"Pak ... Bapak ... Pak ...." Bu Rahma mengguncangkan tubuh suaminya yang masih tidur ngorok - ngorok. "Pak ... Bapak ... Bangun, Pak. Udah siang ini, lho!"
Nah itu dia salah satu alasan lain Bu Rahma lebih memilih untuk bertanya pada kakaknya terlebih dahulu, ketimbang suaminya sendiri.
Karena suaminya kurang bisa diandalkan. Dan selalu hobi bangun siang. Mana kalau dibangunkan susahnya setengah mati. Seperti membangunkan mumi.
"Heh ...." Pak Fuad hanya menggeliat kecil, mengeluarkan suara - suara aneh.
"Astaghfirullah ... Pak ... ayo banguuuun ... cepetan! Bapak mau tidur sampai jam berapa, hah? Udah siang ini ... ayo cepet bangun ... Ibu mau ngomong sesuatu." Kesabaran Bu Rahma sudah hampir habis.
Tapi nyatanya, Pak Fuad tetap belum bangun. Ia lagi - lagi hanya menggeliat, mengeluarkan suara lenguhan yang aneh, kemudian mendengkur lagi.
"Astaghfirullah ... makanya to, Pak ... makanya .... Kalau malem itu buruan tidur. Jangan nonton video - video politiiiiiik terus sampai pagi. Emangnya Bapak pikir kalau udah nonton video politik setiap hari, Bapak bakal bisa jadi anggota DPR? Emang Bapak pikir, Bapak bisa jadi presiden, gitu?"
Kemarahan Bu Rahma yang menggebu - gebu ... nyatanya sama sekali tak diindahkan oleh suaminya sendiri.
Bu Rahma benar - benar harus banyak - banyak menebalkan rasa sabar. Lebih dari 1 / 4 abad hidup dengan laki - laki seperti Pak Fuad, membuat Bu Rahma kenyang memakan asam garam kehidupan.
Satu doanya, semoga semua anak - anaknya tidak merasakan apa yang ia rasakan. Ia ingin semua anaknya mendapatkan jodoh yang terbaik dari Tuhan. Sehingga hidupnya bisa bahagia.
Ngomong - ngomong tentang jodoh ... astaga ... Bu Rahma benar - benar prihatin dengan nasib Sora. Putrinya itu pasti akan sangat sedih jika lagi - lagi, usaha perjodohannya gagal.
Dan itu semakin membuat Bu Rahma gemas ingin segera membuat suaminya bangun.
Bu Rahma melihat sebuah gelas berisi air di atas meja. Ia ingat, setiap malam ia selalu menyediakan air di sebelahnya, jaga - jaga jika tiba - tiba haus. Dari pada keluar kamar untuk mengambil minum.
Ia mengobok gelas itu, lalu mencipratkan airnya ke wajah sang suami. Sedikit cipratan tidak terasa. Kemudian Bu Rahma mulai membuat cipratan yang lebih besar.
Sayang, tak membuahkan hasil juga.
Jadi lah Bu Rahma nekat menuangkan seluruh isi gelas itu ke muka suaminya.
Bu Rahma rela mengambil risiko kasur, bantal, dan selimutnya basah. Asal suaminya mau segera bangun. Nanti Bu Rahma tidak menyuruh Pak Fuad untuk membereskan semua kerusuhan ini. Meski kemungkinan besar, Pak Fuad juga tidak akan mau, sih.
Seketika Pak Fuad terbangun dengan gelagapan. Seketika langsung pindah posisi menjadi duduk.
Laki - laki itu akhirnya sadar, jika ada istrinya di sana. Dengan satu tangan menenteng sebuah gelas kosong.
Pak Fuad menggosok matanya yang perih terkena air. Dan perlahan ia menyadari, ia basah semua, ini adalah karena ulah istrinya sendiri. Pak Fuad seketika naik pitam.
"Astaga ... Ibu apa - apaan, sih? Kenapa kok Bapak disiram? Ibuk kok nggak sopan banget sama suami sendiri!"
Mendengar ocehan sang suami, Bu Rahma pun langsung keluar tanduknya. "Ya gimana nggak Ibu siram. Orang bapak dibangunin susahnya minta ampun. Macam bangunin Patung Totok Kerot, yang mustahil bisa bangun. Kecuali kalai ngelindur!"
Pak Fuad menggeleng cepat. "Mana ada ceritanya Bapak sudah dibangunin. Nggak mungkin!"
"Pak ... Ibuk udah capek, ya. Puluhan tahun kita menikah, Tapi Bapak selalu nggak terima kalau Ibu kasih tahu, Bapak tuh manusia paling kebo, yang paling susah dibangunin, yang ada di dunia ini. Apa Ibu perlu rekam, biar Bapak tahu? Eh, Ibu lupa. Kan sudah direkam sama Gusti Allah. Bapak tinggal lihat aja hasilnya di al barzah nanti!"
Pak Fuad langsung keder mendengar sang istri menyebut - nyebut alam barzah. Akhirnya ia memutuskan untuk mengalah saja lah. Toh ia memang salah juga, karena selalu bangun kesiangan.
Pak Fuad menatap jam dinding. Kemudian kedua matanya melotot. "Buk ... ini masih jam 11 siang, lho. Berarti Bapak hari ini bangun terlalu awal dong. Kan biasan Ibu baru bangunin Bapak kalau udah adzan Dhuhur." Kedua mata Pak Fuad memicing.
"Ada apa hayo? Nggak mungkin kan Ibuk bangunin Bapak lebih awal, kecuali ada sesuatu yang terjadi?"
Bu Rahma sedikit terkesan. Ternyata setelah kecuekannya selama 1 / 4 abad, ternyata diam - diam Pak Fuad cukup perhatian juga.
Sampai hafal jika ia melakukan sesuatu yang tidak seperti biasanya, berarti memang ada sesuatu yang janggal terjadi pula.
"Itu lho, Pak. Tadi barusan Mbak Liza datang, cerita. Katanya tadi Bu Pangestutik ke pasar, buat ngasih tahu perihal perhitungan weton Samran dan Sora. Kata Bu Pangestutik, weton mereka bukan pasangan yang terbaik, Pak. Apa itu artinya ... Mereka sudah membatalkan perjodohan antara Sora dan Samran?"
Seketika kedua Mata Pak Fuad melotot lebar. Terbayang wajah cantik Sora yang kembali sedih, karena lagi dam lagi, rencana perjodohannya harus gagal.
Pak Fuad menggeleng. Ia tak langsung menjawab. Ia berpikir keras terlebih dahulu.
Astaga ... Pak Fuad juga menyesali dirinya yang sangat sulit dibangunkan. Harusnya ia segera bangun. Sehingga ia juga lebih cepat mendengar tentang berita itu.
"Soranya udah tahu apa belum?" tanya Pak Fuad kemudian.
Bu Rahma menggeleng. "Aku nggak tahu, Pak. Yang jelas aku minta semua teman yang aku curhati untuk tutup mulut dulu. Sora ... aku juga belum kasih tahu Sora. Takut itu anak sedih lagi. Takut dia trauma nya makin parah. Gimana dong, Pak?"
Pak Fuad lagi - lagi berpikir. "Terus sekarang Sora di mana? Sekarang dia lagi ngapain? Terus saat tadi kamu bicara sama Mbak Liza, dia denger atau ngga?"
Bu Rahma menaikkan bahunya. "Aku juga belum lihat, Pak? Tapi tadi saat aku tinggal, dia baik - baik aja kok. Bahkan masih terus berbalas chat sama Samran."
"Mending sekarang Ibu pastiin dulu, deh. Ibu lihat gerak - gerik Sora sejak tadi, nggak? Dia kelihatan sedih apa enggak?"
Bu Rahma langsung menggeleng cepat. "Kayaknya nggak sedih. Justru kelihatan bahagia. Tapi nggak tahu kalau sekarang. Kali aja tadi dia belum dikasih tahu Samran. Terus barusan baru dikasih tahu."
Pak Fuad rasanya tak sampai hati jika harus melihat kesedihan anaknya sekali lagi nanti. Tapi ia berusaha optimis. "Lebih baik sekarang ibu pastikan dulu deh. Kita lihat dari bagaimana Sora saat ini."
Bu Rahma mendengar dalam diam. Ternyata solusi Pak Fuad, sama saja dengan solusi Pak Yanto. Tapi Bu Rahma tidak bilang sih kalau ia sudah bertanya duluan pada Pak Yanto tadi.
Karena suaminya itu sering kesal kalau tahu istrinya lebih percaya kakaknya dibanding pada suaminya.
Tapi ya bagaimana. Bu Rahma sendiri bingung. Sementara suaminya kurang begitu bisa diandalkan. Karena tidur terus. Dan sangat sulit dibangunkan.
Bu Rahma lalu beranjak. Saatnya ia melihat kondisi anaknya. Saatnya ia mencari tahu, apakah Sora sudah tahu. Atau belum tahu. Astaga ... bagaimana cara menyampaikannya nanti jika ternya Sora belum tahu? Sampai hati kah Bu Rahma pada anaknya itu?
***