Bab 16

1171 Kata
"Gue yakin lihat Naya, dia gerakin bibirnya, pasti dia ngomong," gumam Raja, pria itu baru saja duduk di depan ruangan dokter spesialis penyakit dalam setelah menemani dokter itu visit. "Dokter Raja." Raja menoleh, Andreas menghampirinya. "Iya dok," jawabnya. "Tolong laporan pasien ini, besok pagi dikumpulkan ya!" perintah Andreas. "Ah, baik dok," jawab Raja. Meski pria itu tidak suka dengan Andreas, tetapi Raja tetap harus profesional. Apalagi Andreas secara profesi adalah seniornya dan tadi dia ditunjuk menjadi kepala team oleh dokter spesialis penyakit dalam. "Ya sudah," kata Andreas yang kemudian pergi meninggalkan Raja. "Ke mana dia?" gumam Raja. Hingga kemudian, Raja teringat dengan Kanaya. "Jangan bilang dia mau nemuin Naya," ucapnya. Raja pun bangkit, dia ingin tahu apa Andreas menemui Kanaya atau tidak dan kalau iya, mau bagaimana istrinya itu menanggapi Andreas yang sudah menyakitinya. "Bener, kan," ucap Raja saat melihat Andreas menemui Kanaya. Penasaran, Raja pun memilih untuk mengintai dari jauh. "Tolong Naya, beri waktu aku bicara," kata Andreas. "Gak ada yang perlu dibicarakan, Mas," ucap Kanaya dengan bahasa isyaratnya. "Nggak Nay, aku mau meluruskan salah paham soal Ranti," kata Andreas lagi. Kanaya berniat pergi, tetapi Andreas menahan tangannya dan menarik gadis itu mengikutinya. Melihat itu Raja panik, dia segera mencari tempat persembunyian lain karena Andreas membawa Kanaya ke arahnya. Jadilah Raja bersembunyi di balik tumpukan kardus di sudut koridor yang sepi. "Ranti itu, cuma sepupuku dari kampung," kata Andreas. Kanaya langsung menatap pada Andreas. Dia penasaran. "Iya Nay, dia sepupuku, aku jujur," kata Andreas. Kemudian Kanaya menggerakan jemarinya. "Dia bilang dia pacar Mas Andreas di kampung," ujar Kanaya. "Gak gitu Nay, aku kan pernah bilang, aku belum memikirkan hal itu, aku mau fokus kuliah, selesai S2 dan buktikan menjadi dokter hebat. Oke, Ranti memang suka padaku, tapi aku gak pernah mengiyakan perasaannya itu," ujar Andreas. "Hanya saja, keluarga kami mendukung, makanya Ranti seberani itu, tapi sungguh Nay, aku gak ada perasaan buat dia." Mendengar itu, Kanaya merasa lega di hatinya. Namun, tiba-tiba pikirannya teringat dengan statusnya yang sudah menikah dengan Raja. Sementara Raja, pria itu mencebikan bibirnya. Jelas dia ingat bagaimana percakapan Andreas di telepon dengan seseorang yang mau dilamar pria itu, juga pertengkaran Andreas dan Ranti di kamar kos. 'Dasar buaya darat,' batin Raja kesal. "Nay, kamu percaya padaku, kan?" tanya Andreas penuh harap. Kanaya terdiam, dia ingin percaya pada Andreas dan memberi kesempatan pada pria itu. Namun, sejak tadi hatinya terus tertuju pada Raja. Bayangan pria itu rela tidur di lantai demi dirinya membuat Kanaya tersentuh hatinya. "Nay," ucap Andreas lagi. Belum Kanaya menjawab, tiba-tiba sebuah kardus di dekat mereka terjatuh dan memperlihatkan sosok Raja di baliknya. "Kau," ucap Andreas. Mata Kanaya membulat, dia tak menyangka melihat Raja di sana. 'Mas Raja,' batin Kanaya. "Sorry, gue gak sengaja nguping, kok," kata Raja. Andreas mengepalkan tangannya, melirik kesal pada Raja, lalu pada Kanaya sebelum dia pergi begitu saja meninggalkan tempat itu. Kanaya menghela napasnya, dia menunduk memikirkan semua yang Andreas katakan padanya. "Hei, lo percaya sama yang dia bilang tadi?" tanya Raja. Kanaya menoleh, diam menatap pada suaminya. Percaya, apa dia percaya? Biasanya, Kanaya akan langsung mengiyakan semua yang Andreas katakan padanya. Namun, entah kenapa tadi, Kanaya terus teringat dengan bagaimana Raja tidur meringkuk di bed cover yang ia gelar di lantai semalam. "Saran gue, lo jangan polos-polos amat jadi cewek," ujar Raja. "Ibarat kata, air tenang menghanyutkan, ada Buayanya." Kanaya berdecak, lalu dia menggerakan jemarinya. "Kamu buayanya!" Raja mengernyit. "Apaan, gak ngerti gue," ujarnya. Kanaya kesal, lalu dia mengambil ponselnya dan mengetik sesuatu di layar ponselnya. Hingga kemudian, ponsel Raja bergetar. Raja segera memeriksanya, ada pesan dari Kanaya. Katanya, [Kamu Buayanya.] "What?" Mata Raja langsung melebar. "Lo bilang gue Buaya?" Raja mendengkus kesal. "Oke, gue Buaya kata lo, kan?" Kemudian Raja mendekati telinga Kanaya. "Nanti malam, gue kasih lihat gimana Buaya ini nerkam lo," bisiknya. Mendengar itu, Kanaya langsung mundur satu langkah, dia menatap tajam pada Raja. Rasanya gadis itu ingin meneriaki p****************g di depannya. Kanaya lalu mendekati suaminya itu kembali, masih dengan mempertahankan tatapan matanya. "Kenapa, lo?" tanya Raja, pria itu heran karena tiba-tiba Kanaya mengambil tangannya dan dalam hitungan detik, Kanaya menggigit tangan pria itu. "Ah, gila lo!" umpat Raja. Kanaya tersenyum, lalu dia memeletkan lidahnya pada Raja sebelum dia pergi meninggalkan suaminya itu. "Ah, dia itu ...." Raja mengepalkan tangannya di udara, pria itu memejamkan matanya berusaha sabar menghadapi istrinya yang ternyata benar-benar di luar ekspektasinya. Sebelumnya, Raja kira Kanaya adalah seorang gadis yang lembut dan pendiam. Namun ternyata, gadis itu cukup bar-bar, itu pikirkan Raja. "Sabar Ja, jangan buat masalah, akses kartu kredit lo belum dibuka," gumamnya. Pada malam harinya, saat makan malam, Kanaya ditanya oleh kedua orang tuanya. "Apa suamimu sift malam?" tanya Defan. Kanaya yang tengah makan langsung menghentikan gerakan mulutnya. "Iya Naya, kenapa jam segini suamimu belum pulang?" tanya Kinanti. "Na-Naya, titi-tidak, tidak tahu, Ma," jawab Kanaya terbata. "Tidak tahu, kamu kan bisa tanya sama suamimu. Coba telepon, kenapa jam segini belum pulang, kalau dia shift malam di rumah sakit, kamu antar makan malam buat dia," kata Defan. "Mas," ucap Kinanti. "Apa sayang? Biarkan Kanaya melakukan tugasnya sebagai istri, ini baik untuk mendekatkan mereka, lagi pula Naya tidak akan pergi ke rumah sakit sendiri, dia pakai sopir seperti biasa!" ujar Defan. Kinanti menghela napasnya. "Coba kamu telepon suamimu dulu, kalau iya dia lembur, biar Mama siapkan makan malamnya!" kata Kinanti. Kanaya pun berdecak kesal, dia masih ingat bagaimana tadi siang Raja mengejeknya. Namun, dia tidak punya pilihan lain selain menuruti perintah kedua orang tuanya, dia tidak mau melihat papa dan mamanya mengkhawatirkan dirinya. Akhirnya, Kanaya segera menghubungi Raja, menanyakan di mana pria itu. Beberapa saat menunggu, Kanaya mendapatkan pesan balasan dari Raja. [Aku di kosan, lagi sakit perut.] Jawab Raja dalam pesan balasannya. Kanaya langsung menunjukkan balasan Raja pada kedua orang tuanya. "Duh, ini pasti gara-gara nasi goreng kamu tadi pagi yang begitu pedas," ujar Kinanti. "Ya sudah,sekarang biar mama siapkan makan malam-malamnya. Kamu habiskan makanmu, nanti anterin makan malam buat dia ke kosannya!" kata Defan. "I-iya Pa," jawab Kanaya. Akhirnya, tak butuh waktu lama Kanaya sudah sampai di kos-kosan tempat Raja tinggal di dekat Rumah Sakit Darma Kasih. 'Ini kan sebelahan dengan kamar Mas Andreas,' batin Kanaya membuat gadis itu menjadi ragu untuk menemui suaminya. Namun, mengingat pesan balasan dari suaminya yang mengatakan bahwa pria itu tengah sakit perut, akhirnya membuat Kanaya tak punya pilihan, ia memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar suaminya. "Sebentar," jawab Raja dari dalam kamar kosnya, pria itu segera membuka pintu. "Lo, ngapain ke sini?" tanya Raja. Kanaya tidak menjawab, dia hanya menunjuk pada rantang yang ia bawa. "Jangan bilang lo yang masak lagi, gak, gak mau, gue gak mau makan masakan lo lagi," ujar Raja. Kanaya menggeleng, dia lalu menunjukkan layar ponselnya, dia tahu Raja pasti akan menanyakan hal itu. [Ini Mama yang masak.] Kata Kanaya dalam pesan itu. Raja pun mengangguk, kemudian dia meminta Kanaya untuk masuk ke dalam kamar kosnya. "Ayo masuk," ujar Raja karena Kanaya hanya diam saja. Kanaya menggeleng pelan, Raja berdecak kesal, lalu dia segera meraih pergelangan tangan istrinya itu dan meminta gadis itu masuk ke dalam kamarnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN