Part 8. Mission X, Complete!

1671 Kata
"Saya tidak mengerti nona. Sebenarnya tugas seperti apa yang Anda maksud ini ?" ucap Alan membuat Samantha memasang seringai kecil sebelum akhirnya berucap. "Mission X ini, adalah........" ••••• "......kembalikan dompet ini ke alamat yang tertera dikartu identitas di dalamnya." ucap Samantha yang langsung membuat Alan mengernyit bingung. "Tapi nona, kenapa______" Ucapan Alan terhenti saat melihat uang $100 yang diperlihatkan Samantha tepat di depan wajahnya. "Aku tidak ingin mendengar pertanyaan apa pun lagi. Ini adalah setengah uang yang akan kau terima jika kau melakukannya. Aku akan memberimu $100 lagi saat kau sudah pulang nanti. Bagaimana ?" ucap Samantha yang langsung dijawab anggukan pasti oleh Alan. "Baiklah nona, biar saya ulangi lagi apa yang harus saya lakukan. Saya akan pergi ke alamat yang ada dikartu identitas di dalam dompet ini dengan menggunakan sepeda tuan Elvano. Lalu saya akan pergi ke cafe untuk makan dan minum sebentar. Setelah itu barulah saya pulang dengan membawakan satu cup kopi untuk Anda. Seperti itu kan ?" ucap Alan yang langsung membuat Samantha menghembuskan nafas beratnya. "Tentu saja kau sudah mengerti setelah melihat uang seperti ini. Sudahlah, kau pergilah sekarang. Jika bisa pulanglah secepatnya. Oh, ya satu lagi. Dan ini yang terpenting. Jangan katakan jika aku yang menyuruhmu ke sana. Buatlah alasan jika kau tak sengaja menemukan dompet itu di parkiran mall **. Ingat itu baik-baik." ucap Samantha lalu Alan mengangguk pasti dan segera mengambil uang yang disodorkan Samantha padanya lalu ia pergi begitu saja dari sana. Samantha yang melihat itu, hanya diam di tempatnya dan menggeleng tak percaya di sana. 'Uang. Di jaman modern ini, semuanya akan berjalan dengan lancar jika uang sudah ada di depan mata. Astaga ! Aku tidak habis fikir dengan itu,' ••••• "Aku sudah tidak suka baju ini. Ini juga sudah pernah kupakai ke pesta sekali. Jadi aku tidak akan memakainya lagi. Ini. Ini. Ini juga. Hmm.. mana lagi ya." ucap Samantha bingung saat melihat jajaran baju di walk in closetnya yang cukup besar itu. Ya. Itu memang sesekali dilakukan oleh Samantha. Mengecek dan memilah baju-baju yang sudah tidak disukainya lagi. Menurutnya, memberikan baju-baju itu pada orang yang lebih membutuhkan, lebih baik daripada hanya memenuhi lemarinya saja. "Hei, Priscess. Apa yang kau lakukan di sini ? Apa kau sedang membersihkan walk in closetmu lagi ?" ucap Kevan yang baru saja datang ke tempat Samantha berada sekarang. "Ah.. Daddy. Kau sudah pulang ? Mana kakak El ?" ucap Samantha sambil terus melanjutkan kegiatannya yang tadi. "Daddy tidak ada pekerjaan lagi dikantor, jadi Daddy pulang lebih cepat dari biasanya. Dan El sepertinya akan pulang nanti. Ah, ya. Apa kau tahu Alan ke mana ? Kata Ramon kau menugaskannya sesuatu." ucap Kevan lalu ia duduk di tempat duduk seperti sofa tanpa sandaran yang ada di tengah ruangan itu. "Ya. Aku menyuruh Alan untuk membelikanku kopi. Apa Daddy mau ? Aku bisa menghubunginya untuk____" "Tidak perlu sayang. Hmm.. duduklah di sini. Coba ceritakan bagaimana hari pertamamu disekolah barumu hari ini ? Apakah menyenangkan ?" ucap Kevan yang langsung membuat Samantha menatap ke arah Daddynya itu dengan tatapan yang tak bisa diartikan. "Entahlah Daddy. Aku sendiri tidak tahu disebut apa hari pertamaku disekolah tadi. Di satu sisi, aku merasa senang karena mendapat teman baru yang baik disekolah tadi pagi. Tapi disisi lain aku juga sangat terganggu dengan keberadaan seseorang yang sangat menyebalkan dan sombong di sana. Laki-laki menyebalkan itu mengaku sebagai putra dari pemilik sekolah. Tapi aku tidak mempercayai perkataannya itu. Lagi pula wajahnya juga terlihat mencurigakan." ucap Samantha membuat Kevan seperti tengah berpikir sesuatu di tempatnya. "Apa nama laki-laki itu, Peter ? Jika iya, berarti kau beruntung bisa mengenalnya, sayang. Setahu Daddy dia adalah laki-laki baik. Daddy sering bertemu dengannya karena Peter sering membantu pekerjaan ayahnya. Peter adalah anak yang cerdas dan berbakat. Ia juga mudah bergaul dan sopan. Rasanya tidak mungkin dia mengganggumu disekolah seperti itu." ucap Kevan yang langsung membuat Samantha cemberut. "Apa namanya Peter Schwemburg ? Jika iya, Daddy pasti salah menilai anak itu. Peter itu adalah orang paling menyebalkan dan paling sombong di muka bumi ini. Dengan tak tahu malu, dia sudah mengejek dan mengatai Samantha di depan banyak anak. Dan selain itu dia juga tidak sopan. Seenaknya saja mau mencium Samantha tanpa permisi. Yang jelas, Peter itu jauh dari kata baik." cerocos Samantha kesal hingga rasanya ingin mencakar wajah laki-laki bernama Peter itu, seandainya orang itu berada di depannya sekarang. "Wow.. wow.. apa benar seperti itu ? Peter berani sekali." ucap Kevan sengaja menggoda Samantha. "Daddy... Sam sedang serius, sekarang." ucap Samantha kesal pada Kevan. "Kemarilah duduk di dekat Daddy di sini." ucap Kevan sambil menepuk tempat kosong sofa tanpa sandaran yang tengah didudukinya itu. Meski kesal, Samantha menuruti ucapan Daddynya itu dan segera duduk di dekat Kevan. Tidak hanya duduk, Samantha juga langsung memeluk Daddynya erat. "Aku rindu memeluk Daddy seperti ini. Selain itu, sejak lama aku ingin bercerita sesuatu pada Daddy. Apa Daddy mau mendengar ceritaku sekarang ?" ucap Samantha terdengar serius membuat Kevan membalas pelukan gadis remaja yang sudah dianggap sebagai putrinya sendiri itu. "Tentu saja sayang. Katakan apa yang ingin kau ceritakan pada Daddy. Daddy akan mendengarnya." ucap Kevan sambil mengelus punggung Samantha sayang. "Sam merasa ada yang aneh dengan tubuh Sam beberapa bulan ini. Pendengaran Sam menajam dan refleks Sam sangat cepat. Memang itu terdengar bagus, tapi entah kenapa Sam merasa takut dengan itu. Menurut Daddy apa hal yang terjadi padaku itu normal ?" ucap Samantha lalu ia melepaskan pelukannya dan beralih menatap penuh tanya ke arah Daddynya. Kevan tidak langsung menjawab pertanyaan Samantha begitu saja. Ia malah menatap sendu Samantha yang ada di depannya sekarang. 'San... ucapan Samantha mengingatkanku padamu saat kau sesusianya. Bukankah dulu kau juga pernah mengeluh hal yang serupa padaku. Dia sudah besar sekarang. Dia sudah tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik dan ceria. Aku merindukanmu, San..' batin Kevan dalam hati. "Daddy ? Kenapa Daddy melamun ?" ucap Samantha yang langsung menyadarkan Kevan dari lamunannya. Kevan lalu tersenyum ke arah Samantha dan meraih kedua tangan remaja itu untuk digenggamnya. "Sayang.. apa yang terjadi pada Samantha adalah kelebihan yang menurun dari papa dan mama Sam. Mama Sam dulu juga mempunyai pendengaran yang tajam. Sedangkan Papa, papa Sam dulu memiliki refleks yang cepat. Sam jangan takut dengan hal itu. Sam justru harus senang memiliki kelebihan yang tidak semua orang bisa memilikinya. Daddy yakin Sam bisa menggunakan kelebihan Sam dengan baik nanti. Apa kau perlu bantuan Daddy untuk bisa mengendalikan kelebihan yang Sam punya itu ? Katakan saja." ucap Kevan sambil menatap penuh cinta dan sayang kearah Samantha. "Tidak perlu Daddy. Samantha sudah bisa menggunakan kelebihan Samantha ini dengan baik. Terima kasih sudah mau mendengarkan cerita Samantha dan memberi tahu segala hal yang perlu Sam tahu. Sekali lagi terima kasih." ucap Samantha lalu berganti menggenggam kedua tangan Kevan lalu mencium kedua punggung tangan Kevan singkat, tapi itu sudah mampu membuat pria paruh baya itu tersenyum bahagia. "Kau persis sekali seperti mamamu. Selalu tahu bagaimana caranya berterima kasih dan menyenangkan orang yang kau sayangi." ucap Kevan lalu mengelus kepala Samantha sayang. "Tentu saja begitu. Bukankah aku memang putrinya. Karena aku sudah membuat Daddy senang, sekarang Daddy harus membuatkan makanan kesukaanku. Pizza sosis keju." ucap Samantha membuat Kevan langsung menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya. "Hmm... bagaimana jika kau membantuku membuatnya ? Mungkin saja lain kali kau bisa membuatnya sendiri nanti." ucap Kevan mengajak Samantha untuk ikut memasak bersamanya. "Itu terdengar menyenangkan. Kalau begitu biar Sam membersihkan semua kekacauan ini dulu. Daddy ke dapur saja duluan. Sam akan menyusul nanti." ucap Samantha lalu berdiri dari duduknya dan memunguti satu persatu bajunya yang berserakan dilantai. "Baiklah. Cepat selesaikan ini. Daddy akan menunggumu di dapur." ucap Kevan lalu berdiri dan pergi meninggalkan Samantha sendiri di sana. Tapi tinggal selangkah lagi sebelum ia keluar dari walk in closet Samantha, ia berhenti sejenak dan menengok ke belakang, tepatnya ke arah Samantha. Entah mengapa saat itu Kevan merasa sedih melihat Samantha di sana. 'Kuharap kau mau sesekali mengunjungi putrimu lewat mimpinya, San. Agar dia mengenal siapa orang tuanya. Agar dia mengenalmu dan Christian. Aku sudah melakukan semua yang terbaik yang bisa kulakukan. Tapi kurasa itu belum cukup. Kerinduannya padamu dan Christian tidak bisa kuobati dengan cara apapun. Pasti akan berbeda jika kalian berdua ada disini, kan,' ••••• "Nona, saya ada di depan rumah. Apa saya langsung masuk saja sekarang ?" "Tidak. Tunggu di depan saja. Aku akan mengambil kopiku di depan." ucap Samantha pada Alan di seberang telepon lalu ia memutuskan sambungan teleponnya. Samantha lalu beralih melihat ke arah Kevan yang tengah sibuk membuat adonan pizza di depannya. "Daddy.. aku mau mengambil kopiku dulu ya. Hanya sebentar." ucap Samantha lalu ia berlari keluar rumah untuk menemui Alan. Kevan yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan. "Dasar anak itu. Padahal aku belum menjawab apapun. Dia sudah pergi berlari begitu saja. Sam.. Sam.." ucap Kevan lalu ia melanjutkan acara memasaknya. Sementara itu... "Hei ! Bagaimana ? Apa kau sudah melakukan yang ku suruh padamu tadi ?" ucap Samantha pada Alan yang kini berdiri di depannya itu. "Mission X, complete, Nona. Ini kopi Anda." ucap Alan sambil menyodorkan satu cup kopi dingin pada Samantha. "Ceritakan sedikit bagaimana caranya kau mengembalikan dompet itu ? Apa kau mengalami kesulitan ?" ucap Samantha pada Alan. "Begitu saya sampai di rumah itu, saya langsung disambut oleh penjaga rumah yang terlihat galak di sana. Dan saat itu juga saya bertanya apakah itu benar rumah yang orang yang ada dikartu identitas yang ada di dalam dompet itu. Dan ternyata benar. Tapi penjaga itu bilang, sedang tidak ada orang di rumah, jadi saya titipkan dompet itu padanya. Hanya seperti itu." ucap Alan membuat Samantha mengangguk-angguk kecil saat mendengar ceritanya. "Kerja bagus. Dan ini untukmu. Apa yang terjadi hari ini hanya kita berdua saja yang tahu. Jangan beritahukan ini pada siapapun, oke." ucap Samantha setelah mengambil alih kopi dari tangan Alan lalu ia memberikan 1 lembar $100 pada Alan. "Baik, nona." ucap Alan lalu menerima uang pemberian Samantha dan langsung pergi dari sana. Setelah kepergian Alan, Samantha tidak langsung masuk kedalam rumahnya lagi. Ia malah berdiam diri disana dengan seringai yang tercipta dibibirnya. 'Kita lihat saja nanti, apa laki-laki sombong itu berhasil mengeluarkan ku dari sekolah meski papanya sudah tidak marah lagi padanya, karena dompetnya sudah kembali, sekarang. Ini pasti seru sekali, benar kan ?' Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN