Siklus Pergibahan

1068 Kata
'Masih sibuk masak? Istirahat dulu, lah. Makan siang dulu.' Pesan dari Samran itu membuat Sora tersenyam - senyum seperti orang gila. Di tengah aktivitas masak bersama sang Ibu, ia pun langsung membalas pesan dari Samran itu. 'Nanggung ... kurang dikit lagi selesai. Kamu udah makan?' Selepas mengirim pesan itu, Sora lanjut memasukkan isian pada tahu yang sudah digoreng. Dan ketika Sora mengecek ponsel lagi, Samran ternyata juga sudah membalas. Bisa Sora tahu dari kebiasaan Samran. Kalau restorannya sedang buka, Samran akan sangat sibuk sampai - sampai jarang memegang ponsel. Sehingga, butuh waktu lama untuk membalas pesan Sora. Tapi kalau restoran sedang tutup seperti hari ini, Samran akan dengan cepat membalas pesan dari Sora. Tentu saja restoran Samran hari ini, bukan? Karena hari ini rumah Samran akan kedatangan tamu agung. 'Astaga ... memangnya masak apa aja sih hari ini? Jangan bawa banyak - banyak ... nanti aku jadi nggak enak. Aku udah makan tadi barusan.' Sora langsung mengetik pesan balasan lagi. 'Bukan aku yang bawa. Ibuk tuh. Rahasia dong masak apa aja. Biar surprise.' Sora segera mengirim pesan balasan itu, dan lanjut bekerja lagi. Tiba - tiba terdengar suara motor berhenti di depan. Sora melongok keluar. Kaget ketika tahu ternyata Bude Liza lah yang datang. Sora langsung buru - buru ke depan untuk membukakan pintu. Bude Liza terlihat sama terkejutnya ketika tahu Sora lah yang membukakan pintu. Sora heran melihat wajah Bude Liza yang tidak secerah biasanya. Aura nya terlihat muram dan kusut. Tapi bisa jadi karena Bude Liza sedang kelelahan, sepulang dari berjualan ke pasar. "Sora ... ibu kamu ke mana?" tanya Bude Liza kemudian. "Oh, Ibuk. Ada di dalam, Bude. Silakan masuk dulu." Sora langsung mempersilakan sang bude untuk masuk. Sementara Sora segera bergegas masuk ke rumah lebih dalam, untuk memanggil ibunya yang sedang sibuk menjemur pakaian di belakang. Bu Rahma memang seseorang yang ahli multi tasking. Sembari menunggu ingkung matang, ia juga bisa mencuci segunung pakaian. Bahkan juga sekalian menjemurnya. "Buk ... itu Bude Lisan dateng, nyariin Ibuk!" Sora langsung melaporkan kedatangan sang Bude begitu melihat sang ibu. "Hah? Bude Liza? Tumben siang - siang ke sini?" Bu Rahma terheran - heran. Karena kakaknya itu lumayan jarang main ke sini. Mengingat jarak rumah mereka yang cukup jauh. Kecuali jika ada perlu. "Ya mana aku tahu. Ibu tanya sendiri aja sana." Sora cuek meninggalkan sang ibu, bergegas kembali ke dapur. Karena semuanya belum ditutup, takut dikerubungi lalat. Sora melanjutkan memasukkan isian tahu. Sembari berbalas pesan dengan Samran. Dari sini sayup - sayup Sora bisa mendengar suara Bude Liza dan ibunya. Tapi tidak jelas apa yang mereka bicarakan. Namun sesekali Sora mendengar namanya disebut. Sora penasaran. Tapi tidak lantas membuatnya berdiri dan ikut nimbrung, mengobrol dengan Bude Liza dan sang ibu. Sora hanya diam menunggu. Karena ibunya pasti nanti akan bercerita padanya tentang apa yang mereka bicarakan. Sudah menjadi kebiasaan. Jika ada berita baru yang sedang hot, tentang saudara - saudara mereka, Bude Liza lah yang akan pertama tahu. Lalu Bude Liza akan memberi tahu Bu Rahma. Dan Bu Rahma memberi tahu saudara - saudara di sekitar. Begitu siklus gibahnya. Bude Liza dan Bu Rahma bicara beberapa saat lamanya. Kemudian Bude Liza pulang, dan Bu Rahma bablas jalan mengudruk ke arah belakang. Sora penasaran kenapa ibunya tampak terburu - buru. Mungkin buru - buru melanjutkan menjemur baju. Kemudian segera kembali ke dapur untuk mengecek kematangan ingkung di dalam panci. Ya, mungkin saja begitu. Sora sabar menunggu kok. Kalau tidak sekarang, ya berarti nanti Bu Rahma akan bercerita pada Sora tentang bahan gibah terbaru itu. *** Melenceng dari dugaan Sora. Ternyata Bu Rahma tidak melanjutkan menjemur baju. Melainkan berlari ke rumah sang kakak pertama, untuk melaporkan masalah yang baru saja disampaikan oleh Bude Liza. Masalah yang membuat Bu Rahma merasa seperti disambar petir di siang bolong. "Kang ... Kang Yanto!" Bu Rahma langsung menyerukan nama kakaknya begitu sampai di sana. Yang menyahut duluan adalah Bude Sofiyah, istrinya Pak Yanto. "Kenapa, Dek Rahma?" tanyanya. "Saya mau ngobrol sama Kang Yanto, Bude. Sebentar aja. Penting." Melihat raut wajah Bu Rahma yang panik, Bude Sofiyah pun tak mau banyak bertanya. Nanti saja ja menyimak dari obrolan suami dan adik iparnya ini. "Iya, iya, Dek Rahma. Aku panggilkan dulu Mas Yanto - nya." Bude Sofiyah langsung masuk rumah untuk memanggil suaminya. Tak lama kemudian, Pak Yanto keluar rumah dengan wajah yang kusut. Sepertinya ia baru saja bangun tidur. Sebenarnya Bu Rahma merasa tidak enak. Tapi nau bagaimana lagi. Ini darurat. "Kenapa, Ma?" tanya Pak Yanto. Bu Rahma menarik napas dalam, sekadar sedikit menenangkan dirinya. Kemudian ia lanjut menceritakan masalah yang sedang ia hadapi saat ini, semuanya tanpa terkecuali. "Lho ... kok begitu? Anak - anaknya udah pada akrab. Tapi kok malah seenaknya yang tua misahin. Belum kenal dikenalin suruh pendekatan. Udah dekat dipisahin. Maunya apa?" Begitu lah reaksi Pak Yanto. Ikut emosi dengan apa yang menimpa keluarga adiknya ini. "Makanya itu, Kang." Bu Rahma tampak sangat sedih. "Terus enaknya gimana sekarang. Mana nanti malam rencananya kami diantar Dek Fauzi sekeluarga untuk balik sowan ke rumahnya Samran. Jadi kami jadi ke sana, atau enggak?" Pak Yanto terdiam sejenak. Tidak mau terburu - buru memberikan solusi. "Terus Sora sama Samran - nya gimana? Si Sora udah tahu atau belum tentang berita itu?" tanya Pak Yanto kemudian. Gantian Bu Rahma yang terdiam. Sudah tahu atau belum, ya? Sora sejak tadi terlihat biasa saja. Terlihat ceria seperti biasanya. Tidak ada yang berubah. "Kayaknya belum tahu, kang." "Mending kamu tanya sama Sora dulu sana. Udah tahu atau belum. Terus kamu tanya, Samran ngomong sesuatu ke dia atau nggak. Udah tanya gitu dulu aja. Lihat reaksinya gimana." Bu Rahma menunduk. Rasanya tidak punya keberanian untuk bertanya pada Sora. Rasanya sulit. Takut anaknya sedih. Terlebih jika sampai perjodohan kali ini juga gagal, itu berarti sudah kegagalan yang ke sekian untuk Sora. Pasti Sora akan sangat sedih. "Iya, deh. Biar aku tanya dulu anaknya." Bu Rahma dengan gontai berjalan kembali ke rumah. Membayangkan betapa sedihnya Sora nanti. Tapi ... Sora benar - benar terlihat biasa saja. Seakan - akan tidak terjadi apa - apa. Bu Rahma benar - benar bingung. Ia tadi sengaja bertanya pada kakaknya dulu. Karena kakaknya pembawaannya tenang. Sementara kalau langsung memberi tahu sang suami, Pak Fuad, pasti ayah Sora itu akan mengedepankan kepanikan. Yang bisa - bisa membuat suaminya itu gegabah melakukan sesuatu atau mengambil keputusan. Atau ia akan menyampaikan berita ini pada Pak Fuad dulu? Aduh ... Bu Rahma benar - benar bingung jadinya .... ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN