Apakah Tindakanku Salah?

1280 Kata
Kedua suami istri itu saling menatap dan Evie tersenyum menenangkan suaminya tercinta. “ Mau kamu yang bicara ke Jenni atau aku?” Tanyanya tenang. Dia memang wanita kuat yang menyelesaikan masalah dengan logikanya. Memperhatikan untung rugi, bagi dirinya, kalau dia lakukan A, apa nilai positifnya, kalau dia lakukan B , apa nilai negatifnya dan Evie pasti akan memilih keputusan yang tidak merugikan dirinya sendiri dan membuat puas semua pihak. Seperti sekarang, Kevin pasti sangat berterimakasih padanya, karena dengan lapang hati, dia mengijinkan Kevin memiliki wanita kedua, tetapi wanita kedua itu tetap ada dalam kuasanya. “ Apakah menurutmu Jenni setuju, kalau aku mengajaknya menikah saat ini juga?” Tanya Kevin ragu. Evie terdiam, Apakah Jenni mau? Antara mau dan tidak. Evie tidak bisa menebak jalan pikiran Jenni. Dia itu pintar menyembunyikan perasaannya. Dia juga pintar menyembunyikan pemikirannya. Saat bersamanya, Jenni kebanyakan diam. Evie hanya tahu, Jenni adalah wanita bertekad kuat, yang sangat ingin merubah nasibnya setelah kontrak kerjanya berakhir. Dia tidak ingin lagi terpuruk dan dikatain wanita bodoh yang tidak tahu apa-apa. “ Jenni mungkin mau, mungkin tidak.Kita tanyakan saja nanti. Jadi kita tidak perlu menebaknya.”Kata Evie tentang pemikirannya. “ Kalau dia tidak mau sekarang ini, aku bersedia memberinya waktu, setelah dia siap, baru aku akan mengajaknya menikah.” Kata Kevin penuh tekad. Kevin selalu seperti itu. Dulu saat melamar Evie, dia juga mengatakan hal yang sama. Aku akan memberimu waktu sampai kamu siap dan yakin, untuk menikah dengan lelaki yang usianya lebih muda darimu. Lamun Evie sambil tersenyum. “ Yuk, kita berdua ngomong dengan Jenni. Biar aku dulu yang ngomong, kalau aku mengijinkan kamu menikahinya, setelah itu aku akan keluar dan menuju kamar kita kembali, lalu kamu boleh lanjutin ngomong dengan Jenni mengenai perasaanmu. Kalian tentu tidak nyaman kalau ada aku.”Kata Evie penuh pengertian. Kevin menatapnya dengan mata semakin berkaca-kaca, airmatanya sudah membayang di sudut-sudut matanya. Kacamata bundarnya sampai berembun karena air mata yg ditahannya agar tidak mengalir. Alangkah baiknya istriku ini. Mungkin Evie ingin aku berbahagia. Mungkin Evie tahu, dia tidak bisa lagi jadi istri yang sempurna. Tapi dia tidak ingin kehilangan aku, jadi pilihan mengijinkanku mencintai Jenni adalah pilihan terbaik. Kami tetap akan tinggal di rumah ini. Aku yakin, nanti pasti ada syarat yang akan Evie berikan untuk kami berdua. Apabila Jenni menyetujui untuk menikah denganku. Evie adalah wanita yang melakukan segala sesuatu dengan perencanaan dan pemikiran matang, jadi tidak mungkin dia serta merta tanpa syarat, mengijinkan aku menjadikan Jenni sebagai wanita kedua. Kami berdua berjalan bersama menuju perpustakaan, kembali ke ruangan di mana Jenni sedang sibuk menusuk jarum-jarum akupunturnya di boneka busa. Dia tampak sangat konsentrasi, meraba pelan bagian tubuh si boneka. Dan gerakan meraba pelan itu, membuat hati Kevin kembali berdebar, teringat belaian tangan yang sama membelai seluruh tubuh Jenni sendiri dan berlabuh di dua bukit kembar yang berdentum-dentum, bergoyang penuh irama. Milik pribadi Kevin, langsung mengeras dan dia langsung menggeleng-gelengkan kepalanya mengusir sensasi hebat yang melandanya. Mungkin ini kelima kalinya, miliknya yang sudah lama tidak mengeras, bisa mengeras layaknya batu karang, hanya dengan membayangkan diri seorang wanita bernama Jenni. “ Jen.. Sini kami mau berbicara.” Kata Evie sambil duduk di meja baca panjang di tengah ruangan. Kevin menyusul duduk di samping istrinya. Jenni meletakkan jarum akupuntur dikotaknya. Dia heran, mengapa kedua suami istri ini hendak berbicara padanya. Sepertinya serius. Apakah mereka berdua akan memecatnya, setelah tidak memerlukannya lagi, karena dia sudah berhasil mendiagnosa Mister Kevin? Apakah Mister Kevin mengadu pada istrinya, kalau Jenni melakukan sekali lagi, kegiatan bercinta dengan memanfaatkan milik mister Kevin,tetapi untuk kepuasaannya sendiri. Marahkah Evie padanya? Jenni berjalan pelan ke arah suami istri itu. Hatinya berdebar keras. Apa yang akan mereka lakukan kepadaku lagi? Aku sungguh tidak punya kuasa untuk menolaknya. Aku ini ibarat boneka di panggung sandiwara yang terikat tangan dan kakinya dan hanya bisa berlakon dan bergerak apabila ada pemain yang menarik tali itu. Yang menjadi boneka adalah aku dan yang menjadi penarik talinya adalah Evie dan Kevin. Aku sungguh sudah terjebak di antara mereka berdua ini. Satu kegiataan memenuhi kebutuhan kemarin, membuat kami bertiga masuk dalam gelombang pusaran tak bertepi dan membuat kami berputar terombang ambing tanpa bisa sampai di tujuan. Mereka berdua, suami istri masih bisa memakai pelampung jadi masih bisa bernafas dengan lega , tapi aku yang hanya bawahan mereka, dibiarkan terombang-ambing tanpa pelampung, sehingga bernafaspun aku susah dan harus berusaha sekuat tenagaku, agar aku tidak jatuh tenggelam. Seperti itulah metamorfora kondisiku saat ini yang hanya bisa pasrah karena tak punya kuasa. “ Duduk Jen.” Kata dokter Evie padaku, menunjuk kursi di depan mister Kevin. Aku duduk dalam diam, tetap menunduk agar tak usah memandang mata Mister Kevin yang menatapku. Terdengar suara dokter Evie berkata pelan. “ Jen. Mister Kevin, menceritakan semua…” Evie menghentikan perkataannya Jenni menyambung dalam hati .. tentang apa yang kamu lakukan kepadanya, mengapa kamu sungguh berani memanfaatin miliknya untuk kebutuhanmu? Maafkan aku dokter, tapi Mister Kevin bertanya dengan nada menghina, mengapa aku mau melakukannya, padahal kebutuhanku saat itu belum terpenuhi, aku belum merasakan apa-apa. Jadi aku hanya menuruti perintahmu, agar aku memenuhi juga kebutuhanku. Aku ingin kami melakukannya karena kami setara, bukan aku yang hanya sekedar tempat pelampiasannya dengan mengeluarkan intinya ditubuhku hanya dengan dua kali goyangan. Semua kata-kata tak terucap itu bermain-main di benak Jenni. “ Tentang perasaannya kepadamu.” Yang terdengar nyaring bagaikan petir adalah kalimat lanjutan dari dokter Evie, yang sama sekali berbeda dengan apa yang bermain di benak Jenni tadi. Perasaan apa? Marah karena merasa dimanfaatkan? Gumam Jenni dalam hati. “ Kamu tidak bertanya perasaan apa , Jen?” Tanya Evie. Jenni menggeleng. Perasaan apapun itu, firasatnya, mengatakan, Jenni tidak akan baik-baik saja. Pasti suami istri ini akan memarahinya. “ Jen. Kamu sudah kubilang, nggak boleh diam saja, kalau orang berbicara denganmu. Ungkapkan perasaanmu, ungkapkan pikiranmu. Kamu itu cerdas, mengapa selalu diam bagai wanita bodoh, yang hanya bisa jadi pajangan tapi tidak mempunyai akal pikiran.” Kata dokter Evie, dengan suara mulai meninggi. “ Maaf.. Maaf..” Balas Jenni terbata-bata. “ Dengarkan baik-baik, Jen. Aku mengijinkanmu untuk menerima semua perasaan Mister Kevin padamu. Sebagai istri pertamanya, aku mengijinkannya menjadikanmu wanita kedua bagi Mister Kevin. Jadi kamu tidak perlu merasa bersalah padaku. Aku ingin suamiku bahagia dan aku juga tidak ingin terus-terusan merasa bersalah. Jadi aku mengijinkan Mister Kevin untuk….” “ Aku tidak mau menjadi pemuas nafsu Mister Kevin. Aku bukan wanita seperti itu. Kesepakatan kita adalah hanya satu kali. Aku ingin membantu dokter mendiagnosa Mister Kevin, hanya itu janji kita. Jangan suruh aku melakukannya lagi. Aku tidak bisa.” Potong Jenni langsung dengan nada setengah histeris, tanpa membiarkan dokter Evie menyelesaikan perkataannya. “ Aku juga tidak ingin kamu jadi pemuas nafsuku.” Terdengar suara Mister Kevin yang menatapku dengan matanya yang bening. “ Kev, kamu jelasin sendiri ke Jenni. Aku balik dulu ke kamarku. Intinya aku mengijinkannya. Jadi kamu tidak perlu merasa bersalah padaku.” Kata Evie, berjalan pelan keluar dari pintu perpustakaan. Jenni secepat kilat bangkit dari duduknya , untuk mengantar dokter Evie ke kamarnya. Jenni takut majikannya itu tremor dan mendadak jatuh. Tapi dokter Evie membalikkan badannya dan berkata “ Nggak apa-apa Jen. Kembailah ke perpustakaan. Banyak yang akan disampaikan Mister Kevin kepadamu. Aku bisa sendiri, jarak perpustakaan ini juga hanya beberapa langkah dari kamarku. Nanti aku langsung akan berbaring sehingga tidak mungkin jatuh.” Katanya mengusir Jenni. Jenni menyeret kakinya kembali ke perpustakaan dan duduk di depan Mister Kevin tanpa sedikitpun berani mengangkat wajahnya Apa yang mau dia bicarakan denganku? Apa yang ingin dia lakukan kepadaku? Apakah tindakan ku kemarin, melukai harga dirinya? Apakah dia marah karena, setelah memuaskan diriku sendiri dengan memanfaatin miliknya, langsung mengusirnya keluar dari kamarku? Apakah tindakanku itu salah? Pertanyaan- pertanyaan itu memutar di otak Jenni. Pertanyaan yang sampai detik ini tak bisa dijawabnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN