Chapter. 6

1294 Kata
"Sandrinaaaa...."Pekik Syifa saat pintu apartemen terbuka. Wajahnya terlihat sumringah menghampiri adik angkatnya itu. Sedangkan Sandrina terjangkit kaget mendengar Syifa memekik saat masuk tanpa memberi salam terlebih dahulu. "Ya Allah...Mbaaak...salam dulu iih..." Sandrina mencebik melihat tingkah Dokter Syifa yang kadang seperti anak kecil. "Dek....ada kabar baik buat kamu...' Ucap Syifa penuh semangat. Ia terlihat ngos-ngosan seperti baru saja melakukan lari maraton. "Mbak...tenang dulu...tarik nafas..buang perlahan... terus...terus.." Ucap Sandrina dan di ikuti oleh Syifa. "Udah...." Tanya Sandrina yang dijawab anggukan oleh Dokter Syifa. "Dek....selamat ya...kamu diterima kerja di rumah sakit...!" Ucap Dokter Syifa setelah mengatur nafas yang ngos-ngosan sebab berita gembira yang segera Ia sampaikan pada Sandrina. Sandrina yang masih belum paham dengan maksud ucapan Dokter Syifa pun mengerutkan keningnya. "Maksud Mbaaak..???" Tanya Sandrina. Saking gemesnya, Dokter Syifa pun mencubit gemas pipi Sandrina kemudian memeluk wanita yang sudah Ia anggap saudara itu lalau berbisik. "Putri Sandrina, selamat ya...besok kamu sudah mulai kerja di rumah sakit..." Degh! "Dan.... istimewanya lagi kamu akan bekerja sebagai asisten Mr. El. Entah apa yang Mas Kael katakan padanya. Tapi sungguh aku sangat bahagia dengan kabar ini sayang..." Ucap Dokter Syifa yang terlihat begitu bahagia sembari memeluk erat tubuh Sandrina. Tak terasa bulir bening jatuh membasahi pipi kedua wanita cantik itu. " Ya Tuhan.... terimakasih ...hiks..." Ucap Sandrina lirih. " Terimakasih Mbaak...! Mbak sudah banyak membantu ku...aku sayang Mbak Syifa..." Dengan tulus kata-kata itu terucap dari mulut Sandrina. Syifa benar-benar terharu mendengar setiap ucapan yang terlontar dari bumil kesayangannya itu. Hatinya terasa hangat saat mendengar semuanya. "Sama-sama sayang...Mbak ikut bahagia melihatmu tersenyum lagi. Ingat..!! ada Mbak yang akan selalu ada untukmu...Okee!!" Sandrina pun mengangguk. Keduanya pun larut dalam perbincangan hangat. Tanpa keduanya sadari. Semua gerak-gerik keduanya tak luput dari pantauan Dua pria yang sedari tadi mencuri dengar pembicaraan dua wanita yang masing-masing menempati bagian terdalam di hati mereka. "El... sepertinya Ummi Fatimah harus tahu hal ini....!!" Usul Kael pada Raphael. "Hmmmm...aku akan menyampaikan berita ini pada Ummi dan Baba...dan aku berharap mereka mau menerima Sandrina..." Ucap Raphael menatap lurus ke depan. Pandangannya sama sekali tak beralih dari Sandrina. "Sepertinya kali ini Tuan Raphael Abraham benar-benar sudah terhipnotis dengan seorang Sandrina...CK.." Ucap Kael mencoba menggoda sepupunya itu. "Aku hanya ingin melihat senyuman diwajahnya Kael...Entahlah....sejak menatap wajahnya saat sarapan tadi pagi, hatiku.....ahhhhh...Apalagi setelah mendengar apa yang Ia alami. Aku ingin sekali melindunginya dan kedua bayinya nanti..." " Berdoalah...semoga Ummi Fatimah menyukainya..." "Aku yakin itu...Kael...Aku kenal dengan Ummi...! Ummi tahu mana wanita baik-baik dan wanita yang hanya berkedok sandiwara, namun memiliki maksud lain yang menguntungkan untuk dirinya sendiri. Dan sandrina...Ia berbeda.." "Ya...ya...ya..terserah padamu...tapi aku tak yakin jika Sandrina akan secepat itu menerima perasaanmu....Wanita yang baru saja mengalami kegagalan dalam sebuah hubungan akan sulit lagi mempercayai yang namanya cinta El..." Ujar Kael "Kita lihat saja nanti, Kael..." Setelah memastikan kedua wanita itu baik-baik saja, Keduanya pun beranjak dan melangkahkan kakinya menuju unit milik mereka. _________ Di Kediaman Brahmanto "Mas... hari ini temani Niki ke Mall ya..! Nikita udah lama ngga jalan-jalan...apalagi waktu ngidam si baby...! Boleh ya Mas.. temenin Aku.." Ucap Nikita begitu manja, sembari bergelayut manja di lengan kekar Arlan. "Maaf Niki....Aku tak bisa menemanimu. Kau pergilah bersama Ibu. Aku banyak pekerjaan di kantor. Ditambah lagi dengan rancangan baru produk sport yang akan launching bulan ini. Jadi tolong mengertilah...!!" Tolak Arlan dengan halus agar Nikita tak merasa diabaikan. Arlan sebenarnya hanya beralasan. Ia memang masih enggan jalan berdua dengan Nikita. Apalagi publik tahu jika istri sahnya masih Sandrina. Sebab perceraian mereka yang belum resmi di umumkan. Arlan tak ingin semuanya berdampak pada perusahaan. Makanya Ia menolak untuk menemani Nikita dan lebih memilih ke perusahaan. "Ya sudah...kalau Mas ngga bisa..! tapi lain kali Mas harus janji temenin Niki untuk jalan-jalan" Ucapnya dengan wajah yang cemberut. "Hmmmmmm" Arlan tak begitu merespon ucapan Nikita. Saat ini yang ada dipikirannya hanyalah Sandrina. 'Maaf Niki...meskipun kau mengandung anakku. Tapi hati ini masih milik Sandrina. Meskipun kesalahan ini sebab kecerobohan ku..tapi maaf Aku belum bisa menggantikan Sandrina denganmu. Sandrina sangat spesial dan mungkin akan selalu bersemayam di hatiku yang paling dalam.' Gumam Arlan menatap punggung Nikita yang saat ini melangkah keluar untuk menemui Ibunya. Di ruang Keluarga "Lho...Niki sayang...wajahnya kok di tekuk seperti itu??? ada apa sayang??? apa Arlan menyakiti mu??" Pertanyaan beruntun Marni ajukan pada sang menantu. Sebab Nikita terlihat murung semenjak keluar dari kamar. "Mas..Arlan ngga mau di ajak ke Mall, Bu...katanya di perusahaan lagi banyak kerjaan..." Ucap Nikita yang kemudian membawa tubuhnya duduk di sofa tepat di samping Marni. "Lho...kok gitu??" Marni kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Wijaya. "Yah...emang di kantor lagi banyak pekerjaan apa?? Biasanya kan ada Hendra yang menghendaki semuanya...! Kenapa harus Arlan yang turun tangan??" Wijaya yang tadinya sedang asyik membaca koran akhirnya mengalihkan atensinya pada sang istri. Menatap sebentar, kemudian Ia melipat koran dan meletakkannya di atas meja. "Bu...saat ini perusahaan sedang mempersiapkan launching produk sporti yang baru...dan itu akan dilakukan bulan ini. Dan Hendra saat ini sedang Arlan tugaskan di luar kota. Jadi semua yang berhubungan di kantor pusat akan menjadi tanggung jawab Arlan. Jadi tolong...Ayah minta, Ibu jangan mengganggunya dulu.." Pinta Wijaya pada sang istri. Sebenarnya kata-kata itu juga tertuju untuk Nikita. "Ya...masa hanya nemenin istri ke Mall bisa mengganggu pekerjaan...ish..kalian para pria itu sama saja...." Omel Marni yang masih tak terima dengan alasan yang suaminya ucapakan. "Ibu kan bisa nemenin Nikita. Coba kamu seperti Sandrina dulu. Ia tak pernah mau merengek pada Arlan untuk hal apapun dia tak pernah manja apalagi selalu menyusahkan Arlan. Sandrina sangat perhatian dan mengerti apa yang Arlan butuhkan....Maka, tanpa disuruh pun Arlan yang selalu sigap menawarkan diri untuk menyenangkan Sandrina. Meskipun kadang di tolak olehnya. Jadi berkacalah dari Sandrina. Jika kamu terlalu banyak menuntut, Maka bukannya semakin mendapatkan hati Arlan, justru kamu akan semakin kehilangan Arlan." Ujar Wijaya panjang lebar pada Nikita. "Lho...ko Ayah bandingin Nikita sama wanita mandul itu sih! Ya jelas beda dong Yah...! Pokonya setelah pekerjaan Arlan selesai anak itu harus lebih mengutamakan Nikita...apalagi Niki sedang ham cucu kita..Ayah harus bisa membujuknya....!" Tegasnya meminta Wijaya untuk bicara pada Arlan. "Terserah Ibu..." Wijaya yang tak ingin adu mulut dengan sang istri yang keras kepala itu, akhirnya memutuskan untuk meninggalkan mereka. "Lho Ya...ayah mau kemana sih...ibu belum selesai ngomong Lo Yahh..." Teriak Marni yang kesal ditinggal begitu saja Oleh Wijaya. "Ya sudah Niki...kita berangkat berdua saja ya sayang...pokoknya nanti kamu belanja sepuasnya...kita happy-happy aja hari ini...! Yuk!" "Oke Bu..." Nikita pun tak menolak. Walau tak bisa ditemani Arlan. Bersama sang Ibu mertua pun ngga masalah. Yang penting Ia bisa belanja....belanja.. dan belanja... _________ "Dek...kita ke butik langganan Mba aja ya... Di sana bajunya bagus-bagus..." Ucap Dokter Syifa menawarkan butik langganannya. "Iya Mbak...Sandrina ikut Mba Aja..." Bugh... "Awwww..." Pekik Sandrina yang hampir saja terkungkung jika ta ada Dokter Syifa yang sigap menahan bobot tubuhnya. "Ya Allah...Dek...kamu ngga papa kan sayang???" Tanya Syifa yang khawatir dengan Sandrina. "Ngga papa kok Mba... terimakasih sudah menolong Sandrina.." Namun tiba-tiba. "Eh...dasar ya kamu...ngga punya mata ya...jalan kok ngga lihat-lihat...! gara-gara kamu aku hampir kepeleset tahu??" Hardik seorang wanita, menatap penuh amarah ke arah Syifa. Namun Ia tak melihat wajah Sandrina yang sedang duduk di belakan Dokter Syifa. "Maaf ya Mbak...bukannya Mbak ya.g ngga lihat jalan??? sepertinya kamu sudah berjalan di arah yang benar...Mbak-nya aja yang main nyelonong aja...!" Kesal Dokter Syifa yang geram melihat langkah wanita hamil di hadapannya saat ini. Sudah tahu salah, bukannya minta maaf malah berkata kasar pada mereka. "Alaaaahh...emang ini jalan nenek moyang kalian...pake harus ijin dulu gitu..." "Ish..ka..." "Mbak...udah...jangan diladeni...makin ngelunjak nanti.." Lirih Sandrina sedikit berbisik pada Syifa. "Lho...sayang...kamu kenapa...?!" Degh Mama....... Ya! Sandrina sangat mengenal suara wanita yang saat ini sedang menanyakan keadaan Wanita yang sedang berdebat dengan Dokter Syifa. Marni ya g tak terima dengan aduan Nikita pun akhirnya geram. Ia pun bermaksud ingin memberi pelajaran pada Dokter Syifa, namun matanya terbelalak saat melihat siapa wanita yang ada di hadapannya saat ini. "Kamu....!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN