Bab 7. Menguluti Aib Killa

2063 Kata
Ada banyak hal yang berkecamuk di benak Jingga, setelah mendengar pengakuan Langit tentang seperti apa kelakuan liar Killa di London. Yang disesalkan adalah kebodohan mereka justru pilih menutupi semua dari Satria juga orang tua Killa. Seharusnya keluarganya tahu seperti apa watak asli gadis sialan itu. Terutama Satria yang menelan mentah-mentah pengakuan adiknya dan melempar kesalahan ke Gala. Kenyataan kalau ada yang menjebak mereka sama sekali tidak digubris. Satria tetap tidak terima adiknya dirusak dan sekarang hamil. Belum ada kabar melegakan dari Max. Hampir seminggu di sana mereka pontang-panting berusaha mengungkap tentang kejadian di pesta malam itu. Persis seperti kata Brian Carlos papa Max, mereka menghilangkan semua jejaknya. Pihak nightclub dan hotel mengaku sempat mendapat ancaman, hingga terpaksa menyerahkan rekaman CCTV di malam kejadian. Dari sini saja sudah kelihatan, kalau ini sudah direncanakan secara matang. Dan yang pasti dalangnya bukan orang sembarangan. Begitupun saksi lenyap menghilang entah kemana. Semua terkoordinasi dengan sangat rapi. Rasanya tidak berlebihan kalau Jingga justru makin mencurigai Nero Arkatama yang berjuluk Mars itu. Karena sesuai yang Langit bilang, dia punya bekingan yang bisa membuatnya selalu lolos dari beberapa kasus hukum yang pernah menjeratnya. Jayden teman Gala yang berulang tahun malam itu juga menghilang. Spekulasi kalau mereka bersekongkol pun makin kuat. Namun, itu masih terpatahkan karena tidak adanya bukti. Ibra mulai berpikir apakah ini ulah salah satu musuhnya yang balas dendam, atau murni perseteruan Gala dengan dengan salah satu temannya di sana. Tapi, Gala justru sangat yakin tidak pernah kisruh dengan siapapun. Di tengah peliknya usaha mereka mengusut tentang skandal itu, Satria benar-benar datang bersama Killa dan mamanya. Tentu saja untuk menagih pertanggung jawaban dari Gala. Mau tidak mau Ibra dan istrinya pun menerima kedatangan mereka. Gala yang duduk di samping opanya dan Langit tampak diam mendengar pembicaraan om juga papanya. Kenes yang tadi sempat bertemu Killa terang-terangan melotot dengan muka tidak sukanya, sebelum ngeloyor masuk ke kamar. “Aku mau pernikahan dilakukan secepatnya, sebelum perut Killa membesar,” tuntut Satria untuk tanggung jawab atas kehamilan adiknya. Ibra melempar tatapannya ke Gala yang menunduk lesu. Meski tahu sehancur dan semarah apa anaknya sekarang, tapi mereka juga tidak punya pilihan lain. “Apa tidak bisa kita menunggu sampai ada titik terangnya dulu, Sat? Max dan Ezra sedang berusaha mencari bukti. Setidaknya kita tahu dulu seperti apa kejadian yang sebenarnya,” tanggap Ibra yang langsung menyulut rasa tidak suka iparnya. “Jadi maksudnya kalian ragu itu anak Gala? Dia bahkan telah mengakui kalau sudah meniduri Killa. Kenapa sekarang mau mengulur waktu untuk tanggung jawab? Killa yang hamil. Kami semua yang akan menanggung malunya!” Suara Satria mulai meninggi. “Bukan begitu, Sat! Aku tidak pernah mendidik anakku bersikap b******k. Apalagi pecundang yang lari dari tanggung jawab. Setidaknya kita tahu seperti apa kejadian sebenarnya. Kecuali ada yang kalian takutkan,” balas Ibra menatap Killa yang langsung buang muka, begitu sadar mendapat tatapan curiga. “Maksud Bang Ibra ngomong kayak gitu apa?! Kenapa juga kami harus takut? Aku hanya minta tanggung jawab dari Gala!” “Rendahkan suaramu, Sat! Jangan selalu mengedepankan emosi. Dari dulu kamu selalu seperti itu. Ujung-ujungnya apa? Menyesal, kan? Apalagi kita ini keluarga. Apa begini caramu menyelesaikan masalah?!” sahut Jonathan Lin angkat bicara melihat anak laki-lakinya yang mulai meradang dan tidak sopan ke kakak iparnya. “Killa hamil, Pa. Papaku bahkan sampai meninggal jantungan karena hal ini. Sekarang mereka terkesan ingin mengulur waktu begitu dimintai tanggung jawab. Bagaimana aku bisa sabar?!” geram Satria masih tidak terima disalahkan. Jonathan Lin menghela nafas panjang merangkul Gala yang duduk di sampingnya. Meski bukan darah dagingnya, tapi baik Satria maupun Gala dianggap seperti anak cucunya yang lain. Kejadian ini membuatnya menyesal, kenapa tidak terus mendampingi cucunya di London dulu. “Kamu terlalu fokus dengan kehilangan kalian, tanpa melihat kalau kami juga sama sakitnya. Killa adikmu, tapi Gala dan Jingga juga keponakanmu. Tidak bisakah kamu mencoba berdiri di tengah? Apa kamu meragukan kami yang menjamin Gala akan bertanggung jawab menikahi Killa? Jingga bahkan sudah mundur merelakan rencana pernikahannya batal. Rasa sakit mereka tidak ada artinya apa-apa buatmu. Egois, kamu!” ucap Jonathan sebegitu kecewanya dengan sikap tidak bijak Satria. Kicep, Satria yang merasa tertampar oleh perkataan papanya langsung terdiam. Bukan seperti itu. Dia tentu saja paham Jingga juga terluka, tapi mengulur waktu bukan jalan yang tepat. Cepat atau lambat pernikahan itu pasti terjadi. Sementara perut adiknya akan semakin membesar dan tidak bisa menunggu lebih lama lagi. “Toh, pernikahan itu harus terjadi. Apapun hasilnya Gala tetap harus bertanggung jawab,” ucapnya melunak, tapi tetap kukuh minta pernikahan dilaksanakan secepatnya. “Darah memang lebih kental dari air ya, Om. Kami paham kok, Gala dan Jingga bagi Om Satria bukanlah siapa-siapa. Jadi, perasaan dan kebahagiaan mereka sama sekali tak penting!” lontar Langit dengan sindiran pedasnya di hadapan keluarga besar mereka. “Langit!” tegur Ibra. Sementara muka Satria seketika tampak kaku.Pasti tersinggung secara tidak langsung disindir soal statusnya yang hanya anak angkat di situ. Tapi, Langit tidak peduli lagi. Sudah terlanjur kecewa dan hilang respek ke omnya. “Papa tidak lihat bagaimana sikap Om Sat yang masih terus ketus ke Gala?! Seolah Gala yang memperkosa adiknya dan lari dari tanggung jawab. Kenapa tidak tanya sendiri ke Killa, seperti apa kelakuannya di London selama ini?” seru Langit yang kali ini lantang membela saudaranya. Wajah Killa yang tadinya tenang seketika memucat. Semua mata tertuju ke dia yang tampak gusar. “Apa maksud Langit ngomong seperti itu, La? Kamu bikin ulah apa selama di London?” cecar Satria. Langit menyeringai dengan tatapan sinisnya. Salah kalau Killa kira akan semudah itu mendapatkan apa maunya. Kalaupun memang dia hamil benih Gala dan pada akhirnya mereka harus menikah, setidaknya semua orang harus tahu kebohongannya. Terutama Satria yang terus menyalahkan Gala. “Aku juga tidak mengerti apa maksud Langit ngomong kayak gitu, Bang,” jawabnya sok polos. “Tidak mengerti?!” Langit tertawa mengejek. “Bagaimana kalau kita panggil saja Rhea dan Thea, supaya Om Sat dan mamamu bisa mendengar sendiri dari mereka. Kalau aku atau Gala yang cerita pasti dianggap fitnah. Bagi mereka kan kamu adalah anak baik-baik. Sudah pasti Gala yang salah, karena sejak dulu dianggap playboy.” “Apa yang kalian rencanakan sebenarnya? Kalau memang tidak mau tanggung jawab, cukup bilang saja! Tidak perlu muter-muter sengaja mencari kesalahanku!” sahut Killa marah untuk menutupi ketakutannya. “Wah … kumat lagi playing victim dia, Gal!” Langit tersenyum menggeleng. Ibra dan Jonathan Lin masih pilih diam menyimak. Mengamati ekspresi dan tanggapan Killa saat mulai terimidasi ucapan Langit yang mengancam akan membuka kartunya. Tentu saja mereka sudah mendengar cerita sebenarnya. Sama seperti Jingga yang sempat marah, mereka pun kecewa karena Gala dan Langit malah menutupinya. Dari situ juga mereka paham, Killa pantas dicurigai. Apalagi melihat sikapnya yang makin menunjukkan sifat aslinya. “Sebenarnya apa yang ingin kamu katakan soala Killa, Langit?” tanya Fiona, mama Killa yang baru saja menjanda setelah ditinggal mati suaminya. “Tante Fiona beneran tidak tahu atau pura-pura tidak tahu?” Lagi-lagi Langit bicara ketus. “Jaga sikapmu. Lang!” seru Satria geram dengan sikap tidak sopan keponakannya. Dari pintu Jingga yang baru pulang melangkah masuk. Bentakan omnya terdengar jelas olehnya. Dia yang tadinya malas tidak mau tahu urusan mereka pun berubah pikiran ikut duduk. Matanya tajam menatap Killa yang seperti berusaha tidak menyeringai, karena sadar sedang jadi perhatian mereka. “Bukannya yang tidak bisa jaga sikap itu adalah Om Sat sendiri? Selalu saja emosi yang didahulukan. Menghadapi orang lain Om Sat selalu bersikap kritis dan tak segan menguliti tanpa peduli apapun. Harusnya Om juga siap kalau orang lain bersikap sama. Sesekali lihat cermin, Om! Biar bukan cuma kekurangan dan kesalahan orang lain saja yang terlihat. Jangan sampai membuat kami hilang respek ke Om Satria, gara-gara berat sebelah menyelesaikan masalah ini!” ujar Jingga tanpa takut membalas tatapan marah omnya. Kali ini dia akan berdiri tegak membela Gala yang terus dipojokkan. Hubungan percintaan mereka boleh saja hancur, tapi sampai kapanpun dia tetap saudaranya. Jangan harap siapapun bisa seenaknya begini. Apalagi di rumah mereka sendiri, di hadapan keluarga besar mereka Satria terus ngoceh marah-marah. “Masalahnya Killa sudah hamil, Jingga. Apapun hasil penemuan kalian tentang kejadian itu, tetap saja kenyataannya Gala sudah meniduri Killa dan sekarang dia mengandung anaknya. Kita selesaikan dulu soal tanggung jawab. Tentang siapa dalang yang menjebak mereka bisa kita selidiki setelahnya!” jelas Satria. “Yakin itu anak Gala?” lontar Langit seketika membuat Satria mendelik. Sementara Killa mendongak dengan muka merah padam. Marah sekaligus gusar, tidak menyangka Langit akan selancang itu bicara ngawur di depan semua orang. “Jaga bicaramu, Langit!” bentak Satria menuding dengan tangan gemetar. “Anakku tidak akan kurang ajar, kalau kamu bisa bersikap bijak layaknya om yang pantas dihormati! Apapun aku bisa mengalah, kecuali untuk urusan anak-anakku. Kamu terus bicara keras tanpa sedikitpun menghargai aku dan papa. Karena jebakan sialan ini bukan cuma adikmu yang masa depannya hancur, tapi kebahagiaan kedua anakku juga berantakan. Aku sudah menjamin Gala akan bertanggung jawab. Kenapa kamu masih ngotot semua harus menuruti keinginanmu? Jangan memaksaku untuk memakai cara keras menyelesaikan masalah ini, Sat! Kamu bahkan tidak tahu apa-apa tentang adik kebanggaanmu itu!” Ibra balas membentak iparnya. Habis sudah kesabarannya melihat kelakuan Satria yang selalu main bentak dan memperlakukan Gala seperti tersangka. Keadaan di ruang tamu memanas setelah mereka bersitegang. Ibra sudah berusaha sabar, tapi Satria makin keterlaluan. Kalau mau sejak awal Ibra juga bisa memojokkan Killa dengan segala kelakuan liarnya itu, seperti Satria yang menganggap Gala seolah b******n pemerkosa adiknya. “Berhenti menyalahkan Gala dan menyudutkan dia seolah b******n pemerkosa adikmu! Anakku yang kamu anggap sama brengseknya dengan kelakuanmu saat muda ini, jauh lebih bisa menjaga akhlaknya dari adikmu yang sok baik tapi ternyata liar!” “Bang!” seru Satria tidak terima. “Aku tidak akan bicara tanpa bukti. Kalau kamu tidak percaya omongan mereka, seperti kata Langit tadi kita panggil Rhea dan Thea kesini. Kamu tanya sendiri ke mereka, seperti apa kelakuan Killa selama di luar! Pikir, kenapa Sifa tidak peduli dengan kehamilan Killa. Karena dia tahu seliar apa kelakuan keponakannya!” lanjut Satria menatap Killa yang mulai blingsatan. Seperti disambar petir, Satria terperangah kaget menoleh ke adiknya. Killa menggeleng pucat pasi. Sedangkan Fiona menunduk menahan malu. Entah dia tahu sesuatu, atau sama seperti Satria yang baru mendengar tentang kebohongan anaknya. “Jadi benar, selama ini kelakuanmu memang seliar itu?! Malam itu bukan kali pertama kamu datang ke nightclub dan mabuk. Iya, kan?!” bentaknya. “Nggak, Bang! Bukan begitu,” geleng Killa masih berusaha mengelak. “Bantah kalau berani! Kami akan bongkar semua pergaulan bebasmu dengan Mars dan teman-teman berandalanmu itu! Jangan sok polos dan playing victim dengan bersembunyi di ketiak Om Sat, Killa! Gala mungkin tetap harus menikahimu meski itu belum tentu anaknya, tapi mereka juga harus tahu sebangsat apa kelakuanmu yang selama ini terobsesi ke Gala!” lantang Langit sudah tidak ingin menutupi apapun lagi. “Diam! Tutup mulutmu!” Tanpa sadar Killa berteriak membentak Langit. Plak Suara tamparan terdengar keras. Tangan Satria sampai gemetar setelah melayang menggampar pipi adiknya. Dia tidak menduga Killa bisa sekasar itu berteriak di depan banyak orang. “Kurang ajar, kamu!” geram Satria murka. “Mereka hanya mengada-ada karena tidak ingin bertanggung jawab, Bang. Bayi di perutku benar-benar anaknya Gala. Tidak ada hubungannya dengan Mars atau siapapun itu!” seru Killa. “Wajar kan kalau kami curiga, karena selama ini kelakuanmu seliar itu. Tidak ada perempuan baik-baik sering dugem dan mabuk bersama para berandalan yang kerap berurusan dengan hukum. Apa berani kamu mengaku di depan Om Sat, kalau kamu bahkan sering tidak pulang?!” cecar Jingga. “Sialan kamu, Langit!” umpat Killa yang sudah menduga Langit membuka kartunya. “Bagaimana bisa begitu kebetulan dari banyaknya pengunjung di nightclub, justru kamu yang dijebak tidur dengan Gala?! Kamu yang selama ini diam-diam terobsesi ke tunanganku. Atau jangan-jangan kamu dan Mars ada hubungannya dengan kejadian itu?!” lanjut Jingga makin membuat Killa gelagapan Belum sempat Killa mengelak, Max dan Ezra secara tidak terduga datang ke sana. Mata Killa terbelalak melihat Nolan kekasihnya itu juga ada di belakang mereka. Tiba-tiba perutnya mual. Sialnya semua tidak seperti yang dia bayangkan. Dia sudah berusaha menutupinya, tapi mereka malah mengajak Nolan pulang dan mendatanginya di saat yang tak tepat. “Pada akhirnya kamu benar-benar merusak semua, Killa! Sejahat itu, kamu!” geram Nolan menatap nyalang perempuan yang sudah mengiyakan ajakan nikahnya itu. Max yang duduk di samping Jingga menyerinngai menatap Killa yang seperti maling ketahuan. "Kami mendapatkan rekaman CCTV dan sudah tahu jejak Mars, Om."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN