau begitu kembalikan guling itu," ucap El dengan suara yang sedikit keras pada Samantha yang suda berada diambang pintu kamarnya. "Memangnya kakak mau memakai apa? Jas? Kakak kan jadi karyawan biasa di perusahaan Daddy. Jadi untuk apa memakai jas? Selamat malam kakak ku sayang.. terima kasih gulingnya ya. Dah..." ucap Samantha lalu berlari melarikan diri menuju kamarnya. 'Mana ada pria besar seperti dia masih memeluk guling saat tidur. Kurasa dia sudah tidak cocok memakai guling ini. Jadi mulai sekarang biar aku yang memakainya,' batin Samantha senang dalam hati. Samantha sudah sampai di kamarnya, sekarang. Ia segera masuk dan seperti biasa ia tidak mengunci pintu kamarnya. Kenapa? Itu adalah peraturan yang memang dibuat oleh Kevan. Mungkin karena agar saat terjadi sesuatu yang buruk, para semua orang bisa keluar dengan selamat dan tidak ada yang terjebak di dalam kamar. Samantha berjalan ke arah ranjangnya dengan malas. Dan saat hendak berbaring diranjang yang terlihat menunggu untuk ditidurinya itu, Samantha teringat sesuatu. "Kartu kredit Daddy kan belum ku kembalikan. Jika aku menghilangkannya lagi, dia pasti akan marah nanti. Aha ! Aku tahu. Aku berikan saja kartu itu pada kakak El agar dia yang mengembalikannya pada Daddy. Benar. Begitu saja," ucap Samantha lalu berjalan ke arah rak-rak kaca tempat memajang tasnya dan mengambil tas yang tadi siang dipakainya dari sana. "Astaga ! Ini kan dompet pria menyebalkan tadi. Aku lupa menyuruh orang untuk mengembalikannya. Bagaimana ini?" ucap Samantha bingung. "Tunggu! Alamat pria ini tidak jauh dari sini kan? Apa aku mengembalikannya sekarang? Tidak. Itu adalah pemikiran yang buruk. Jika Daddy tahu tentang semua ini, aku akan dimarahi olehnya. Lalu apa yang harus kulakukan dengan ini?" ucap Samantha sendiri bingung. Tidak. Ia sangat bingung hingga terlihat mondar-mandir ke sana kemari. "Berhenti berjalan Samantha. Besok saja kau kembalikan dompet itu, sekarang kau harus pergi tidur. Ya. Itu adalah keputusan yang terbaik saat ini. Aku memang sudah mengantuk sekali sekarang." ucap Samantha sendiri lalu kembali memasukkan dompet itu kedalam tasnya dan langsung berbaring dengan nyaman di tempat tidurnya. "Selamat malam semuanya. Hoam..." ucap Samantha sambil mematikan lampu kamarnya. Beberapa menit kemudian, gadis itu pun tertidur dan mulai memasuki alam mimpinya. Sementara itu, di tempat Peter berada... "Jika Papa mu sudah memutuskannya, Mama tidak bisa membantu lagi, Son. Ini juga adalah kesalahanmu sendiri. Bagaimana bisa belum genap satu bulan kau sudah menghilangkan dompetmu untuk yang kedua kalinya?" ucap mama peter, memberi pengertian pada putranya itu. "Tapi, aku tidak sengaja ma. Hukuman papa itu berlebihan. Tidak akan mendapatkan uang lagi selama dompet itu belum ditemukan. Oh, yang benar saja. Kalau dompetku itu ternyata dicuri bagaimana? Tentu saja pencurinya tidak akan mau mengembalikan dompetnya," ucap Peter kesal dan itu membuat mamanya mengusap kepalanya pelan. "Kalau begitu berdoalah agar orang yang menemukan dompetmu atau yang mencurinya adalah orang yang baik. Sekarang tidurlah. Besok kau harus sekolah, kan. Selamat malam, Sayang," ucap mama peter lalu mencium kening putranya itu dan pergi keluar dari kamar itu. "Ah.. sial! Apa yang harus kukatakan pada teman-temanku besok? Aku jatuh miskin? Atau keluargaku tengah menghadapi krisis keuangan? Astaga! Ini memalukan sekali. Cukup tadi siang saja aku dipermalukan oleh gadis menyebalkan itu. Besok aku akan berpura-pura di depan anak-anak lain. Ya. Begitu saja," ucap Peter lalu ia berbaring diranjang dan menatap langit-langit kamarnya seperti tengah memikirkan sesuatu. 'Sebenarnya, siapa gadis itu? Dari sikapnya yang menyebalkan itu, sepertinya dia tidak mengenaliku. Kurasa dia anak orang miskin yang kurang bergaul. Tapi dia sanggup membeli baju-baju mahal di sana tadi dan membayarkan bajuku juga. Hmm.. kenapa aku jadi memikirkannya. Lebih baik aku tidur sekarang,' Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN