Chapter. 2

1546 Kata
Bagai disambar petir. Ucapan Ibu mertua Sandrina benar-benar membuat dirinya terpukul. Hatinya bagai ditusuk ribuan panah saat kata surat cerai itu keluar dari mulut sang mertua. Bagaimana mungkin Ibu mertuanya itu melakukan semua ini padanya? Mengapa? Apa salahnya? Bukankah perjanjian itu berlaku selama setahun? Lalu apa ini?? Surat cerai dirinya dan juga Arlan bahkan sudah terbit dan tepat berada di hadapannya saat ini? Dan Arlan, mengapa suaminya itu tak mempertahankan pernikahan ini. Bukannya Ia pernah mengatakan akan selalu menjadikan Sandrina wanita satu-satunya. Tapi apa ini, baru saja enam bulan berlalu suaminya itu sudah menggandeng wanita lain. Apa ucapannya saat itu hanya untuk menghibur dirinya saja??? atau hanya hanya sekedar kedok belaka untuk membohongi dirinya? Sungguh Sandrina benar-benar sangat terpukul. "Dengar ya Sandrina....saat ini kau dan juga Arlan telah resmi bercerai. Dan saat ini Arlan dan Nikita sudah menikah dua Minggu yang lalu di kota B. Jadi, Ibu minta kemasi semua barang-barang kamu dan angkat kaki dari rumah ini..!!" Ucap Marni pada Sandrina dengan penuh penekanan. "Tapi Bu...bukan seperti ini..." "Diam Arlan..." Sentak Marni memotong ucapan Arlan. " Dengar ya Sandrina, saat ini Nikita sedang mengandung anak Arlan, jadi kau sudah harus angkat kaki dari sini. Sebab kau sudah tak diperlukan lagi di keluarga Brahmanto." Deg Sandrina semakin terbelalak mendengar ucapan Bu Marni. Wanita yang saat ini sedang bergelayut manja di lengan sang suami sudah sah menjadi istri suaminya. Dan saat ini tengah mengandung anak dari suaminya? Ya Tuhan. Apa selama ini suaminya itu selingkuh darinya? tapi sejak kapan Ia dibohongi seperti ini? "Mas, bisakah kau jelaskan semua ini??" Tanya Sandrina pada Arlan tanpa perduli dengan setiap ocehan yang keluar dari mulut Bu Marni. "Sayang...tolong..percaya padaku...semua ini hanya sementara...Dan setelah ini kita bisa punya anak. Walaupun bukan dari rahimmu, tapi...." Ucapan Arlan dengan wajah memelas menatap Sandrina. " Jadi....selama ini kau membohongi ku Mas..!!" Tanya Sandrina pada Arlan. Saat ini Sandrina berusaha mewaraskan pikirannya sebab dirinya tengah hamil. Ia akan tetap tenang walau sebenarnya Ia ingin sekali menghajar semua orang yang ada di hadapannya saat ini. " Sayang...Aku hanya mencintaimu...tidak ada wanita lain yang-..." Arlan kembali meyakinkan Sandrina bahwa dirinya hanya mencintai Sandrina. Namun Ia tak menyadari jika saat ini Ia sudah menyakiti hati Sandrina begitu dalam. " Mas...kamu katanya bilang ke aku kalau cuma aku yang kamu cintai, dan istrimu itu hanya sebagai pelarian mu...terus kenapa sekarang kamu bilang..." " Jadi aku hanya sebagai pelarian Mas? sebagai pemuas nafsumu? Setelah bosan kau pergi dengannya??" Sela Sandrina menunjuk Wanita yang bernama Nikita itu. "Sayang_" "Iya....Nikita sudah menjalin kasih dengan Arlan enam bulan belakangan ini. Jadi, karena semua sudah jelas, ibu minta pergi dari sini. Jangan membuat drama seakan dirimu yang paling tersakiti disini." Tegas Bu Marni memperjelas hubungan Arlan dan Nikita. Ucapan Bu Marni, semakin menambah rasa sesak di d**a Sandrina. Ia tak menyangka jika selama ini Arlan ternyata mengkhianati dirinya. Sandrina benar-benar kecolongan selama ini. Ternyata pria yang begitu Ia cintai dengan sepenuh hati, tega mengkhianati dirinya hanya karena alasan 'anak'. Dan yang lebih membuat dirinya sakit adalah kedua mertuanya itu ternyata ikut andil dengan semua ini. "Baik...." Ucap Sandrina tenang lalu mengalihkan pandangannya pada Map Hijau yang tertulis akta perceraian, lalu mengambil map tersebut. "Terimakasih sudah menceraikan ku Arlan. Sungguh aku benar-benar bersyukur bisa lepas dari orang-orang toxic seperti kalian.!!! Dan ingat, jika suatu hari nanti tak sengaja kita bertemu, anggaplah kita tak saling kenal. Dan jangan pernah mencoba mengusikku lagi Arlan. Camkan itu..." Ucap Sandrina dengan tegas membuat mata Bu Marni semakin melotot. "Heh...kamu bisa apa emangnya kalau ngga ada sokongan dana dari Arlan.? kamu kan hanya anak yatim piatu. Selama ini kan yang membiayai hidup mu hanya Mas Arlan kan??" Ucap Nikita dengan menatap sinis pada Sandrina. "Sudahlah....Kalian sudah terlalu banyak berbasa-basi. Sandrina di dalam map itu ada cek kompensasi dari Arlan. Gunakan uang itu untuk menopang hidupmu. Ayah tahu kau hidup sebatang kara, jadi gunakanlah uang itu sebagai modal usaha untukmu." Ucap Pak Wijaya mencoba menengahi perdebatan yang membuat kepalanya semakin pusing. mendengar ucapan Ayah mertuanya, Sandrina bergegas membuka map tersebut dan mengambil cek yang didalamnya tertulis nilai uang yang fantastis. Namun tiba-tiba semua mata terbelalak saat tiba-tiba Sandrina merobek cek tersebut dan menghamburkannya tepat di hadapan semuanya. "Aku tak butuh uang kalian..! Aku bukan barang yang harus kalian tukar dengan uang..!" " Dasar ngga tahu terimakasih ya kamu..!!" Ucap Bu Marni yang ingin melayangkan tamparan ke wajah Sandrina, namun berhasil ditepis oleh Sandrina hingga membuat wanita paruh baya itu terhuyung dan jatuh tepat di sofa sebab dorongan kuat dari Sandrina. " Sandrina...." Teriak Bu Marni kesal sebab mantan menantunya itu sudah berani mempermalukannya di hadapan besan barunya. "Jangan terus berteriak Nyonya...apa kau ingin tekanan darahmu naik??? Aku takut...jika kau sering marah-marah dan berteriak akan membuatmu pendek umur dan tak bisa melihat cucumu lahir.." Ucap Sandrina dengan senyum smirik membuat Bu Marni semakin melotot. "Oh ya....Sekali lagi selamat!!! semoga pernikahan Mas kali ini sesuai dengan keinginan Nyonya besar. Permisi.." Sandrina pun berbalik meninggalkan rumah yang tiga tahun ini telah menjadi tempatnya bernaung. Banyak Kisa sedih yang Ia lalui di rumah megah ini. Bukan hanya itu, kisah-kisah bahagia saat dirinya bersama Arlan pun masih lekat di ingatannya. Tak terasa bulir bening jatuh membasahi pipinya. Sungguh, hatinya benar-benar hancur berkeping-keping. Tapi Ia berjanji, Ia akan akan bangkit demi kehamilannya saat ini. Ia harus kuat demi kedua calon bayinya yang saat ini menghuni rahimnya yang kosong selama tiga tahun pernikahannya bersama Arlan. Dan Ia sangat bersyukur kepada Tuhan, sebab ditengah penderitaan yang bertubi-tubi yang Ia terima. Ia diberi hadia yang begitu istimewa. Dua malaikat kecil yang akan menjadi penyemangat dirinya untuk bisa bertahan. Setelah mengemasi semua barang-barang miliknya, Sandrina pun meninggalkan rumah megah milik mantan suaminya itu. Tujuannya kali ini adalah ke tempat Dokter Syifa. Drrrrrrt..... Drrrrrrt..... Drrrrrrt "Halo..." "Mba....hiks...hiks...aku...aku...hiks ..hiks..." "Sandrina Sayang....ada apa denganmu..??" "Mba...huaaaaaaaa...Mas Arlan....." "Tunggu...San...kamu jangan kemana-mana ok..." Setelah meminta bantuan dengan teman sejawatnya untuk menggantikan dirinya sementara, sebab pasiennya yang sedang antri, Dokter Syifa bergegas meninggalkan rumah sakit menuju apartemennya. Ia takut terjadi sesuatu pada wanita yang sudah Ia anggap saudara itu. Di apartemen. "Tenanglah Dek....! Mba tahu kau sangat terpukul dengan masalah ini. Tapi ingat...kau punya baby Sayang....Kau harus kuat demi mereka. Tunjukan pada keluarga Brahmanto itu jika kau bisa bangkit tanpa mereka. Cukuplah selama ini keluarga itu menginjak-injak harga dirimu. Daan kau sudah sangat benar menyembunyikan kehamilanmu ini pada mereka...Kau tenang saja..jika tak ingin lagi tinggal di kota ini...Mba akan membawamu ke kota J. Di sana kau akan merasa lebih tenang." Ucap Dokter Syifa panjang lebar mencoba menasehati dan menguatkan Sandrina agar tak terlalu terlarut dalam permasalahannya saat ini. Ya! Sandrina sudah menceritakan semuanya pada Dokter Syifa tentang masalah yang Ia alami saat ini. Mendengar hal itu, benar-benar membuat dokter Syifa geram. Masih ada saja keluarga toxic seperti itu. Ingin rasanya Dokter Syifa mendatangi rumah keluarga Brahmanto dan melabrak Arlan dan Ibunya, namun semua itu urung Ia lakukan sebab permintaan Sandrina yang tak ingin lagi berhubungan dengan Keluarga mantan suaminya itu. "Terimakasih Mba...maaf..Sandrina udah buat Mba Syifa bolos kerja..." Ucapnya merasa bersalah pada Dokter Syifa. Wanita cantik berparas timur tengah itu pun tersenyum dan mencubit gemas hidung mancung Sandrina yang hampir mirip dengan dirinya. "Kamu itu lebih penting dari pekerjaanku. San.. Aku ngga mau kamu dan calon keponakanku ini kenapa-kenapa.." Ucapnya sembari mengusap lembut perut rata Sandrina. "Oh ya Mbak...Aku kan punya Ijazah sebagai perawat...apa di rumah sakit tempat Mba bekerja ada lowongan?? Di bagian administrasi mungkin??" Tanya Sandrina mengalihkan pembicaraan agar tak terlalu banyak mengingat rasa sakit yang Ia rasakan sebab penghianatan Arlan padanya. "Emang kamu ngga mau ke kota J??" Sandrina menggelengkan kepalanya" Sandrina ngga mau nyusahin Mbak terus. Sandrina pengen kerja Mbak...ya walaupun hanya bisa bantu-bantu aja... !" "Ya sudah...nanti kalau Mister El udah kembali...Mba akan coba tanyakan padanya ya Dek..! sekarang Kamu istirahat...jangan banyak pikiran..ya? Mbak ke rumah sakit dulu..." "Iya Mbak...Mbak tenang aja...Sandrina kuat kok.. demi si baby twins..." Ucap Sandrina dengan senyum tulus sambil mengusap perutnya yang masih rata . "Ya udah ..Mbak berangkat dulu..." "Makasih ya Mbak... hati-hati..!" Mengangguk mengiyakan ucapan Sandrina, Dokter Syifa pun beranjak dari kamar yang sandrina tempati menuju ruang tamu. Ia hendak kembali lagi ke Rumah Sakit. " Sandrina....mengapa aku merasakan rasa sakit saat mendengar kau diperlakukan begitu kejam oleh Suami dan Mertuamu??? rasanya sangat sesak..Ada apa ini???" Gumam Dokter Syifa saat menatap lurus ke arah kamar Sandrina. Setelahnya Ia pun meninggalkan apartemen menuju rumah sakit. Di Kediaman Brahmanto "Aaahhhhh.... akhirnya...wanita mandul itu pergi juga dari rumah ini ya Yah...!" Ucap Bu Marni terlihat bahagia sebab orang yang begitu Ia benci akhirnya keluar dari rumahnya. "Bu...apa ini tak keterlaluan???" Mendengar ucapan sang suami, wajah Bu Marni yang tadinya dipenuhi bunga-bunga kembali suram. "Apa Ayah...kasihan pada wanita mandul itu???" Ketusnya membuat Pak Wijaya membuang nafas kasar. " Bu....apa ibu lupa jika Sandrina itu gadis yang cerdas?? bisa saja kan Ia akan membalas semua perbuatan kita??" " Ayah...tenang saja...anak itu tidak akan mampu melakukan apapun untuk kita...Dan Ayah harus ingat! Jika saat ini Nikita sedang mengandung anak Arlan... jadi, fokus kita adalah pada Arlan dan juga Nikita. Hilangkan pikiran Ayah tentang Sandrina. Oke!!" Mengangguk, Wijaya hanya bisa pasrah. Ia tak tahu apa yang harus Ia katakan pada almarhum kawannya yang menitipkan Sandrina padanya. "Maafkan aku Fatir...Aku tak bisa menjaga amanahmu...Aku terlalu mencintai istri dan Anakku...Maaf..!! Aku sudah mengorbankan Sandrina demi mereka." Gumamnya mengingat kembali permintaan sahabatnya sesaat sebelum meninggal dunia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN