Semakin Galau

1059 Kata
Sora berbaring di tengah - tengah, di antara Wenda dan Dana. "Lama amat, sih? Boker, ya?" tanya Wenda. "Mau tahu aja urusan perkamar mandian orang," jawab Sora. "Ya udah, kalau nggak mau kasih tahu kamu kencing atau boker, mending langsung ceritain aja tentang teman chat kamu itu, deh." Dana menimpali. "Astaga ... pilihan macem apaan tuh." Sora terkikik sendiri karena pernyataan Dana. "Oke, aku cerita, deh. Tapi janji jangan ketawa, ya." "Ya elah, ketawa kenapa, juga? Emangnya kamu mau nyeritain acara komedi?" tanya Dana. "Ya enggak sih. Cuman kisahnya aja yang agak komedi. Uhm ... bisa dibilang karena hal ini udah jarang banget terjadi di zaman modern kaya gini." "Emang kamu mau cerita apaan, sih, Sora? Mending buruan cerita aja, deh. Nggak usah basa - basi kelamaan!" Wenda benar - benar sudah tak sabar rupanya. "Astaga, iya - iya." Sora kembali berpikir sejenak. Sebelum akhirnya ia benar - benar bercerita. "Jadi singkat cerita, aku tuh barusan aja dikenalin sama seorang cowok. Yang ngenalin bude kami. Kalau jodoh ya bakal menikah. Kalau enggak, ya enggak. Awalnya aku cukup terkesan sama cowok itu. Karena obrolan kami lewat chat cukup nyambung, meski pun kami berbalas pesannya cukup jarang, karena dia sibuk ngurus restoran chinese food - nya. "Sampai akhirnya kami dipertemukan. Jadi saat aku pulang kemarin, itu lah waktu pertemuan kami. Dia main ke rumah, sama budenya. Ganteng, sih, orangnya. Eh, ralat. Ganteng banget malah. Dia anak satu - satunya di keluarga. Orang tuanya punya jabatan lumayan tinggi di Sumber Kembangan. Tapi dia memutuskan untuk mandiri aja, buka restoran. Nggak ngandelin jabatan orang tuanya buat dapet jatah posisi di Sumber Kembangan. Kalau orang awam kan pasti udah sikat aja, tuh. Aji mumpung. Mumpung orang tuanya belum pensiun. "Pokoknya kesan pertamanya positif banget, deh. Tapi dia mampir ke rumah kan nggak 1 atau 2 menit doang. Cukup lama, sekitar 2 jam lah. Dan selama 2 jam penuh ... cuman budenya doang yang ngomong. Jelasin biografi keponakannya dari A sampai Z. Sementara dia sendiri diem doang. Kayak nggak ada minat memperkenalkan dirinya sendiri. Nah aku jadi mikir. Jangan - jangan sebenarnya itu orang nggak mau dijodohin. Mana ada cerita dari budenya yang bilang, kalau dia dulu sebenarnya kuliah di kampus kita. Nah gara - gara kasus kampus yang kemarin tuh, dia keluar. Itu sih yang bikin aku sebel sama dia. "Eh, tapi habis itu, sesudah mereka pulang, ya orang itu chat aku lagi seperti biasa. Seperti sebelum pertemuan itu dilakukan. Dia balik ramah lagi. Dan bikin aku makin bingung rasanya. Pas ketemu dia kelihatan nggak ada minat, sampai aku pikir dia jadi nggak cocok karena aku kurang cantik, nggak seperti ekspektasi dia. Mungkin sebelumnya dia pikir aku cantik, karena fotoku di profil pakai filter jahat. Tapi Kalau dia ternyata balik chat aku seperti biasa, apa itu artinya dia nggak jadi ilfeel sama aku? Duh ... bingung banget, deh. Terus ...." Sora hampir saja keceplosan jika saat ini Samran sedang dalam perjalanan menuju ke posko KKN mereka. Aduh ... jangan diceritakan dulu, deh. Sora langsung membungkam mulutnya sendiri. "Terus apaan?" celetuk Wenda. "Jangan bikin orang penasaran, deh." "Terus ...." Sora berpikir dulu. "Terus ... ya itu, dia sebenarnya gimana perasaan sesungguhnya. Beneran berminat sama perjodohan ini apa enggak. Kalau nggak minat ya mending langsung jujur, dari pada pura - pura baik di chat. Tapi sebenernya nggak berminat. Ntar pas aku beneran udah naksir, eh, tiba - tiba batalin perjodohan. Ya aku nggak mau lah kalau sampai kayak gitu. Amit - amit." Sora berhasil mencari alibi. Bukan sebuah kebohongan. Justru curahan hati yang lain, yang membuat hatinya semakin lega karena berhasil mengeluarkan uneg - uneg tertahan. Rasanya begah, seperti orang sembelit berhari - hari. "Walah ... kalau menurut aku, sih, mending kamu nggak usah tanggepin aja deh kalau dia chat lagi. Bener itu firasat kamu. Kayaknya dia cuman pura - pura baik lewat chat. Buktinya pas ketemu langsung, malah nggak ngomong apa - apa. Tipe - tipe cowok nggak gentleman. Jangan sampai kamu ditinggal pas sayang - sayangnya, deh. Rasanya nggak enak banget pasti." Wenda langsung memberikan rentetan saran yang menurutnya benar. Sora langsung terdiam. Ternyata pikiran negatifnya ada yang mendukung, lho. Apa ini artinya ... pikiran negatif itu benar adanya? Sora jadi makin ragu perihal Samran. Duh ... Sora harus bagaimana, ya? Tapi bagaimana ya. Samran kan sedang dalam perjalanan ke sini. Apa nanti Sora harus menyambutnya dengan ketus supaya Samran mengakhiri drama perjodohan ini? "Kalau menurut aku ... beda, Sora. Aku nggak setuju sama opini si Wenda." Tiba - tiba Dana ikutan menjawab. Aduh ... jadi Dana beda opini? Astaga ... Sora jadi semakin galau. "Siapa sih namanya cowok yang dijodohin sama kamu?" tanya Dana. "Samran," jawab Sora cepat. "Duh ... percaya sih aku kalau bilang dia ganteng. Namanya aja udah bagus gitu. Hihi." Dana malah terkikik sendiri. "Kalau menurut aku, dia malah udah jatuh cinta sama kamu, sih. Dia baik di chat, karena emang tertarik sama kamu. Sementara pas ketemu dia malah diem ... ya karena dia gerogi. Nggak mungkin lah dia anggap kamu nggak cantik. Kucing belekan juga tahu kamu cantik. Filter jahat atau enggak, nggak ada pengaruhnya. Kamu foto pakai filter atau nggak, nggak ada bedanya kok. Kalau aku sama Wenda baru beda, pakai filter sama enggak. "Terus dalam pertemuan pertama itu kan bukan hanya kalian berdua. Ada budenya dia. Ada orang tua kamu. Ya pasti dia sungkan lah kalau mau ngomong banyak - banyak. Apa lagi konteksnya, sang Bude yang ngenalin kalian sejak awal. Ya pasti Samran ngasih kesempatan sang bude buat melanjutkan niat baiknya. Kamu bilang dia mandiri, kan. "Milih buka restoran ketimbang dompleng nama orang tuanya. Itu nilai plus banget, lho. Jarang ada cowok begitu zaman kayak gini. Kalau urusan kamu sebel dia keluar kuliah, ya wajar sih. Tapi kalau dia milih cabut dadi kampus, ya itu wajar juga lho. Nggak bisa dihakimi. Atau mungkin dia sebenarnya punya alasan lain. Jangan dilepas lah cowok kayak gitu, Sora. Sayang. Jangan sampai kamu nyesel, lho." Nah, kan ... Sora jadi semakin bingung setelah mendengar opini Dana. Astaga ... Sebelumnya ia pikir ia akan lega setelah menceritakan hal ini pada orang lain. Nyatanya, bukan lega. Malah semakin galau. Acara berbaring santai tiga dara itu dihentikan oleh kedatangan sebuah mobil yang baru saja parkir di halaman posko. Terlihat dari sini, karena letak posko memang tidak jauh, hanya tinggal menyeberang, jalan ke kiri beberapa meter, sudah sampai. Astaga ... Samran sudah datang! ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN