'Kamu udah selesai makan atau belum?'
Sora mulai membaca chat Samran dari awal. Sepuluh menit kemudian Samran kembali mengirim pesan.
'Kamu pasti masih sibuk persiapan menyambut dosen yang datang, ya?'
Lima menit kemudian Samran mengirim pesan lagi.
'Maaf ya. Aku hari ini awalnya nggak tahu kalau kelompok KKN kamu ada pertemuan dengan dosen hari ini. Makanya aku sengaja mengosongkan hari. Aku pengin nyamperin kamu ke posko. Tapi ternyata kamu ada acara hari ini. Nggak apa - apa deh. Salah aku juga karena nggak tanya kamu dulu. Niatnya mau bikin suprise, tapi waktunya kurang tepat. Tapi aku akan tetap ke sana. Nggak apa - apa, nanti kamu konsentrasi sama dosen - dosen dulu aja. Aku nunggu sampai urusan kamu selesai.'
Astaga ... terjawab sudah. Terjawab sudah.
Makanya sejak tadi Sora merasa aneh karena Samran tumben - tumbennya sangat cepat membalas pesannya. Ternyata ia memang sengaja mengosongkan jadwal hari ini ... demi menemuinya.
Astaga ... bagaimana ini? Apa reaksi teman - temannya saat Samran datang nanti? Bagaimana kalau rencana perjodohannya jadi ketahuan semua orang? Padahal ia berniat hanya akan bercerita pada Dana dan Wenda saja. Aduh ... bagaimana ini ... bagaimana ...?
"Kamu kenapa, sih, Sora? Kenapa kaget gitu?" tanya Dana.
"Iya, habis lihat HP malah kaget. Jangan - jangan cowok yang mau kamu ceritain itu nge - chat, ya? Tapi kenapa kok kaget?" Wenda ikut - ikutan bertanya.
"E - eh ... nggak apa - apa kok." Sora memilih untuk berbohong.
Pesan terakhir yang Samran kirimkan adalah 30 menit yang lalu. Apakah ia sudah berangkat? Atau jangan - jangan ia sudah sampai di area sekitar Selopanggung?
Aduh ... bagaimana ini?
Sora benar - benar tidak siap menghadapi situasi seperti ini.
***
Selesai menghabiskan satu gelas es tapi cor bertiga -- sejujurnya Sora tidak lagi bernafsu minum atau pun makan gorengan -- sejak ia membaca pesan dari Samran tadi. Ia bahkan juga urung membalas pesan dari Samran itu.
Sora langsung membayar semua tagihan dengan uang kelompok yang ia dapat dari bendahara. Ia berjalan ngudruk seperti dikejar setan. Sampai - sampai Dana dan Wenda kewalahan mengejar.
Sampai di posko, Sora menerjang keriwehan anggota kelompok yang sedang sibuk bersih - bersih. Ada juga yang sibuk menggelar tikar di sepanjang ruang tamu. Sofa lusuh yang semula berada di ruang tamu, juga sudah berpindah ke teras.
Sora masuk ke kamar yang khusus diletakkan untuk meletakkan tas besar para anggota kelompok. Sora di sana segera mengambil uang untuk menukar uang kelompok yang ia pinjam untuk beli ekstra es tape cor dan gorengan untuk dimakan bertiga dengan Dana dan Wenda.
Sora segera keluar dari sana untuk mencari Kiki. Ternyata Kiki sedang mengangkat galon.
"Nih kembaliannya. Kamu itung aja, kalau ada yang kurang bilang. Jangan malah nggerundel terus nge - gosip."
Kiki menerima uang kembalian Sora. "Ya elah, kayak apa aja." Kiki langsung memasukkan kembalian itu ke sakunya. "Udah lah aku percaya kok. Sekali - sekali nggak usah sewot kenapa, sih. Darah tinggi baru tahu rasa kamu!"
"Ya kan aku cuman cari aman. Nanti kamu bilang nggak bertanggung jawab lagi." Sora kembali membahas masalah ia diomeli Kiki sebelum berangkat beli es tape cor tadi.
"Astaga ... Sora .... Iya - iya sorry. Aku nggak bermaksud ngatain kamu nggak bertanggung jawab kok. Tadi tuh cuman refleks aja. Sorry ya." Kiki minta maaf. Tapi dianggap tidak tulus oleh Sora, karena ia melakukan permintaan maaf sambil cengengesan.
Sora yang sudah malas berurusan dengan Kiki, langsung berbalik dan melenggang pergi.
"Lah, malah pergi kamu. Es tape cor - nya kamu taruh mana, Sora?" tanya Kiki.
"Tuh, di meja depan," jawab Sora tanpa menoleh sama sekali, hanya terus berjalan menjauh.
Wenda dan Dana mengejar Sora. "Eh, Sora. Kita kan udah tugas beli tape cor tadi, nggak usah ikut bantu lagi, ah. Capek. Lagian nanti kamu kan yang menyambut para dosen. Kita istirahat aja yuk." Wenda memberikan ide cemerlang yang langsung disetujui oleh Sora.
"Iya, deh. Kita leyeh - leyeh ke teras Masjid aja gimana? Nanti aku nyapu teras - nya deh, biar nggak dateng buat leyeh - leyeh doang, tapi ada manfaat juga." Sora sudah membayangkan betapa nikmat berbaring di teras masjid depan yang begitu adem ubinnya.
"Sekalian kamu ceritain yang mau kamu ceritain tadi, ya. Kamu kan udah janji." Dana mengatakan hal itu sambil terkikik.
Disusul Wenda yang ikut cengengesan.
"Astaga ... aku bahkan udah hampir lupa mau cerita tadi." Sora terlihat kehilangan mood. Enaknya langsung cerita atau tidak. Sementara ia butuh untuk membalas pesan Samran dulu, sebelum laki - laki itu kebablasan naik, jika ternyata ia sudah berangkat sejak tadi.
"Ayo lah, cerita dong, Sora. Nggak kasihan apa, aku sama Wenda telanjur penasaran."
"Iya, Sora. Jangan php - in kami napa! Udah di ujung rasa penasarannya, nggak bisa dibendung lagi."
Sora berjalan gontai. Menarik napas dalam. "Aduh ... ya udah ke saba dulu aja yang penting. Capek banget aku."
Wenda dan Dana bersorak bahagia sambil melakukan tos, seakan - akan baru saja menang lotre ribuan dollar.
Sampai di masjid, Sora langsung mengambil sapu di pojokan. Ia menyapu teras dari ujung selatan sampai ujung utara. Wenda membatu dengan membersihkan jendela masjid menggunakan kemoceng. Sementara Dana menyapu halaman masjid dengan sapu lidi.
Selesai, Dana dan Wenda langsung berbaring nyaman merasakan dinginnya ubin. Rasanya seperti sudah masuk Surga.
Berbeda dengan Sora yang masih berdiri setelah meletakkan kembali sapu pada tempatnya.
"Aku mau ke toilet sebentar, ya. Kebelet." Sora berpamitan tanpa menunggu konfirmasi langsung pergi begitu saja.
"Lhah, katanya mau cerita!" protes Wenda.
"Jangan lama - lama, lho, Sora. Awas aja kelamaan!" ancam Dana.
Sora tidak menjawab hanya melangkah cepat menuju kamar mandi masjid.
Di sana Sora berdiri mematung. Ia mengambil ponsel dari saku.
Ia membaca kembali pesan - pesan dari Samran.
Sora lalu mulai mengetik pesan balasan.
'Iya, Mas. Nggak apa - apa. Dosen juga belum datang kok. Maaf baru balas, baru bisa pegang HP. Aku share lokasi biar nggak nyasar.'
Sora kemudian langsung mengirim pesan balasan itu.
Kemudian ia keluar dari kamar mandi. Dari tempat berdirinya, ia bisa melihat Dana dan Wenda yang saling bercanda sambil berbaring di teras.
Duh ... sepertinya mau tak mau Sora memang harus bercerita pada mereka. Supaya mereka tidak banyak cing - cong lagi. Dan supaya ia sendiri merasa lega, tidak ada beban di hati lagi.
Sora berjalan menuju ke teras. Ia berhenti dulu di depan kotak amal. Memasukkan beberapa lembar 2 ribuan ke dalam kotak itu. Kemudian baru melanjutkan langkahnya.
***