Bab 8

1086 Kata
Ellena mengerjapkan matanya beberapa kali. Dia melihat ke langit-langit ruangan yang dihiasi oleh ukiran. Gadis itu juga memaksa tangannya untuk bergerak, tetapi itu justru membuat badannya sakit. Dia mencoba mengingat apa yang telah terjadi setelah jatuh dari Kekaisaran Langit, tetapi dia tidak bisa mengingatnya. Sekali lagi dia memaksakan diri untuk segera duduk dan melihat ke sekeliling. Tubuhnya berada di atas kasur yang sangat empuk. Di sekelilingnya terdapat barang-barang mewah. Lemari dan juga meja hias bisa Ellena lihat jelas di hadapannya. Sejenak tetapi membuatnya membelalak. Ellena melihat pantulan dirinya sendiri yang menggunakan baju lebih sederhana. Ke mana gaun indahnya? Tidak, apa yang terjadi! Ellena semakin panik ketika matanya menangkap ketidakberadaan kain yang menutupi matanya. Segera dia meraba sisi pipi dengan tangan kedua tangannya. Berharap itu semua hanyalah mimpi belaka. Sayangnya, apa yang dia harapkan benar-benat tidak terjadi. “Ya ampun, bagaimana bisa aku tidak mengingat setiap detail yang ada?” bisik Ellena. Dia hanya tahu jika tangannya kini sudah diselimuti oleh perban putih dan pasti itu penyebab rasa sakitnya. Gadis dengan rambut putih panjang itu mencoba duduk ke tepian kasur. Dia harus segera pergi mencari Jean, tentu setelah berterimakasih dengan orang yang menyelamatkannya. Namun, sebelum itu dia harus mencari kain yang menutup mata, atau semuanya menjadi berantakan. Dia tidak mau membunuh siapa pun di bumi. Dia coba mengakali cara menghalangi kemampuannya untuk aktif. Ellena segera bangkit untuk mencari kain. Namun, tidak ada kain yang tepat; tentu saja dia tidak mungkin menggunting bagian dari bajunya. Ellena lalu membuka lemari. Banyak sekali gaun indah di sana, tetapi bukan itu yang dia cari. Cukup seutas kain untuk menutuk kemampuannya. Di mana? “Orang sakit seharusnya masih berbaring di tempat tidur.” Ellena segera berbalik dan melihat seorang laki-laki tengah bersandar di tembok. Tangannya menyilang di depan d**a. Dia sama sekali tidak tahu siapa orang itu. Tubuhnya menegang. Ellena merasa tertangkap basah atas tindakannya sekarang. Demi mengusir rasa itu, dia pun berujar, “Apa kamu orang yang menyelamatkanku?” Laki-laki di hadapannya malah memiringkan kepala. Ellena tidak pernah bertatapan dengan orang yang seperti ini, jadi dia melirik ke arah lain. Hening tercipta di antara mereka, entah kenapa laki-laki itu tidak menjawabnya. Ellena hanya dapat mendengar langkah kaki yang mendekat, terpaksa dia berjalan menjauh. Pokoknya dia tidak mau dekat-dekat. Semilir angin seakan sedang mengejeknya bersama dengan daun-daun di balik jendela yang tengah bergoyang. Semakin mendekat, Ellena menelan ludahnya sendiri. “Tolong jangan mendekat!” teriaknya keras, mungkin terdengar hingga keluar ruangan. Langkah laki-laki di hadapannya berhenti, diganti dengan gelengan kepala. “Aneh. Perempuan lain akan bertanya di mana mereka berada. Namun, kamu, langsung bertanya soal penyelamatmu, Nona?” “Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih sesegera mungkin, Tuan,” kilah Ellena. Laki-laki itu kembali berjalan, mengabaikan apa yang Ellena ucap. “Ngomong-ngomong, aku serius. Kamu perlu banyak berbaring setelah jatuh dari ketinggian, Nona.” Ellena membelalak ketika laki-laki itu membopongnya. Dia ingin memberontak, tetapi sakit di badannya kembali terasa. Akhirnya dia hanya bisa menahan ringisan dari gerakan tiba-tiba. Laki-laki itu lalu menurunkan Ellena di kasur, tidak lupa menarik selimut untuk gadis tersebut. “Bagaimana kamu tahu aku jatuh dari langit? Maksudku ketinggian dan siapa pula kamu?” tanya Ellena. “Namaku Kyle, raja dari Kerajaan Lowind,” balas laki-laki tersebut. Namun, Ellena masih menatap lekat, meminta jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang belum dijawab. Dia tetap setia menanti. “Aku tidak sengaja melihatmu jatuh dan aku menolongmu dari semak berduri, Nona.” “Aku tidak menyangka kamu adalah seorang raja. Mohon maaf atas ketidaksopananku, Raja Kyle,” balas Ellena. “Tapi bisakah aku memintamu untuk emngembalikan penutup mataku?” “Untuk apa? Sejak aku melihatmu, kamu tidak menggunakannya,” jawab Kyle seraya menopang dagu. “Jika aku tidak memakainya, kamu akan menyesali hal itu.” Ellena mengembuskan napas kesal. Dia lalu memiringkan tubuh agar bisa melihat sosok Kyle dengan jelas. Laki-laki itu duduk di tepi kasur dan sedang melihatnya datar. Apa pun yang dilihat oleh mata emasnya sekarang adalah kenangan acak, kacau. Ellena tidak dapat mengetahui apakah Kyle tengah berbohong atau tidak. Aneh sekali. Dia lalu memejamkan matanya untuk beberapa saat. Dalam penglihatannya dia hanya ingat bagaimana tubuhnya dibanting dari awan ke bumi. Dia jatuh ke semak-semak berduri. Itu membuat kepalanya dan sebagian besar tubuhnya di perban. Namun, tidak ada bukti kebohongan dari apa yang Kyle ucapkan. “Kamu sudah mengetahui namaku. Jadi boleh aku tahu nama dan darimana asalmu, Nona?” ucap Kyle padanya. Ellena segera membuka matanya, dia kembali melihat Kyle lekat-lekat. Mencari-cari letak kebohongan perihal penutup matanya. Tunggu, untuk apa dia mencarinya? Ellena segera menggeleng dan membuat salah paham pada laki-laki bergelar raja tersebut. “Maaf, aku bukan bermaksud menolak. Ini hanya soal kemampuanku, Raja Kyle. Namaku Ellena dan asalku ....” Ellena tidak melanjutkan kata-katanya. Jika dia memberitahu asalnya, bisa saja laki-laki ini tidak percaya. Kyle seakan memang sedang menunggu kelanjutannya. Mata cokelat itu meminta jawaban lebih spesifik, tetapi Ellena tidak kunjung membalasnya. Tidak lama terdengar seorang prajurit berpakaian lengkap dengan peluh keringat. Ini menguntungkan bagi Ellena. Ellena hanya bisa diam, tetapi matanya dapat melihat wajah gelisah dari prajurit tersebut. “Raja Kyle, pasokan air sudah kami kirimkan ke Kerajaan Ranhold, tetapi ....” “Ada apa?” balas Kyle. “Pasokannya dicuri, Raja Kyle,” balas prajurit itu. Ellena bisa melihat jelas pasokan air yang dibawa oleh prajurit itu dan prajuritnya tidak pergi ke Kerajaan Ranhold. Sebelum penglihatannya menjadi dia berharap jika si prajurit tidak melirik ke arahnya. Namun entah kenapa, prajurit itu melirik ke arah gadis berambut putih yang tengah berbaring. Sementara yang diperhatikan mencoba untuk menghindari kontak mata. Terlambat. Hanya perlu hitungan detik hingga prajurit itu berubah menjadi molekul-molekul. Ellena tidak sanggup menutupi keterkejutannya dan segera menutup mulut. Lagi-lagi Ellena membunuh. Campur aduk antara perasaanya dan juga semua kilas balik. Dia ingin merutuki kekuatan yang dia miliki. Tetapi air perlahan turun dari mata emas Ellena. Tanpa izin. Dia tahu, Kyle refleks berdiri dari duduknya. Mata laki-laki itu membelalak, sulit percaya akan apa yang terjadi dengan prajuritnya. Semilir angin ikut andil, mereka membawa partikel kecil itu keluar dari kamar.  Menyisakan baju zirah dan pedangnya saja. Kyle langsung berbalik menghadapnya. Rahang laki-laki itu mengeras dan alisnya nyaris bertautan. Siapa pun dapat melihat tanda-tanda kematian saat itu. “Raja Kyle ... aku.” Olive kembali bergeming. Dia menahan air matanya dan tahu apa yang dibutuhkan. Jean dan pelukannya. Siapa lagi yang bisa memahami dia selain elf itu? Entah kapan Kyle mengambil baju zirah dan pedang dari prajurit sebelumnya. Ellena mencoba mendudukkan dirinya di atas kasur. “Apa maksudnya?” Dia bisa dengar bisikan Kyle. Laki-laki itu menodongkan ujung lancip dari lempengan yang dibentuk menjadi tajam pada leher jenjang dari Ellena. “Aku sudah bilang, kamu akan menyesal jika tidak memberikanku penutup mata,” desis Ellena dan terdengar seperti menyindir di telinga Kyle. Kyle sekan tidak memedulikan. Dia tetap menodongkan pedangnya. “Kamu seorang pembunuh, eh?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN