"Bi ... tolong rawat istri ku di kamar! Obati dia, beri makanan yang cukup untuknya, dan jangan biarkan dia keluar dari villa ini. Oh ya! Satu lagi jangan biarkan pelayan lain masuk ke dalam kamar ku, kecuali dirimu Bi!" perintah Dareen sembari tersenyum manis. Hanya pada pelayanan ini dia bisa bersikap baik, selebihnya hanya tatapan dingin menusuk yang pria itu berikan pada siapapun yang berani menatap ke arahnya.
"Baik, Pak." jawab wanita itu, ada sedikit rasa curiga di dalam hati nya, ia merasa ada yang tidak beres dengan majikannya ini. Jika di fikir-fikir pria itu baru kali ini membawa seseorang untuk singgah di villanya. Bahkan sampai detik ini ia belum pernah melihat sang tuan membawa anggota keluarganya masuk ke tempat ini. Lalu, siapa sosok di dalam sana? Apa lagi dia seorang wanita? Siapa wanita itu, yang pasti wanita tersebut sangat spesial bagi Dareen mungkin, terka wanita tersebut.
Beralih ke mansion keluarga Dareen. pagi ini mereka tengah berkumpul di ruang pribadi keluarga Dareen, bukan hanya keluarga Dareen saja yang ada di dalam ruangan itu, ada satu pria kepercayaan ayah Dareen juga di sana. Leo, pemuda itu tak lain dan tak bukan adalah dia, Leo sudah menganggap ayah Dareen sebagai anggota keluarga nya sendiri, maka dari itu ia mengajak pemuda tersebut untuk ikut berkumpul di ruang pribadi milik keluarga Bramasta, yang notabene nya tempat itu merupakan ruangan paling inti di mana menyimpan semua aset-aset penting serta dokumen-dokumen tentang silsilah keluarga Bramasta di simpan. Di karenakan Leo sudah sangat lama mengenal keluarga tersebut jadi mereka sangat mempercayai pemuda itu juga, karena memang sikap Leo sangat baik selama ini kepada keluarga Bramasta. Pemuda itu sudah sangat berjasa pada keluarga Bramasta. Mereka tengah kebingungan, pasal nya sudah tiga hari ini Dareen belum kembali semenjak dia bilang, bahwa dia sudah menemukan keberadaan Zanna. Pemikiran buruk mulai menyelimuti otak mereka semua, mereka sangat khawatir. Bukan khawatir pada Dareen melainkan pada Zanna. Tuan Bramasta ayah Dareen, sudah menghubungi beberapa rekan kerja serta teman-teman dekat Dareen juga, namun nihil semua tidak ada yang tau. Bahkan nomor phonesel pemuda itu sudah di non aktifkan.
"Sial!! Kemana perginya bocah sialan itu, astaga kenapa di selalu merepotkan ku," gerutu nya, tuan Bramasta selalu ingin mengumpat karena tingkah gila yang dilakukan Dareen. Kenapa sifat gila itu tak pernah hilang dari diri putranya?
"Tenangkan diri anda Tuan, kita harus bisa berfikir jernih untuk bisa menemukan keberadaan mereka," tutur Leo menepuk pundak pria itu.
"Sudahlah lah Pa, Mama yakin, Zanna akan baik-baik saja." Nyonya Bramasta memeluk sayang tubuh suami nya, berusaha menyalurkan ketenangan untuk pria tersebut. Walau dalam hati sebenarnya tidak yakin kalau Zanna akan baik-baik saja, namun mengingat bahwa Dareen sangat mencintai wanita itu, tidak mungkin ia akan menyakiti nya. Nyonya Bramasta mencoba untuk berfikir positif. Tiba-tiba tuan Bramasta tersentak saat menerima panggilan telphone dari kantor Dareen, dia bilang bahwa Dareen sudah masuk kantor hari ini.
"Ma! Aku akan pergi ke kantor sekarang, sekretaris Dareen baru saja menghubungi ku, dia bilang bahwa Dareen sudah masuk kantor hari ini," ucap tuan Bramasta penuh semangat, tanpa menyadari ada sosok yang tersenyum evil mendengar berita itu
'Kena kau, aku tidak akan membiarkan mu lolos kali ini. Aku akan menemukan keberadaan wanita itu dalam waktu dekat. Gumam sosok tersebut.'
Seutas senyum tertera di bibir mereka semua, seolah ada setitik cahaya terang dari masalah yang tengah mereka hadapi saat ini. Setidaknya mereka bisa mencoba untuk menemui Dareen dan menanyakan keberadaan Zanna. Walau mereka yakin Dareen tidak akan memberitahu mereka dengan mudah.
"Aku juga akan ikut dengan Anda Tuan!" seru Leo.
"Mama di rumah saja, hm. Jaga diri baik-baik," pinta pria baya tersebut, mengecup sekilas kening sang istri lalu bergegas pergi menyusul leo yang sudah siap di dalam mmobilnya.
Di kediaman Lisa.
Lisa sudah sangat marah, karena tiga hari belum ada kabar tentang keberadaan Zanna. Lisa mencoba menghubungi Sesil, teman Zanna siapa tau Zanna menghubungi gadis itu. Sesil sangat emosi mendengar kabar dari Lisa bahwa Zanna pergi dari rumah nya, dan lebih parahnya wanita itu kembali ke apartemen tempat tinggal nya dulu. Astaga ... sebenarnya apa yang ada di dalam otak wanita itu, kenapa dia kembali ke tempat itu lagi? Sama saja dia menyerahkan diri ke kandang singa, Jengah Sesil. Kemudian bergegas menuju ke rumah Lisa untuk mencari kejelasan lebih lanjut, dari pada uring-uringan lewat phonsel lebih baik menemui orang nya langsung, fikirnya. Kini Sesil sudah berada di rumah Lisa. Tanpa basa-basi dia mebrondong beribu pertanyaan kepada Lisa. Terjadilah perang mulut, saling mengumpat. Walau masalah yang mereka hadapi saat ini adalah hal yang sama, yaitu tentang menghilangnya Zanna.
"Astaga, Lisa ... apa kau ini benar-benar bodoh membiarkan Zanna pergi sendirian ke kota!" bentak Sesil dengan nafas terengah-engah. Ingat kan jika Lisa tidak suka ada orang yang berbicara dengan nada tinggi kepada nya.
PRANG !!!
Lisa membanting vas bunga kaca yang terduduk di meja ruang tamu nya, yang mana membuat Sesil mendelik kaget. Baru kali ini ia melihat sisi mengerikan Lisa.
"Beraninya kau membentak ku, siapa kau!!" Lisa reflek meninggikan suaranya.
"Bu-bukan begitu Lis,, maksutku kenapa kau membiarkan nya pergi," lirih Sesil dengan wajah menunduk takut. Zanna yang menyadari perubahan ekspresi sahabat nya segera menetralkan emosinya kembali.
"Hah! Andai aku bisa menghentikan nya Ses," ucap nya dengan nada halus.
"Em, bagaimana kalau kita pergi ke mansion keluarga Bramasta, menanyakan pada keluarga nya siapa tau ada yang mengetahuinya," usul Sesil kemudian dan di angguki oleh Lisa.
Di villa Dareen,Bibi Yuli memasuki ruang kamar Dareen, betapa terkejutnya dia melihat pemandangan yang begitu ironis di depan matanya. Seorang wanita tengah meringkuk, meringis kesakitan di atas kasur king size nya tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya. Tubuh putih itu kini penuh luka dan tanda ruam keunguan, bau cairan aneh yang menyeruak di seluruh penjuru ruangan. Serta bercak noda darah yang terlihat di sprey putih itu juga sobekan baju yang tercecer tak berdaya di lantai. Pelayan Yul, masih terpaku di ambang pintu sambil membekap mulutnya dengan kedua telapak tangan nya, mata sipit wanita itu sudah berkaca-kaca siap meneteskan kristal beningnya. Seolah tak mau larut dalam lamunannya, pelayan Yul segera masuk dan menutup pintu kamar tersebut, takut-takut jika nanti ada maid lain yang melihat isi kamar itu. Dengan sigap wanita itu menghampiri Zanna yang tengah menangis sesenggukan seraya memegangi perutnya.
"Astaga!! Nona, kamu baik-baik saja? Ada Bibi di sini. Katakanlah Nak, ada apa dengan dirimu?" paniknya.
"Bi ... perutku sakit sekali rasanya, tolong aku Bi ..." pinta Zanna. Tanpa menunggu lama maid Yul segera menghubungi dokter pribadi villa itu. Sembari menunggu kedatangan sang dokter, Bibi Yul membantu membersihkan tubuh wanita itu.
"Bi .. aku malu," cicit nya pelan.
"Kita sama-sama wanita sayang, anggap aku sebagai ibumu," ucap maid Yul dengan senyum manis nya. Zanna tertunduk lesu, seraya menjawab.
"Aku bahkan sudah lupa bagaimana rasanya diperhatikan seorang ibu," lirih Zanna. Bibi Yul yang mengerti keadaan segera merengkuh tubuh ringkih itu, mengelus surai panjangnya serta membisikkan kata-kata penenang untuknya. Setelah nya bergegas membersihkan ruangan itu sedang Zanna sibuk membersihkan diri di kamar mandi. Selang beberapa menit kemudian dokter tersebut datang dan segera memeriksa keadaan Zanna.
"Bi, siapa wanita ini?" lirihnya setengah berbisik di samping maid Yul.
"Dia istri tuan Dareen," sahutnya tak kalah lirih.
"Em, Nona mengalami pendarahan ringan, saya sarankan agar Nona banyak istirahat dan juga jangan melakukan hubungan intim terlebih dahulu karena bisa membahayakan janin dalam kandungan anda," ucap dokter itu sedikit sanksi. Zanna hanya memalingkan wajahnya enggan menjawab pertanyaan ambigu itu. Merasa tak ada sahutan dari Zanna, dokter itu berucap lagi.
"Saya akan memberitahukan kepada tuan Dareen tentang keadaan Nona agar dia lebih berhati-hati," ucapan dokter itu mampu mengejutkan atensi Zanna.
"Jangan! Aku mohon, jangan beritahu Dareen jika aku sedang mengandung," ucap Zanna memohon. Terpaksa dokter itu mengiyakan permintaan wanita tersebut, lagi pula ia tidak punya hak untuk ikut campur masalah tuan rumah. Sepepergian dokter tadi, pelayan Yul menghampiri Zanna kembali, mendudukkan b****g nya di pinggiran kasur samping Zanna. Seraya mengelus sayang puncak kepala wanita itu.
"Bi ... aku ..." Zanna tak sanggup melanjutkan kata-katanya, dadanya kembali sesak ia tak kuasa membendung air matanya.
"Hei, kenapa kau menangis, hm? Tenangkan dirimu dulu sayang .. jangan bercerita dulu jika dirimu belum siap, oh, ya ... jika Bibi boleh tau, siapa nama mu?" Pelayan Yul mengalihkan pembicaraan agar Zanna sedikit tenang, wanita itu tau hanya dengan melihat sorot mata Zanna saja sudah terlihat jelas bahwa wanita itu sangat tertekan.
"Namaku ... Zanna, Bi..." ucap Zanna pada akhirnya.
"Nama yang cantik! Oiya ... perkenalkan nama Bibi Yuli, kamu bisa memanggil ku dengan sebutan Bibi Yul saja," pelayan Yul tersenyum manis.
"Baik Bibi Yul,," Zanna mengusap air matanya dan tersenyum kecil. Setidaknya ia bisa sedikit merasa lega, karena di villa ini masih ada orang yang berbaik hati padanya. Pelayan Yul tersenyum simpul, melihat wanita itu bisa menampilkan senyum manis nya. Melupakan sejenak kesedihannya, ia berjanji akan selalu menjaga wanita itu seperti anaknya sendiri.
Di perusahaan keluarga Bramasta yang di kelola Dareen. Tuan Bramasta, dan juga Leo tengah memasuki loby kantor tempat Dareen bekerja. Dengan langkah tergesa mereka memasuki lift dan menekan angka 20, dimana lantai ke 20 adalah tempat ruangan Dareen berada. Sesampainya di depan ruangan Dareen, tuan Bramasta langsung membuka pintu ruangan Dareen secara kasar. Tanpa menghiraukan tatapan mata semua pegawai yang melihat nya heran.
"BRAKKKK!!!" Pintu terbuka mereka bertiga masuk, dan melihat sosok pemuda yang tengah terduduk di kursi kebesarannya tanpa punya rasa terkejut sedikitpun atas kehadiran mereka bertiga, seolah pemuda itu sudah tau akan kedatangan dua pria tersebut. Dareen menyenderkan punggungnya di kursi tempatnya terduduk, menyilang kan kaki serta memainkan phonesel di tangannya, kemudian menatap ke dua pria dihadapannya dengan tatapan meremehkan, begitu santai. Tuan Bramasta sudah teramat geram dengan ulah pemuda di hadapannya ini, terlalu malas melihat wajah menyebalkan pemuda itu. Kedua tangannya sudah merepal erat, andaikan Leo tidak menahanya sudah pasti tuan Bramasta memberi bogem mentah kepada putranya.
"Dimana kau menyembunyikan Zanna!!" ketus tuan Bramasta tanpa basa-basi.
"Apa peduli mu Pa?" sahut Dareen kelewat datar.
"Tentu saja urusanku dasar bodoh," bentak tuan Bramasta, berusaha menahan amarah.
"Sudahlah Reen ... katakan saja. dimana kau menyembunyikan Zanna." kini Leo yang angkat bicara.
"Itu urusanku, kalian tidak perlu ikut campur," lagi-lagi dengan santai nya Dareen menjawab pertanyaan sahabatnya, seolah pertanyaan mereka tidaklah penting.
"Cepat katakan! Atau ku bunuh kau sekarang juga!" geram sang ayah, ia sudah kehabisan kesabaran.
"Dia milikku Pa! Dan akan tetap bersama ku selamanya!!" teriak Dareen marah.
"Kau benar-benar sudah kehilangan akal sehatmu Reen! Kau tidak boleh memaksa wanita itu sesuai dengan keinginan mu."
"Aku mencintai nya Pa! Sangat mencintainya, dia akan menjadi milikku selamanya."
"Lalu apa Zanna juga mencintaimu?" Leo tersenyum evil, sukses memancing amarah Dareen. Dareen berdiri dan menghampiri Leo, mengepalkan tangannya siap memukul wajah Leo, tuan Bramasta yang berada di dekat Leo segera menghentikan Dareen dengan merengkuh tubuhnya.
Tanpa ada yang menyadari bahwa pemuda itu tengah berseringai.
"Kali ini kau tidak akan lepas dariku tuan Dareen yang terhormat."
"Jaga ucapan mu ... jika aku tidak bisa memiliki Zanna, maka siapa pun tidak ada yang bisa memilikinya juga," emosi Dareen. Sang ayah membolakan kedua matanya mendengar ucapan putranya itu.
"Apa maksudmu? Apa kau akan melenyapkan Zanna? Jika dia menolak mu?" tanya Leo hati-hati.
"Heh. ... kau sudah faham ternyata, jadi aku tidak repot-repot untuk menjelaskan nya," kekeh Dareen seolah ucapan nya hanya lah candaan semata.
"Bastrad kau Reen!! Mati saja kau, ... kenapa otakmu seperti iblis, hah?" Sang ayah siap satu langkah maju untuk memukul Dareen, tapi lagi-lagi Leo mencegah nya.
"Reen ... Aku mohon ... lepaskan wanita itu, apa kau belum puas menyiksanya hm?" tanya Leo begitu sabar, berharap pemuda itu akan luluh dengan ucapan nya.
"Dia milikku ... aku tidak akan melepaskan nya," Dareen tetap bersikeras dengan pendapat nya sendiri.
"Dia akan semakin menjauh dari Reen, dengan cara mu seperti ini," tutur Leo.
"Aku tidak peduli ... selagi dia ada di sisi ku, aku sudah bahagia."
"Dengan cara mengekangnya seperti seorang tahanan, hm? Ingat lah Reen ... suatu saat nanti kau akan menyesali perbuatanmu, bebaskan dia ... kasihan wanita itu sudah sangat menderita."
"Tidak, aku tidak akan pernah melepaskan nya, aku akan tetap menyiksanya, sampai dia mau menerima ku," ego Dareen.
"Dia akan bisa menerima mu jika kau sudah benar-benar bisa mencintai nya dengan tulus, bukan memaksa kan kehendak mu seperti ini, ingatlah Reen ... cinta butuh pengorbanan."
Dareen muak dengan ocehan semua orang, ia kembali terpancing emosi. "Sudah cukup!! Aku tidak ingin mendengar basa-basi kalian lagi ... cepat pergi dari ruangan ku sekarang juga!!" ketus Dareen seraya menunjuk pintu keluar dengan jari telunjuk nya.
"Ingat pesan Papa, berhentilah menyiksa Zanna. Karena suatu saat kau akan menyesalinya seumur hidup mu, setelah dia benar-benar pergi jauh meninggalkan mu, camkan itu baik-baik," peringat tuan Bramasta, pada akhirnya mengajak Leo pergi meninggalkan ruangan tersebut, Leo sempat melihat ke arah Dareen seraya berdecih remeh. 'Kau akan hancur keluarga Bramasta.'
Di mansion keluarga Bramasta. Lisa dan Sesil sudah berada di sana menunggu kedatangan Leo, dan tuan Bramasta Karena Nyonya Bramasta baru saja memberitahu nya bahwa kedua pria itu akan menemui Dareen di kantor nya, dan sebentar lagi akan pulang. Benar saja apa yang di katakan Nyonya Bramasta, selang beberapa menit kemudian dua pria itu datang dengan raut wajah masam, sudah tertebak bahwa kekecewaan yang mereka dapatkan.
"Selamat siang Tuan," sapa Lisa ,kala Tuan Bramasta memasuki mansion itu.
"Selamat siang Nak, ngomong-ngomong siapa kalian berdua?" tanya nya kemudian, merasa asing dengan dua gadis itu.
"Dia sahabat Zanna, Pa.." sahut sang istri, sebelum Lisa sempat menjawab nya.
"Oh, benarkah?" ucap Tuan Bramasta selanjutnya, dan mereka bertiga pun akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan Nyonya Bramasta beserta dua wanita tadi.
"Bagaimana? Apa kalian sudah menemukan keberadaan Zanna?" tanya Nyonya Bramasta tidak sabaran.
"Belum, Dareen tidak mau memberitahu dimana dia menyembunyikan Zanna," jawab Tuan Bramasta lesu.
"Aku hanya khawatir pada kehamilan Zanna," ucap Lisa, membuat semua orang terperanjat kaget di buatnya kecuali Leo. Lisa memang sudah menceritakan tentang kehamilan Zanna ke pada Sesil, tapi kalau Leo, ah ... mungkin dia tidak mau ikut campur urusan keluarga Bramasta, jadi dia biasa-biasa saja.
"Tunggu, apa maksudmu? Jadi, Zanna tengah mengandung anak Dareen?" tanya tuan Bramasta memastikan, jujur ia begitu syok mengetahui tentang fakta kehamilan wanita itu. Nyonya Bramasta sudah menangis sesenggukan di pelukan sang suami, ia sedih meratapi nasib menantu baik yang pernah singgah di mansion nya itu.
"Emm ... begitulah Tuan, aku hanya takut jika Dareen menyakitinya." ujar Lisa kemudian, sambil sesekali melirik ke arah Leo yang sedang sibuk mengotak-atik phonsel di tangan kanannya. Jujur ada secuil kebahagiaan yang terpancar di keluarga Bramasta, mendengar kabar tentang kehamilan Hazel. Walau bagaimanapun wanita itu sudah memberikan keturunan penerus keluarga Bramasta. Dan sedih karena tidak tau bagaimana keadaan wanita itu saat ini.
Beberapa saat kemudian, Lisa dan Sesil pamit undur diri. Lisa tak langsung pulang ke rumahnya, ia menyuruh sesok pulang terlebih dahulu. Dengan alasan ingin menemui seseorang tak tau siapa yang ingin ia temui. Lisa berada di suatu tempat di mana ia akan menemui seseorang tadi, tak lama seorang pemuda tampan datang menghampirinya, jika kalian ingin tahu pemuda itu tak lain adalah Leo. Pemuda yang selama ini menjadi partner rahasia sekaligus suaminya nya.