"Kenapa Ja?" tanya Luki, pria itu heran karena melihat Raja memegang perutnya.
"Sakit perut gue," jawab Raja.
Luki mengernyit. "Sakit gimana?" tanya pria berkacamata itu.
"Perih, sebel gue dipaksa makan masakan si bisu itu lagi," ujarnya.
"Jangan bilang kalau sekarang pedes?" tanya Luki, dia sudah mendengar cerita nasi goreng keasinan Kanaya.
"Hmm, ya gitulah, kayaknya dia sengaja ngerjain gue," ujar Raja menahan kesal.
Luki semakin heran. "Dia belum tau kalau lo punya gerd?" tanya Luki.
"Ya gak lah, dari mana dia tau?" tanya Raja.
"Ya lo kasih tau lah," ujar Luki.
Raja menatap tajam pada Luki. "Lo enteng ngomong ya Ki, semua kacau gara-gara lo, kacau!" ujarnya kesal.
"Gara-gara gue?" tanya Luki tak mengerti.
Raja pun menceritakan perihal Kanaya yang sudah tahu semuanya dari pesan yang Luki kirimkan semalam, juga kontrak pernikahan yang diajukan Kanaya.
"Ya sory Ja, gue gak tau, lagian lo kenapa HP gak diprivat sih?" tanya Luki heran.
"Ya kan selama ini gue terbuka sama semua cewek gue," ujar Raja.
"Ya sorry deh, Ja, kepepet gue, mertua gue minta dibelikan motor baru, gue lagi bokek, lo tau sendiri cafe lagi sepi," ujar Luki.
Raja menggeleng. "Gak ada," ujarnya.
"Yah Ja, please, bantu gue," ujar Luki memohon.
"Raja!"
Raja dan Luki menoleh, seorang mahasiswi datang menghampiri mereka berdua. "Halo Stevi sayang," sapa Raja, pria itu langsung menunjukan pipinya untuk dikecup oleh gadis yang baru saja menghampirinya.
"Kamu ke mana aja, berapa hari gak keliatan," ujar Stevi dengan nada manja.
"Sibuk sayang, kan gue residen, pindah ke Darma Kasih," jawab Raja.
"Hm pantes, kemarin aku ke Haryadi gak lihat kamu," ujar Stevi, gadis itu langsung duduk di pangkuan Raja.
"Ja ingat lo—"
Luki tidak melanjutkan kata-katanya karena Raja memberikan kode dengan menempelkan jari telunjuknya di atas bibirnya
Stevy mengernyitkan dahinya. "Em, ada apa sih?" tanya gadis itu.
"Oh nggak ada kok, Beb," jawab Raja sambil memainkan rambut panjang gadis di pangkuannya.
"Raja, kapan kita jalan?" tanya Stevy. "Kan udah lama loh kita nggak jalan berdua, kamu sibuk terus sama yang lainnya, aku nggak pernah dapat jatah," kata Stevy merajuk.
"Memangnya sudah lama ya kita nggak jalan?" tanya Raja dan Stevy mengangguk dengan manja.
"By the way, gue lupa, lo nomor berapa, sih?" tanya Raja sambil mencoba mengingat.
"Raja ih, masa lupa sama aku, aku tuh nomor 7," jawab Stevy.
"Ah nomor 7 ya, sepertinya memang sudah cukup lama ya," ucap Raja.
"Iya, jadi kapan kita jalan?" tanya Stevy sambil mengusap d**a bidang Raja.
Raja langsung menahan tangan nakal Stevy. "Sorry sayang, beberapa hari ini gue benar-benar sibuk," ucapnya.
"Yah, padahal aku lagi pengen beli Skin Care sama tas, sepatu juga," ucap Stevy.
Raja langsung melepaskan tangan Stevy, pria itu menggaruk alisnya, dia sebenarnya masih punya cukup uang, kalau sekedar untuk mentraktir Stevy, okelah dia ada.
"Ya udah, gue transfer aja ya, tapi sorry banget gue nggak bisa nemenin lo," kata Raja.
Mata Stevy langsung berbinar, gadis itu tersenyum lebar. "Beneran?" tanya gadis itu dan Raja menganggukan kepalanya.
"Wah makasih ya," ucap Stevy dengan girang, gadis itu kembali mengecup pipi Raja hingga noda lipstik menempel di pipi pria tampan itu.
Raja kemudian melihat pada jam di tangannya. "Ya udah ya sayang, nanti gue transfer deh, gue mau kuliah," kata Raja.
Stevy langsung bangkit dari pangkuan Raja. "Oke makasih ya Sayang," ucap Stevy yang kemudian pergi meninggalkan Raja.
Luki menggeleng. "Gila lo Ja, buat gue bilang nggak ada, giliran baru dipangku doang sama suara manja lo segampang itu kasih duit ke cewek lo," ujarnya kesal.
"Ya elah Ki, gitu doang lo cemburu lagi, kan Stevy cuma berapa, 10 juta paling, lo minta berapa? Pasti 30 juta kan minimal, mana mungkin mertua lo yang matre itu mau dibelikan motor yang 20 juta," ujar Raja.
"Ya kan cuma 30 juta Ja," ujar Luki.
"Sory Ki, gue cuma ada 50 juta, kredit card gue belum dibuka blokirnya sama bokap gue, nanti deh gampang kalau udah," ujar Raja.
"Beneran Ja!"
"Iya, kapan seorang Raja ingkar janji, ya udah, gue mau kuliah!"
Kemudian Raja bangkit dan pergi meninggalkan cafe milik sahabatnya itu ya memang berada di depan kampus tempat Raja kuliah.
***
Selepas kuliah, Raja pergi ke Rumah Sakit Darma Kasih untuk praktek residen.
"Dokter Raja, hari ini kamu satu team dengan dokter Andreas ya," ujar manager Rumah Sakit.
"Apa?" Raja pun kesal.
"Ya, dampingi dokter spesialis penyakit dalam, hari ini fokus ke pasien anak-anak," ujar Bu Rita.
"Baik Bu."
Raja menghela napasnya panjang, pria itu berpikir. Entah kenapa dia tiba-tiba penasaran dengan Andreas. Apa yang membuat Kanaya bisa jatuh cinta pada pria itu.
'Kita lihat, apa yang disukai Naya dari si b******k itu, gantengan juga gue, kaya lagi,' batin Raja.
Di ruang dokter spesialis penyakit dalam, Raja berkumpul dengan Andreas, juga 2 orang dokter residen lain dan beberapa dokter koas dan perawat. Mereka semua mendengar penjelasan dokter spesialis senior.
Namun, Raja kurang bisa konsentrasi, dia sesekali melirik pada Andreas yang terlihat begitu tenang mendengar penjelasan dokter senior di depan mereka.
'Dia sepertinya cukup profesional dalam kerjaan, gue dengar dia kuliah kedokteran sejak awal full jalur beasiswa,' batin Raja.
'Apa itu yang bikin Naya kagum?'
"Baik, sekarang kita mulai visit," kata dokter senior.
Mereka semua pun mulai bekerja.
Sementara itu di tempat lain, Kanaya baru saja masuk ruang rawat khusus anak-anak penderita kanker yang sedang jadwal kemoterapi.
Kanaya bersama beberapa orang dari yayasan datang membawa beberapa mainan baru untuk dibagikan pada semua anak-anak.
"Di mana orang tuanya?" tanya Kanaya lewat bahasa isyarat pada asistennya.
"Anak ini tidak ada yang menunggu Non, orang tuanya bekerja semua, tadi pagi hanya diantar saja, nanti sore baru datang orang tuanya."
Mendengar itu, Kanaya langsung menatap lekat pada gadis kecil yang terlihat begitu bahagia memeluk boneka hadiah yang diterimanya.
"Ya sudah, kalian lanjut bagikan hadiah pada yang lainnya, saya akan menunggunya sampai dokter datang," kata Kanaya.
"Baik Non."
Kanaya mendekati gadis kecil bernama Melati. Lalu dia membelai rambut gadis yang ia perkiraan berusia 7 tahun itu.
"Ha, halo," ucap Kanaya.
Melati menoleh, gadis kecil itu tersenyum.
"Su, ssssuka?" tanya Kanaya sambil menyentuh boneka di pelukan Melati.
"Suka Kak," jawab Melati.
Kanaya tersenyum, gadis itu menjadi teringat dengan masa kecilnya. Dulu, dia pun sering sendiri seperti Melati karena ibunya harus bekerja di Jakarta sementara dia di Bali.
Kemudian Kanaya mulai bermain dengan Melati. Dia tak memakai bahasa isyaratnya, bicara meski terbata. Menurut Kanaya, anak-anak seusia Melati hatinya murni, tulus. Hal itu membuat Kanaya nyaman berinteraksi dengan mereka sehingga Kanaya jarang menggunakan bahasa isyarat.
Kanaya tertawa, dia terlihat begitu bahagia.
"Dia, bisa bicara, aku gak salah lihat, kan?"