Chapter. 3

1345 Kata
"San...dimana kamu sayang....tolong angkat teleponnya.." Gumam Arlan sembari terus menatap gawai miliknya dan juga jalanan secara bersamaan. Setelah kepergian Sandrina Arlan benar-benar merasa frustasi. Wanita yang begitu Ia cintai akhirnya pergi meninggalkan dirinya. Semua itu karena ulah Ibunya. Dan Ia sama sekali tak berdaya sebab ancaman sang Ibu yang akan mengeluarkan dirinya dari daftar ahli waris keluarga. "b******k!! Bugh...Bugh....Bugh.. Kesalnya melampiaskan amarahnya pada stir mobil miliknya. Arlan merutuki dirinya yang begitu bodoh menyetujui perceraian yang Ibunya tawarkan. Dan Ia juga berhasil terjebak bersama Nikita. Semua itu tak lepas dari ulah sang Ibu yang memberikan dirinya obat laknat itu. "Bodoh.... Bodoh....bodoh kau Arlan!!...Arggghhhh!" umpatnya merutuki kebodohannya. Sudah setengah hari Ia menyusuri jalanan. Mencari keberadaan Sandrina, namun Ia sama sekali tak menemukan jejak mantan istrinya itu. "Dimana kamu sayang...!? maafkan Mas yang bodoh ini!!!" Gumamnya. Ia kembali teringat bagaimana dirinya pertama kali bertemu Sandrina. Dan wanita itulah yang menjadi cinta pertamanya. Tiga Tahun yang lalu. "Bu...Arlan...perkenalkan..ini Sandrina. Ia putri sahabat Ayah. Dan mulai saat ini, Sandrina akan tinggal bersama kita." Degh Jantung Arlan tiba-tiba berdetak saat melihat paras cantik nan ayu khas wanita Kairo di wajah Sandrina. Ia benar-benar sudah jatuh cinta pada pandangan pertama pada Gadis cantik yang datang bersama sang Ayah. Namun berbeda dengan reaksi Ibunya. "Apa??!! Ibu ngga salah dengar??" Tanya Bu Marni yang terkejut saat suaminya yang tiba-tiba datang membawa seorang gadis cantik dan mengatakan akan tinggal bersama mereka. "Bu..." Peringat Arlan saat melihat reaksi tak suka dari Ibunya. "Bu...Ayah sudah berjanji pada Fahri...Dan Ayah ingin kalian menerima Sandrina di rumah ini..!" Ucap Wijaya penuh penekanan. Khususnya pada Sang istri, Marni. "San...ayo...bibi akan mengantarkan mu ke kamar...kau istirahatlah. Nanti waktu malam, bibi akan memanggilmu kembali." Ucap Pak Wijaya, yang di anggukan oleh Sandrina. Pak Wijaya pun memerintahkan sang bibi untuk mengantarkan Sandrina. Setelah kepergian Sandrina, suasana tiba-tiba berubah mencekam. Maria menatap penuh selidik ke arah suaminya. Membuat Wijaya mencebik melihat kelakuan sang istri. "Bu...Fahri sudah banyak membantu Ayah selama ini. Apalagi saat kita hampir bangkrut dulu. Fahri lah yang selalu ada untuk Ayah, Bu. Jadi Ayah harus menjalankan amanah untuk menjaga putrinya. "Tapi Yah...Bu..." "Lamar kan Sandrina untukku Yah..." Ucap Arlan menyelam ucapan ibunya. Mendengar ucapan putranya, membuat Maria melotot dan wajahnya berubah suram. "Tidak! Arlan...! Buang jauh-jauh pikiranmu itu...! Ibu tak akan setuju Arlan!" Pekiknya menatap penuh kesal ke arah putra semata wayangnya itu. "Tapi Bu...." "Baiklah...Ayah setuju. Dengan begitu Sandrina tidak akan sendiri lagi. Sebab sudah ada Arlan yang akan menjaganya." "Tidak...Tidak...Tidak...!! pokoknya Ibu ngga mau ya Ayah...Arlan..pokoknya Ibu ngga setuju. Titik...!" Marni semakin murka mendengar Wijaya menyetujui keinginan putranya. Padahal, Marni sudah menyiapkan wanita pilihannya untuk Arlan. "Sudahlah Bu, lagian bagus kan kalau Sandrina menikah dengan Arlan. Jadi Ibu ngga perlu lagi cari wanita yang ngga tahu bibit bebet bobot nya, dan hanya menghamburkan uang saja. Bapak sudah kenal baik dengan Sandrina. Ia lulusan perawat terbaik. Jadi Arlan juga bisa bangga memiliki istri yang bisa dibanggakan. Lagian, Arlan sepertinya sudah jatuh hati pada Sandrina, jadi semua alasan Ibu tidak akan pernah ayah terima. Suka tidak suka, Ayah akan merestui pernikahan Arlan dan Sandrina. Titik!" Setelah berbicara panjang lebar, Wijaya akhirnya meninggalkan sang istri yang diam terpaku mendengar keputusan final sang suami. Diikuti oleh Arlan yang juga segera menuju ke kamarnya. Sebulan kemudian Setelah melalui begitu banyak rintangan dan penolakan dari Marni, Akhirnya hari ini Sandrina dan Arlan akan melangsungkan pernikahan. Sandrina awalnya menolak sebab dirinya belum siap untuk berumahtangga. Namun Arlan meyakinkan dirinya dengan cara membuktikan jika Ia benar-benar tulus bukan karena semata hanya ingin menjaganya, akhirnya Sandrina pun setuju. Bukan hanya itu, berkat kegigihan Arlan membuktikan perasaannya, akhirnya Sandrina pun luluh dan menerima cinta Arlan. Disinilah keduanya saat ini, menunggu detik-detik hubungan mereka Sah di mata hukum dan Agama. "SAH" Semua mengucap syukur saat Pak penghulu mengucapkan kata sakral tersebut. Setelah berdoa, memberi wejangan kemudian tiba saatnya penyerahan cincin dan buku nikah. "Mas janji padamu...akan menjaga cinta kita hingga maut memisahkan. Mas akan selalu menjagamu, menerimamu apa adanya dan akan selalu membuatmu bahagia. Jadikan Mas sebagai pelindungmu Sandrina. Jadikan Mas sebagai tempatmu untuk pulang. Mas Mencintaimu." Flashback off "Kenapa Mas???...kenapa Mas tega ke Sandrina?? hiks..hiks...apa salah Sandrina Mas???" Sandrina kembali terisak. Mengingat kembali bagaimana Arlan meyakinkan dirinya untuk menerima pria itu. Janji manis yang Mantan suaminya itu ucapakan, membuatnya terhanyut dan akhirnya luluh dan menerima pinangan pria yang baru Ia kenal saat dibawah le rumah keluarga Brahmanto. "Sayang.....kalian tenang saja ya! Bunda akan selalu menjaga kalian. Bunda janji akan kuat demi kalian...Kalian juga janji ke bunda agar tetap sehat di dalam sana. Kita berjuang bersama ya Sayangnya Bunda." Ucap Sandrina sembari mengelus perutnya yang rata. Tiba-tiba pintu kamar dibuka, menampilkan senyum khas Dokter Syifa yang selalu terlihat manis di mata Sandrina. "Lho...San...kok belum siap sayang??" Tanya Syifa pada Sandrina. Rencananya hari ini mereka akan berbelanja bersama untuk kebutuhan Sandrina. "Udah siap kok Mbak. Aku hanya lagi ngobrol sama calon babyku Mbak...!!" Mendengar ucapan Sandrina, Syifa pun tersenyum lalu mendekati Sandrina dan duduk di tepi ranjang. "Jangan sedih-sedih lagi ya San...ingat! kamu sekarang lagi hamil. Kamu punya tanggung jawab sekarang. Jika kamu sedih, maka mereka berdua juga akan merasakan hal itu. Jadi...Mbak minta tetaplah bahagia dan kuat, demi kamu dan juga kedua bayimu.." "Buktikan pada Arlan dan keluarganya jika bisa tanpa mereka. Dan tunjukkan pada mereka jika Sandrina yang dulu bukanlah Sandrina yang sama. Oke..!?" Sandrina pun tersenyum dan mengangguk menyetujui mendengar nasehat yang Dokter Syifa katakan padanya. "Gitu dong...!! ya Udah...sekarang kita berangkat...!! Nanti kesorean...kasian ponakan Aunty ini kalau bundanya sampai kecapean." "Terimakasih Mbak...Mbak Syifa selalu ada buatku. Aku sayang Mbak...Aku janji akan membuktikan pada mereka jika Sandrina yang saat ini bukanlah Sandrina yang dulu. Yang dengan mudahnya ditindas dan disakiti. Sandrina akan buktika ke mereka jika Sandrina bisa bangkit tanpa mereka." "Iya sayang...ini baru Sandrina adik Mbak..." Cup. Syifa mengecup lembut kening Sandrina. Hatinya begitu miris mengenang masalah yang Sandrina alami saat ini. Entah mengapa hatinya juga merasakan sakit ketika melihat air mata Sandrina. Ia kembali teringat dengan sang adik yang pergi entah kemana bersama sang Ayah. 'Dek....dimana kamu sekarang??? semoga Mbak bisa bertemu denganmu dan Ayah...Mbak kangen Dek..!' Gumam Syifa mengenang kepergian sang Adin dan Ayahnya dua puluh tiga tahun yang lalu. Keduanya pun akhirnya berangkat menuju pusat perbelanjaan. _______________ "Arlan... darimana saja kamu??" Sentak Bu Marni melihat Arlan yang baru saja kembali. "Aku ada urusan yang penting Bu...apa Aku harus melaporkan semuanya pada Ibu???" Tanya Arlan yang merasa sangat jemgah melihat tingkah sang Ibu yang begitu Sok tau. "Harus..!" Tegasnya memandang lekat wajah anaknya itu. " Kau harus melaporkan semua kegiatanmu pada Ibu, khususnya pada Nikita. Karena saat ini dialah istri sahmu Arlan. Dan Ingat! jangan pernah mencari wanita mandul itu lagi!!" lanjutnya lagi memberi peringatan pada Arlan. Bu Marni sebenarnya tak tega terlalu mengekang sang putra, namun ego yang begitu besar membuatnya harus melakukan semua itu. Harta adalah segalanya dalam hidup Marni. Maka dari itu Ia butuh cucu penerus untuk mewujudkan impiannya. "Sudahlah Bu...aku capek...aku ingin istirahat.!" Ucap Arlan berlalu begitu dihadapan Marni. "Tapi Niki...." Braak. "Arlaaaan.....Ya Ampuuun anak ini..!!" geramnya melihat ulah Arlan yang dengan sengaja membanting pintu tepat di hadapannya. Belum juga Marni mengatakan pada putranya itu jika Nikita menanyakan putranya. Pintu kamar tiba-tiba dibanting begitu kuat oleh Arlan. "Bu...ada apa??? kenapa suara ibu terdengar hingga keruang kerja Ayah??" Tanya Wijaya pada Marni. Sedari tadi dirinya mendengar keributan antara anak dan istrinya itu dari ruang kerja. Karena penasaran akhirnya Ia pun menghentikan kegiatannya. "Itu lho Yah...anakmu...makin kesini makin ngelunjak. Bukannya menyusul Nikita ke kamarnya malah masuk kamar tamu. Ditanyai malah marah dan membanting pintu dengan sengaja di depan ibu!" Omelnya membuat Wijaya membuang nafas dengan kasar. Istrinya ini, kalau sudah menyangkut Arlan, maka akan semakin terlihat ganas dan akan terus mengomel. "Sudahla Bu...biarkan saja dia. Lebih baik Ibu temani Nikita di kamar. Ayah yang akan bicara pada Arlan." "Baiklah Yah...ibu juga capek menghadapi sikap Arlan..Haaaahhh..." Keluh Marni kemudian pergi meninggalkan sang suami menuju kamar menantu barunya. "Hahhhhhhh....mengapa semua ini semakin rumit saja. Bukannya selesai, justru masalah datang bertubi-tubi. Dan semua itu bermula dari Marni. Haaaahhh...kapan Marni bisa merubah keegoisan dirinya.??? Wijaya hanya bisa menghela nafas melihat tingkah sang istri yang tak pernah berubah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN