Ibra sudah tahu Max dan Ezra hari ini kembali dari London, meski belum jelas hasil apa yang berhasil mereka dapatkan. Minta pernikahan ditunda sampai ada titik terang pengusutan, itu hanya cara dia memancing supaya Killa menunjukkan wajah aslinya. Sekaligus ingin memberi Satria pelajaran dengan mempertontonkan sebobrok apa adik yang mati-matian dibelanya, sampai mengabaikan perasaan keponakannya.
Kecewa itu pasti. Bukan cuma karena sifat Satria yang egois dan emosian. Tapi, bagaimana iparnya itu sama sekali tidak bisa bijak berdiri di tengah. Lihat saja anak istrinya dan juga tante Killa sampai tidak sudi ikut campur. Mereka yang tahu tabiat buruk Killa, merasa malu dan tidak enak hati ke keluarga Lin. Terlebih sejak awal Satria justru melempar semua kesalahan ke Gala, tanpa mau mendengar penjelasan apapun.
Max mendekat dan berbisik di telinga Jingga. Entah apa yang dia sampaikan, tapi kemudian Jingga merogoh ponselnya. Killa makin tampak gusar. Pertemuan keluarga yang tadinya dia pikir bisa memuluskan jalannya, justru berbalik jadi bumerang. Terlebih lagi ada Nolan di sana. Entah apa yang sudah mereka rencanakan sekarang. Bisa-bisa dia beneran babak belur dihajar abangnya kalau sampai mereka membongkar soal Mars.
“Tante minta maaf atas apa yang telah terjadi, Nolan. Killa sudah menerima lamaranmu, tapi malah begini jadinya,” ucap Fiona ke pacar anaknya tampak mati-matian menahan marah.
“Padahal sudah tak terhitung berapa kali saya mengalah dan memaafkan kelakuannya yang ketahuan selingkuh, Tante. Tidak bosan juga saya menasehati Killa, untuk tidak berhubungan dengan Mars juga gerombolannya supaya tidak makin terseret arus. Yang paling sial tentu saja Gala, terpaksa harus menerima barang bekas sebagai istri!” cemooh Nolan dengan muka jijiknya menatap Killa marah.
“Jaga mulutmu!” bentak Satria geram adiknya dihina seperti itu.
“Kalau aku tidak bisa jaga mulut, sudah aku kuliti aib adiknya Om yang kelakuannya seperti jalang ini! Hanya karena dulu aku yang pertama menidurinya, maka merasa punya tanggung jawab menikahi Killa. Tapi, kelakuannya malah makin liar dan menjijikkan. Bagus sekarang dia hamil, jadi aku tidak perlu ketiban sial menikahi perempuan seperti ini!”
Pengakuan Nolan itu tentu saja membuat mereka semua tercengang. Terutama Satria yang seperti dilempar kotoran mukanya, mendengar sebobrok apa kelakuan adiknya selama ini.
“Sialan kamu, Nolan! Urusan kita sudah selesai. Aku juga tidak pernah menuntut kamu nikahi. Sekarang aku hamil anak Gala, sudah seharusnya kalau menuntut tanggung jawab dari dia!” Bahkan, Killa masih berani main bentak. Padahal semua orang manatapnya gedek. Terlebih Satria yang sudah kaku gemetar mendengar fakta soal adik kesayangannya.
“Anak Gala? Yakin itu benih dia?!” cibir Nolan terkekeh mengejek.
“Diam!” teriaknya emosi.
“Definisi benalu tidak tahu malu dan tidak tahu diri itu adalah kamu, Killa! Menumpang hidup di rumah mereka. Memanfaatkan kebaikan para cucu keluarga Lin dan menggunakan kakakmu sebagai tameng, supaya bisa sesuka hati. Tanpa keluarga Lin, kamu bukan siapa-siapa. Mars dan gerombolannya juga tidak akan sudi bergaul denganmu kalau tidak ada maunya!” Nolan makin ugal-ugalan mengorek aib Killa. Saking sakit hati dia selama ini menghadapi kelakuannya.
“Hah, akhirnya aku bisa tidur nyenyak juga karena tidak perlu greget dengan si paling sialan satu ini!” Biru, anak Ibra kembarannya Sagara yang baru turun dari lantai atas menghempaskan bokongnya di samping Ezra. Tersenyum sinis ke omnya yang terbungkam malu.
“Biru!” tegur Ibra.
“Biar ganti kita yang mengeluarkan uneg-uneg, Pa. Bukan cuma selalu mengalah jadi bulan-bulanan emosi dan keegoisan Om Sat. Mentang-mentang kita selalu diam jadi seenaknya. Nes saja tahu kok Killa sejak dulu gatal kalau ada Gala. Masa iya Om Sat yang biasa paling bisa mengoreksi kekurangan orang lain, bahkan asal nyinyir tanpa bukti. Malah tidak ngeh adiknya memang selalu iri ke Jingga dan berusaha mendekati Gala!” Giliran Biru yang sekarang memuntahkan kemarahannya.
Bagi Satria yang biasanya pantang kesenggol, serasa dia mau meledak dipermalukan seperti ini. Bukan ke Biru atau Nolan, tapi adiknya. Jonathan Lin menggeleng dengan raut kecewanya. Bahkan, sampai cucu-cucunya yang selama ini selalu sopan pun hilang respek. Saking kelewatan sikap Satria yang kali ini menoreh luka di hati mereka. Jadi Jonathan juga pilih tidak menengahi. Biar Satria tahu, seketerlaluan apa keegoisannya yang sudah mengesampingkan perasaan keponakan dan keluarganya demi Killa.
“Masalahnya jadi seperti ini Om Sat juga punya andil besar, karena sudah menitipkan Killa ke Bang Langit dan Bang Gala! Lucu nggak sih, sedang ada Rhea dan Thea juga di sana. Tapi, justru dibiarkan tinggal serumah dengan para pria!” cibir Biru dengan ucapannya yang memang masuk akal. Rhea dan Thea kan sepupunya Killa. Mereka juga kuliah bareng di sana, tapi Satria malah menitipkan adiknya ke Gala yang bahkan sejak awal sudah dia cap playboy.
“Bukan seperti itu, Biru. Om menitipkan Killa ke Langit dan Gala, karena sebagai laki-laki mereka lebih bisa melindungi. Om juga tidak tahu kalau Killa bakal berulah begini,” jelas Satria.
“Justru itu yang lucu, Om. Gala sudah Om Satria cap sebagai buaya. Kenapa malah dilempar ke dia?!” Biru terkekeh menertawakan pembelaan omnya. Tidak peduli kalau setelah ini hubungan mereka renggang, karena sudah terlanjur sakit hati melihat perlakuan omnya ke Gala dan Jingga.
Tangan Satria terkepal gemetar. Tidak tahu lagi bagaimana harus menyelesaikan masalah ini, setelah tahu seperti apa kelakuan Killa. Malunya bukan main. Namun, juga tidak mungkin membiarkan adiknya hamil tanpa suami. Killa yang duduk gusar merogoh ponselnya. Jingga dan Max diam-diam saling lirik. Menyeringai melihat gadis itu masuk dalam perangkap mereka.
“Bagaimana hasilnya, Max? Ada petunjuk?” tanya Ibra tentang hasil pengusutan mereka selama seminggu di London.
Killa langsung gelagapan. Menegakkan punggung menatap panik ke Max yang kemudian menyerahkan flashdisk kecil warna hitam dari sakunya.
“Ini rekaman CCTV yang sempat dihapus oleh mereka, tapi berhasil kami pulihkan. Juga informasi tentang Nero Arkatama dan juga Jayden!”
Biru mengambilnya, lalu beranjak menyambungkan ke layar tivi besar di sana. Pandangan mereka tertuju ke Killa yang blingsatan tidak tenang. Dari itu saja sudah kelihatan ada yang tidak beres. Gala tampak kalut. Penasaran ingin tahu seperti apa dia dijebak malam itu, tapi juga ketar-ketir Jingga akan semakin menjauh darinya setelah melihat rekaman CCTV.
Begitu video rekaman itu terpampang mereka menyimak dengan seksama. Mata Jingga tampak nanar melihat Gala yang sempoyongan dipapah dua orang keluar dari lift, lalu menyusuri koridor dan masuk ke dalam sebuah kamar. Mereka pergi meninggalkan Gala sendirian di sana dengan pintu tidak sepenuhnya tertutup rapat. Aneh, kan? Seperti sengaja.
Tanpa sadar Gala dan Jingga saling lempar pandang, tapi hanya tatapan terluka tanpa bisa berkata-kata. Sampai kemudian tak lama tampak Killa yang juga sedikit terhuyung berjalan sempoyongan. Iya, sepertinya mabuk, tapi masih bisa berjalan sendiri. Bahkan, bisa mencari keberadaan kamar yang ditempati Gala. Sekarang mereka paham, kenapa dua orang tadi pergi tanpa menutup rapat pintunya. Karena memberi akses masuk untuk Killa yang bakal menyusul.
“Bangsatt kan perempuan satu ini?! Masih mau playing victim? Bilang ke abangmu kalau kamu dijebak! Mabuk, tapi masih bisa jalan dan mencari kamar yang ditempati Gala! Luar biasa adik kesayangan Om Satria yang paling alim ini!” seru Langit tidak bisa mengontrol emosinya lagi.
Satria menoleh dengan mata menguar marah. Tidak menyangka jika seperti ini ceritanya. Dia mulai berpikir, apakah benar kata mereka kalau Killa memang terobsesi ke Gala.
“Sebrengsek itu ternyata kelakuanmu! Dijebak?! Itu namanya kamu yang menawarkan diri, sialan! Apa yang di otakmu, Killa?!” bentaknya dengan suara menggelegar keras. sampai Killa terjengkit kaget.
“Aku sudah bilang berkali-kali, selidiki dulu duduk masalahannya seperti apa! Jangan asal menyalahkan Gala, karena aku merasa adikmu memang tidak beres! Kalau sudah begini mau ditaruh mana muka kita, Sat?! Aku sama Nay saja sampai malu menginjakkan kaki di rumah ini! Sifatmu yang selalu saja emosian kadang memuakkan!” lontar Rena, istri Satria yang baru datang dari rumah mereka di sebelah dan sempat ikut melihat CCTV.
“Diam kamu, Ren! Jangan membuatku semakin pusing!” gertak Satria, tapi sedetik kemudian kicep menyesali mulutnya yang kelepasan membentak istrinya.
“Iya, mulai sekarang aku akan diam! Kamu urus sendiri adik kebanggaanmu itu!” seru Rena berbalik pergi.
“Ren! Renaaa!” Satria berdiri berteriak memanggil istrinya yang bahkan tidak menggubrisnya.
“Sialan!” umpatnya duduk dengan kepala mau pecah.
Fiona sudah mau berdiri menyusul untuk minta maaf, tapi Killa mencekal tangan mamanya tidak membiarkannya pergi. Dia sudah ketakutan dikerubuti mereka yang seperti ingin mencekiknya hidup-hidup. Belum lagi kemarahan abangnya yang mengerikan.
“Kamu lihat sendiri sekarang, Killa yang sengaja datang saat Gala dalam keadaan tidak sadar di bawah pengaruh obat perangsang! Aku bukan ingin menggunakan ini sebagai alasan anakku mengelak dari tanggung jawab. Tapi Sat, sikapmu dalam menyikapi masalah benar-benar mengecewakan! Kami saja sakit hati, apalagi Gala yang langsung kamu hakimi habis-habisan. Sadar tidak, kamu sudah kehilangan respek dari para keponakanmu gara-gara sikapmu yang arogan itu!” ucap Ibra menatap datar iparnya yang duduk dengan muka merah padam.
Menghela nafas panjang, Satria menatap Gala juga para keponakannya yang lain. Menyesal, tapi apa boleh dikata semua sudah terlanjur. Dia menaruh harapan besar ke Killa. Sejak kecil mengawasi adiknya, karena tidak ingin salah jalan seperti dirinya maupun orang tua mereka. Sama seperti nasib Nay anaknya, Killa juga biasa dikekang. Bedanya Nay memang dasarnya lugu dan penurut, sementara Killa adiknya yang terlihat anteng ternyata seliar ini begitu dilepas di luar.
“Maaf, Om terlalu gegabah dan main emosi. Kehamilan Killa membuatku terpukul, marah juga kecewa. Tapi Gala, biar bagaimanapun Killa sudah hamil anakmu. Om tetap minta kamu bertanggung jawab,” ucap Satria menahan malunya.
“Setelah tahu Killa yang sejak dulu terobsesi ke Bang Gala dan sengaja masuk ke kamar supaya ditiduri, Om masih menuntut tanggung jawab?! Padahal rencana pernikahannya dengan Kak Jingga sudah di depan mata. Om masih punya perasaan, nggak?! Bagaimana kalau Om Satria yang di posisi Bang Gala?” Biru menatap omnya sinis.
“Iya, Om tahu ini tidak adil dan menyakiti mereka. Tapi, anak itu juga butuh status dan kehadiran Gala sebagai papanya,” sahut Satria.
“Yakin, itu anak Gala? Om sudah dengar sendiri kan, Killa tidur tidak hanya dengan satu pria. Selama ini dia sering dugem dan pesta dengan Mars juga gerombolannya sampai tidak pulang. Om Satria juga pernah muda dan menjadi penikmat kehidupan malam. Paham kan, apa yang bisa mereka lakukan? Apa adil kalau sekarang dia hamil, lalu menyudutkan Gala disuruh menikahinya demi tanggung jawab atas anak yang belum tentu benihnya?!” lontar Langit yang kali ini kritis balik mencecar dan menyudutkan omnya.
“Nggak! Sumpah demi Tuhan ini anaknya Gala!” bantah Killa menyela tuduhan Langit.
“Masih berani kamu bawa-bawa nama Tuhan, setelah bohong mengarang cerita sampai keluarga kami kisruh begini! Bang Gala yatim piatu sejak kecil. Bahkan, dengan papanya saja tidak pernah ketemu. Hidupnya sudah sepahit itu dan hanya punya kami sebagai keluarga. Tapi, karena obsesi gilamu, sekarang menghancurkan satu-satunya bahagia yang dia punya. Kalau bukan karena Om Sat, sudah aku seret kamu ke gudang!” desis Biru yang kemudian menoleh ke omnya. Satria pasti paham apa yang dia maksud. Jangan harap bisa keluar dalam keadaan hidup dari sana.
“Diam dulu Biru! Kita selesaikan baik-baik soal ini!” ujar Ibra menghentikan amarah kedua anaknya. Justru Jingga dan Gala yang sejak tadi masih terus bungkam.
“Killa, jawab dengan jujur! Kamu pasti tahu siapa yang menjebak Gala. Kalau tidak, mana mungkin bisa datang ke kamar itu. Jangan bilang kamu tidak ingat apa-apa! Kami bukan orang bodoh yang bisa kamu bohongi! Siapa yang memberikan obat ke anakku?” lontar Ibra dengan tatapan menusuk ke Killa yang menunduk makin dalam.
“Saya beneran tidak tahu apa-apa, Om. Ada yang menghampiri saya dan memberitahu, kalau Gala mabuk dan dibawa ke kamar hotel. Karena khawatir dia kenapa-napa, jadi saya menyusulnya. Tapi, baru masuk ke kamar, Gala sudah menyeret saya ke tempat tidur. Saya juga setengah mabuk, jadi tidak bisa berbuat banyak untuk menghindar.”
“Huuueekkk! Mulutmu sama busuknya dengan hatimu. Bang Gala jalan saja sudah setengah diseret, bagaimana dia bisa memaksamu? Sejak awal kamu yang gatal. Kami bahkan lebih percaya kamu yang memperkosanya!” sahut Biru makin muak mendengar ocehan Killa yang masih melempar kesalahan ke abangnya.
“Demi Tuhan aku tidak semurahan itu!” seru Killa lagi-lagi membawa-bawa nama Tuhan. Sayang, tetap tidak ada yang percaya omongannya.
Gala mengusap mukanya kasar. Dia bahkan mengira yang bersama dengannya malam itu adalah Jingga. Dikiranya dia sedang mimpi bercinta dengan calon istrinya, tidak tahunya ternyata Killa. Sialnya lagi malah sampai hamil.
“Aku mengira yang bersamaku malam itu Jingga, Opa. Aku pikir hanya mimpi,” gumamnya lirih dengan perasaan sesak.
Jonathan merangkul bahu cucunya. Mengusap lembut Gala yang tampak tertekan dan hanya bisa pasrah.
“Nanti kita cari jalan penyelesaiannya. Yakin, papamu pasti akan mengusahakan yang terbaik untuk kalian semua,” bujuk Jonathan Lin.
Ibra menyandarkan punggungnya menatap Satria yang tampak sama gundahnya. Dia juga pusing harus memilih antara kebahagiaan kedua anaknya, atau nasib bayi yang memang mungkin saja darah daging Gala.
“Bagaimana menurutmu, Sat? Kamu tidak bodoh. Jelas tahu adikmu tetap tidak mau jujur. Aku bisa saja egois pilih pernikahan Gala dan Jingga diteruskan, tapi juga tidak mau menyesal kalau ternyata itu memang anak Gala.”
Satria bungkam. Dia tentu saja ingin Gala tetap menikahi adiknya yang sudah terlanjur hamil. Tapi, untuk menuntut dia sudah tidak punya muka lagi. Terlalu malu dengan kelakuan Killa. Iya, tidak mungkin Gala yang memperkosanya. Namun, tetap saja mereka sudah tidur bersama dan sekarang Killa hamil. Kalau tidak dinikahi, terus bagaimana nasib Killa dan bayi di perutnya.
“Bang, beneran ini anaknya Gala! Kalau dia masih mau nikah dengan Jingga, lalu aku dan anak ini gimana?” rengek Killa tidak tahu malu.
“Diam!” geram Satria melotot.
“Mau dinikahi Gala, Boleh! Tapi, kita buat perjanjian. Kamu sudah bersumpah itu benih Gala. Kalau ternyata nanti anak itu bukan darah dagingnya, pertanggungjawaban seperti apa yang bisa kamu berikan ke kami? Karena demi menikahi kamu, Gala harus merelakan kebahagiaannya bersama Jingga hancur. Dia membayar mahal untuk tanggung jawab yang kamu minta!” tegas Ibra.
Saat Killa kebingungan harus menjawab apa, ponsel Jingga bergetar oleh pesan masuk. Dia baru saja membuka potongan video yang dikirim dari nomor asing, namun Max langsung merebutnya. Jingga tampak gemetar kaku menatap Gala dengan mata memerah basah. Mereka penasaran, apa yang baru Jingga lihat sampai Max nekat menyingkirkan ponsel itu. Juga, amarah Jingga sampai membuatnya terlihat begitu mengerikan.