Alunan lagu Lewis Capaldy terdengar merdu di salah satu ruang kerja. Entah sudah berapa kali lagu ini di rewind oleh pendengarnya. Semenjak ditinggal Radit, Alya lebih sering menghabiskan waktunya hanya untuk sekedar mendengarkan lagu-lagu galau yang menggambarkan isi hatinya. Radit lah penyebab ke-galauan wanita itu selama ini. Jauh dalam lubuk hatinya ia masih berharap kekasihnya itu kembali menghampiri walau hanya sebentar.
"AL ... ALYA!!"
Dari luar ruangan terdengar teriakan seseorang memanggil nama Alya berulang kali. Sontak saja panggilan itu merusak ketenangan yang sedari tadi Alya coba ciptakan.
"Dinda Hentikan teriakanmu!!! Apa kau bisa sebentar saja tak mengusik ketenanganku?" protes wanita itu ketika mendapati Dinda yang sudah berdiri di depan meja kerjanya.
"Demi tuhan ini darurat Al. Kamu harus tahu kalau ---"
"Kalau apa? Jangan berbicara setengah setengah!" potong Alya tanpa sedikitpun memperhatikan wajah Dinda yang terlihat cemas. Wanita berambut gelombang itu tampak mengatur napas sedemikian rupa agar bisa menceritakan apa yang sedang ia lihat sebelumnya.
"Kau harus ke lobby sekarang juga!"
Alya lantas memutar pergelangan tangannya, memeriksa arloji yang terpasang cantik di pergelangan tangannya.
"Ini belum waktunya istirahat kerja Dinda, lalu buat apa aku ke bawah?"
Dinda mendesah frustrasi,
"Ku mohon ikut denganku ke bawah, Al! Ada keributan yang harus kau handle sekarang juga."
Alya mengernyitkan keningnya lalu beranjak dari tempat duduk. Dengan langkah besar wanita itu mengikuti Dinda yang sudah menarik tangannya untuk ikut berjalan menuju Lobby lantai dasar gedung Q&J Corporation.
Sesampainya di bawah, ternyata benar, sedang ada keributan yang didominasi oleh para wanita yang entah Alya pun tidak tahu apa penyebab sebenarnya. Tapi sesaat kemudian, ia seperti mengenal siapa sosok yang sedang menjadi pusat keributan tersebut.
"Kenzie!"
Alya mempercepat langkahnya menuju meja resepsionis setelah ia yakin kalau yang dilihatnya adalah Kenzie Winata.
"Mau apa kau kesini?"
Kenzie mengangkat wajah lalu menyunggingkan senyumnya yang khas.
"Apa ada larangan untuk mengunjungi calon istriku sendiri?" ucap pria itu dengan suara tinggi. Sengaja sekali menarik perhatian banyak orang yang sedang berdiri di dekat mereka. Tak pelak para wanita yang sedari tadi berkumpul di sana mulai berbisik satu sama lain. Alya langsung melotot ke arah pria tampan itu, memberikan isyarat untuk tidak membuat keributan.
"Alya untuk apa berbisik, semua orang di sini sudah tahu kau calon istriku, Sayang." Sengaja sekali Kenzie menaikkan volume suaranya. Pandangan pria itu kemudian beralih pada wanita yang berdiri di sebelah Alya. "Oh ya, kamu sahabat Alya kan? Boleh aku meminta pertolonganmu?"
"Aaah iyaa Aku Dinda Anastasya sahabat Alya. Apa yang bisa aku bantu untukkmu Mr. kenzie?"
Kenzie mengangguk.
"Tolong bantu kemasi barang calon istriku yang ada di ruangannya. Lima belas menit lagi aku akan mengajaknya pergi." Perintah pria itu dan langsung di laksanakan oleh Dinda tanpa protes sedikitpun.
"Kita mau kemana, Ken? Aku sedang kerja saat ini. Kau tak berhak membawaku pergi saat jam kerja seperti ini," protes Alya.
"Hmm baiklah kalau begitu."
Alya terlihat bingung dengan jawaban Kenzie, sesaat kemudian Kenzie mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya dan mendial salah satu nomor telpon yang ada di sana.
"Halo Mr.Hendrawan, iya, Saya Kenzie Winata. Apa saya boleh mengajukan cuti untuk calon istri saya Alya Destiana Wijaya karena mengingat minggu depan kami akan melangsungkan pernikahan."
"Baiklah, terima kasih atas izin yang diberikan. Saya tidak akan melupakan bantuan anda," lanjut Kenzie dan kemudian kembali menyimpan ponsel ke dalam sakunya.
"Sekarang sudah tidak ada masalah, bukan? Aku sudah mengingatkanmu untuk mengambil cuti minggu ini. Jadi sekarang, cepat ikut denganku."
Alya menggelengkan kepalanya. Ia masih penasaran apa alasan pria itu menjemputnya.
"Tapi kita mau kemana?"
"Sudah ikuti saja kemana aku membawamu. Lagi pula tidak mungkin seorang Kenzie menculik calon istrinya sendiri," ucap pria itu dengan nada menggoda lalu meraih tangan Alya dan menggenggamnya erat. Sejurus kemudian mengajak untuk mengikuti langkahnya menuju mobil yang sudah disiapkan di luar.
Namun baru dua langkah berjalan, Kenzie kembali menghentikan langkahnya lalu berbalik badan secara tiba-tiba.
"Dan kalian semua, jangan lupa hadir ke acara pernikahan kami minggu depan. Kehadiran kalian semua sangat berarti untuk kami." Ucapan Kenzie yang tiba-tiba ini sukses menarik perhatian semua wanita yang memang sedari tadi memperhatikannya.
Berita Alya dijemput Kenzie pun dengan cepat menyebar di seluruh grup w******p yang ada di kantor.
Kedatangan Kenzie Winata secara tiba-tiba hari ini untuk menjemput Alya dianggap sebuah tindakan romantis layaknya pasangan yang sedang di mabuk asmara. Siapa yang tak tahu akan pesona dan ketampanan seorang Kenzie. Namun berbeda dengan wanita di luaran sana, Alya justru kesal dan sebal. Sebenarnya mau apa pria arogan itu tiba-tiba menjemputnya ke kantor.
"Ken, kita mau kemana? Kau berhutang penjelasan denganku."
"Kita berangkat ke Bali hari ini," Jawab Kenzie datar tanpa menatap wajah Alya.
"Ke Bali? Pernikahan kita masih sekitar lima hari lagi, barang-barangku juga masih di rumah."
"Tenang saja, semua barangmu ada di bagasi mobil. Aku juga sudah menghubungi kedua orangtua mu semalam untuk izin membawamu duluan. Dan kalau kamu tanya untuk apa kita ke Bali secepat ini, jelas kita mau melaksanakan foto pre-wedding di Bali. Apa kamu tidak ingin seperti pasangan-pasangan lainnya yang melakukan sesi foto sebelum menikah?"
Alya terdiam tidak menjawab sama sekali ucapan yang dilontarkan Kenzie kepadanya. Ia terlampau kesal dengan ulah Kenzie yang tak berkordinasi terlebih dahulu. Bagaimana bisa ia berangkat ke Bali tanpa persiapan seperti ini.
Sepanjang perjalanan udara Alya dan Kenzie tampak saling cuek satu sama lain. Kenzie hanya sibuk dengan tablet yang di bawanya sedangkan Alya lebih sering melamun ke arah jendela memperhatikan awan-awan di sekelilingnya.
Hingga tak terasa pesawat mereka sudah mendarat mulus di Bali.
Sesampainya di bandar udara Ngurah Ray Bali, Ken masih cuek dan menutuskan untuk turun duluan ketimbang menunggu Alya yang masih sibuk merapikan tasnya yang berada di cabin pesawat.
"Mari aku bantu," tawar Richard yang ternyata dari tadi memperhatikan gerak gerik Alya yang terlihat kesusahan membawa barang-barangnya.
"Jangan Rich! Kenzie bisa marah kalau kau membantuku,"
"Kau tenang saja Al, Mana mungkin Ken marah kalau aku membantu calon istrinya." Richard langsung sigap membantu dan membawakan barang milik Alya.
Mereka berdua tampak akrab dengan berjalan bersama-sama menuju ruang kedatangan. Saling bertukar cerita dan juga tawa canda. Dari kejauhan Alya memperhatikan Ken yang terburu-buru menuju pintu keluar. Dan ternyata penyebabnya adalah Tita. Ntah bagaimana wanita itu bisa ada di sini.
Terlihat jelas di mata Alya, Kenzie langsung memeluk Tita sesaat setelah mereka bertemu dan langsung melenggangkan badan masuk ke dalam mobil.
"Sialan! Setelah tadi mempermalukanku di kantor, sekarang ia meninggalkanku begitu saja ketika bertemu kekasihnya. Tunggu pembalasanku Ken!!" Alya mengumpat pelan namun penuh amarah kepada Kenzie yang meninggalkannya begitu saja di bandara.
"Aku mendengar ucapanmu Alya, apa kau yakin akan memberinya pelajaran?" Alya sedikit terkejut mendengar ucapan Richard, ia lupa kalau asisten pribadi Kenzie posisinya masih berada di belakangnya.
"Kita lihat saja nanti Rich, aku balas semua perbuatannya padaku hari ini!"
***
Setelah mengistirahatkan badan semalaman, Alya terbangun dari tidurnya dan beranjak dari kasur menuju balkon kamar Ritz Hotel. Tampak dari kejauhan hamparan pasir putih di bibir pantai yang begitu memanjakan mata. Rasa kesal sebelumnya sedikit terobati dengan pemandangan yang tersuguh dengan cantik di depan matanya.
Mendengar suara ketukan dari luar, Alya berlari kecil dari Balkon kamar menuju pintu.
Sesaat setelah di buka, Alya mendapati Richard dan pelayan hotel sedang berdiri dengan membawakan beberapa pasang gaun.
"Pagi Al, maaf mengganggu pagimu. Ini beberapa gaun pre-wedding yang harus kamu kenakan nanti."
"Apakah aku harus mengenakan semua ini Rich?" tanya Alya tampak bingung namun tetap menyambut gaun yang di bawa oleh pelayan.
"Entahlah Al, aku hanya di minta untuk menyerahkannya kepadamu. Dan jangan lupa setelah sarapan kau harus segera turun. Sebelum memulai pemotretan, kalian harus terlebih dahulu memeriksa venue untuk pernikahan kalian."
"Baiklah Rich, aku akan segera bersiap dan turun."
Setelah menyelesaikan ritual mandi dan berdandan. Alya melenggang turun menuju lobby Ritz Hotel.
Disana sudah ada Richard dan beberapa bodyguard Kenzie yang sedang berkumpul. Tapi anehnya Kenzie tidak terlihat disana.
"Ayo kita lihat lokasi pernikahanmu Al," ajak Richard.
"Kenzie! Dimana dia?" tanya Alya penasaran.
"Sudah di venue dari tadi," jawab Richard singkat. Lalu melangkahkan kaki menuju lokasi yang di maksud. Alya mengekor kemana Richard melangkah. Hingga akhirnya mereka sampai di sebuah pantai yang masih satu kompleks dengan hotel tempat mereka menginap. Mata Alya kembali di suguhi pemandangan indah. Pantai dengan pemandangan Samudera Hindia, berpasir putih, berair jernih, dan sinar matahari yang keemasan. Kolam renangnya pun berkonsep infinity, sehingga membuat pesta pernikahan nantinya makin eksotik.
Alya masih sangat terhipnotis dengan apa yang di lihatnya saat ini, bibirnya tak berhenti tersenyum melihat lukisan tuhan yang terukir indah di depan matanya. Hingga suatu pemandangan tertangkap mata dan seketika merusak moodnya. Di hadapannya kini Kenzie terlihat begitu mesra bersama Tita, kekasihnya.
Samar terdengar mereka berdua saling beradu argumen menentukan pilihan motif apa yang pantas di gunakan untuk pesta pernikahan yang tinggal beberapa hari lagi.
"Ah sial! Kalau mereka yang sibuk memilih, kenapa bukan mereka berdua saja yang menikah! Lalu apa gunanya aku berdiri disini." Alya mencebikkan bibirnya setelah melihat pemandangan yang tersaji di depan matanya.
"Berhenti mengumpat Al, aku selalu dengar apa yang kamu ucapkan walaupun itu pelan." teguran Richard sukses membuat Alya tersenyum sambil menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal.
"Ayo Rich, bawa aku ke tempat pemotretan sekarang juga. Aku muak berlama-lama disini,"
"Tapi Al ---"
Richard tidak dapat menolak permintaan Alya karna wanita itu sudah menarik tangan Richard menjauh dari Kenzie. Sebenarnya Richard kasihan melihat Nasib Alya yang di permainkan oleh Kenzie.
Sesekali ia masih mendapati Alya terus menggerutu dan kembali mengumpati sikap Kenzie yang sengaja membuatnya menunggu.
"Its show time Ken, let's start the game!" ucap Alya dalam hati.
Setelah menunggu hampir satu jam, Kenzie akhirnya tiba di lokasi pemotretan. Tanpa banyak bicara Alya dan Kenzie langsung mengatur posisi mengikuti arahan photografer. Walaupun Ken terlihat begitu cuek, namun tidak mengurangi sedikitpun kadar ketampanannya.
Di awal pemotretan semua berjalan biasa. Beberapa kali sang photografer menginterupsi gerakan Alya dan Ken yang terlihat canggung dan tidak menemukan chemistry, hingga sebuah ide gila muncul di pikiran Alya. Dengan sengaja wanita itu mengalungkan kedua tangannya pada leher Kenzie.
Kenzie yang terkejut dengan ulah Alya sempat ingin menolak namun sayang usahanya gagal. Alya semakin mengencangkan tautan tangannya. Lalu menatap mata pria itu dengan intens dan memberikan senyuman paling manis yang ia punya.
Voilaaa mereka mirip pasangan kekasih yang sesungguhnya saat ini.
"Kenapa kau sekaku ini, Ken? Kau harusnya seperti ini." Bisik Alya lalu ia membalik badannya dan kembali menarik kedua tangan Ken sehingga posisi Ken tepat memeluk Alya dari belakang. Tak pelak tubuh mereka saling menempel satu sama lainnya. Aroma vanilla pada tubuh Alya saat ini dengan sempurna mengusik indera penciuman Ken. Dengan sigap Sang photografer tak menyia-nyiakan kesempatan mengambil gambar tiap pose yang mereka tampilkan.
"Lalu kau harus seperti ini," Alya kembali melancarkan aksi memutar badannya dan kembali melingkarkan kedua tangannya pada tengkuk Ken lalu menengadah ke atas mendekatkan hidungnya tepat di depan hidung kenzie. Tak bisa di pungkiri, baru kali ini Ken terlihat gugup. Dan itu terlihat jelas di raut wajahnya. Entah ada perasaan aneh yang tak bisa ia deskripsikan sedang menyelimuti pikirannya.
"Bukankah Kau ingin hasil foto pre-wedding kita ini terlihat sempurna sayang? Maka ijinkan aku membantumu mewujudkan itu. Bersikaplah senatural mungkin," bisik Alya tepat di daun telinga Ken, membuat bulu kuduk Ken kembali merinding.
Alya tersenyum penuh kemenangan melihat Kenzie yang tak bisa berkutik mengikuti permainannya. Sementara dari kejauhan ada Tita yang sedikit terusik dengan pemandangan yang di lihatnya.
.
.
*Yang baru bergabung, boleh banget follow ig/sss ku @novafhe. Semua visual/jadwal update/spoiller cerita aku publish di status/story.
*Yang mau gabung grup pembaca di f*******:, bisa cari nama grupnya : Fhelicious.
*Yang mau gabung grup khusus pembaca di WA. Boleh klik link-nya di profile ig.
.
Thankiss semuanya.