Orang tersebut, yang merupakan adik dari orang yang tergeletak di atas ranjang dan tidak lain adalah suaminya sendiri, malah mendekat dan menatap tajam kepada Alice.
"A-aku aku... Aku tidak melakukan apa-apa. Hanya iseng saja masuk ke sini karena penasaran."
Storm terdiam dengan mata yang terus-menerus mendelik tajam. Ia juga nampak melirik sosok di atas tempat tidur dan kemudian, memunculkan sebuah ide yang cukup lumayan juga bila dilakukan.
"Kamu tidak memiliki pekerjaan bukan??? Daripada tinggal di sini tanpa pekerjaan. Bagaimana, kalau kamu urusi kakakku ini!"
Sebuah usulan yang membuat Alice merasa sedang berada pada keadaan yang malah semakin sulit.
Mengurusi orang sakit?? Kalau sampai terjadi apa-apa, bukannya ia yang akan disalahkan nanti?? Salah sedikit saja dan nyawanya malah menghilang, ia pasti bisa sampai masuk ke dalam penjara.
"Kenapa diam!?" pekik Storm dan Alice pun melonjak kaget, karena teriakannya itu
"T-tapi saya tidak memiliki pengalaman dalam mengurus orang sakit," ucap Alice beralasan, daripada ia salah nanti.
"Kamu hanya perlu mengecek keadaannya setiap jam dan kalau dia sudah sadarkan diri, kamu panggil kepala pelayan di sini, agar dia bisa menghubungi dokter nanti. Mengerti??"
Alice meneguk salivanya sendiri. Ia tidak akan menyangka, bila kehidupannya malah akan semakin rumit saja, saat tinggal di sini.
"Kamu mengerti tidak!!?" pekik Storm lagi, yang melihat Alice seperti orang yang kikuk. Mana ada gadis anak orang kaya seperti ini sikap dan kelakuannya. Ia malah seperti wanita yang tidak memiliki guna sama sekali.
"Iya. Saya mengerti. Tapi... Boleh pergi sebentar ya?? Aku lapar. Tadi sudah minta Pak Vinson ambil makanan. Pasti sekarang sudah datang."
Storm menganga. Dasar ada saja tingkahnya wanita yang satu ini.
"Hahhh... Ya sudah cepat sana! Tetapi ingat! Jangan lupa untuk selalu mengecek keadaannya. Walau tengah malam sekalipun! Jangan sampai, saat dia bangun nanti, dia malah tidak berdaya sendirian di sini!" peringatan yang Storm berikan dan Alice pahami.
"Iya baik. Aku mengerti," ucap Alice yang kini cepat-cepat keluar dari dalam kamar tersebut dan datang ke kamarnya sendiri. Pas sekali, dengan datangnya pelayan, yang sudah membawakannya makanan.
"Ini makanannya, Nyonya," ucap pelayan itu kepada Alice.
"Em, ayo ke sini," ucap Alice seraya membukakan pintu dan menyuruh pelayan tadi untuk masuk, serta meninggalkan makanan untuknya itu di atas meja.
"Terima kasih ya??" ucap Alice sembari tersenyum girang sekali.
"Iya, Nyonya. Sama-sama. Saya permisi dulu, Nyonya," ucap pelayan itu yang sekarang mundur dan meninggalkan Alice sendiri, dengan ragam makanan yang sudah tersedia di atas meja.
Alice menggosok telapak tangannya satu sama lain. Lalu kemudian duduk manis di depan meja dan sudah mulai mengambil satu paha ayam goreng dari sana. Baru satu kali kunyahan, tiba-tiba saja Alice tertegun. Karena kembali teringat, akan ibunya yang seringkali membawakan ayam goreng, selepas dari pulang bekerja. Jadi rindu. Tapi sudah tidak bisa lagi bertemu. Mungkin nanti, ia akan pergi ke pemakaman untuk menjenguk ibunya di sana.
Alice kembali mengunyah lagi dan kali ini dengan cepat, sembari memasukkan makanan lain ke dalam mulutnya. Bukan karena sangat kelaparan. Tapi, ia harus cepat kembali, sebelum ada yang meneriakinya dan mengganggu ia untuk memenuhi isi lambungnya lebih dulu.
Tidak sampai tiga puluh menit. Makanan hanyalah tersisa sedikit. Kenyang sekali rasanya, sampai ia kesulitan untuk bergerak. Untung saja, mau seberapa banyak apapun ia makan, tubuhnya tetap saja tidak berubah bentuk. Hanya perutnya saja yang terasa keras dan besok pun, pasti sudah kembali seperti biasanya lagi.
Alice mengambil segelas air putih dan meneguknya beberapa kali. Setelah itu, ia menyeka bibirnya dan bangkit lagi, lalu pergi keluar dari dalam kamarnya. Sudah tiba di kamar yang tadi. Tapi, orang memarahinya tadi malah sudah pergi. Tetapi baguslah. Dengan begitu, ia tidak perlu lagi mendengarkan ocehannya. Malas sekali, bila harus berurusan dengan orang tadi.
Melupakan sejenak tentang Storm. Kali ini, Alice nampak memandangi pria lain yang berada di atas ranjang dengan hanya perutnya saja, yang bergerak naik turun. Kasihan sekali. Karena bisa sampai babak belur begini. Pasti, semua tubuhnya itu terasa sakit. Ia kalau terkena pisau sedikit saja ujung jarinya pasti sakit. Apa lagi, dengan luka yang sebanyak ini??
Alice pegal, saat hanya diam berdiri di sisi ranjang saja. Maka dari itu, ia pun berjalan memutar dan duduk di sisi lainnya, dari orang yang masih belum juga membuka mata.
Mengantuk sekali rasanya. Setelah perutnya ini, terisi makanan dengan penuh. Ingin pergi ke kamarnya sendiri malas. Lagi pula, ia juga harus mengecek setiap jam, keadaan orang yang sedang sakit ini. Mungkin, ia akan tidur di sini sebentar, baru nanti kembali ke kamarnya sendiri.
Alice menaikkan satu persatu kakinya ke atas tempat tidur, lalu merebahkan tubuhnya di sana. Ia tutup kedua matanya yang sudah sangat berat dan mulai terlelap dengan sangat pulas sekali. Hingga ia tidak sempat berpindah dan berada di sana semalaman.
Keesokan harinya.
Storm yang terlelap di dalam kamarnya sendiri segera bangun dan pergi ke kamar mandi, untuk melakukan pembersihan diri. Setelah itu, ia juga berganti pakaian serta merapikan rambutnya.
Setelah selesai semua ritual pagi harinya ini. Sekarang, hanya tinggal melihat pekerjaan wanita itu saja. Storm keluar dari dalam kamarnya dan melewati kamar Alice terlebih dahulu. Ia buka pintu kamarnya dan tidak melihat Alice dimana pun itu.
"Kemana wanita itu?? Disuruh menjaga kakakku, malah pergi entah kemana pagi-pagi begini," gumam Storm seraya menutup pintu kamar Alice kembali.
Storm melenggang sendiri saja ke kamar sang kakak, dengan niat memeriksa keadaannya. Akan tetapi, saat masuk ke dalam kamar dan pintunya ia tutup. Storm malah melihat hal, yang sama sekali tidak ia duga sebelumnya.
Wanita itu, yang ia suruh untuk menjaga kakaknya itu. Kini malah berada di atas ranjang, bersama dengan kakaknya juga. Ia meringkuk di sisi kakaknya dan nampak tidur pulas, dengan mulut yang terbuka.
Storm hembuskan napas dan mendatangi wanita tersebut. Ia berdecak kesal, lalu mengambil gelas, yang berisi air dari atas nakas. Kemudian, ia angkat gelas tersebut dengan cukup tinggi dan memegangi gelasnya sejajar dengan tubuh Alice berada.
Perlahan-lahan tangan Storm bergerak untuk memiringkan gelas, hingga akhirnya air tersebut mengalir dan jatuh tepat di wajah Alice, hingga ia membeliakkan matanya dalam sekejap.
Alice gelagapan, ia segera bangun dan mengusap wajahnya lalu melihat Storm, yang ada di sisi ranjang sembari tersenyum menyeringai.
"Sudah puas tidurnya hm??" tanya Storm.
Alice menghela napas dan segera turun dari atas tempat tidur dengan terhuyung. Cara membangunkan tidur yang sungguh membuatnya serasa tidak ingin tidur terlalu pulas lagi. Alice berdiri di sisi ranjang, dengan wajah yang sudah basah kuyup. Ia hanya menatap ke bawah saja sambil mengatur dekat jantungnya yang hebat, berkat rasa kagetnya yang dibangunkan dengan cara seperti tadi.
"Apa tidak pernah, tidur di kasur yang empuk begini hm??" tanya Storm yang sangat tepat sekali. Di sini nyaman sekali, berbeda dengan saat ia tinggal bersama dengan mendiang ibunya dulu, yang terpaksa harus tidur di kasur yang keras. Tanpa AC seperti di sini.
"Aku sudah menyuruh kamu untuk menjaganya. Kenapa kamu malah ikut-ikutan tidur disini juga!??" seru Storm yang begitu gemas dengan wanita yang rasanya sulit sekali mengerti perkataannya. "Bagaimana kalau kamu menyenggolnya?? Bukankah, hal itu akan membahayakan keselamatan kakakku?? Kalau terjadi, bagaimana caramu bertanggung jawab hm??"
"Maaf. Benar-benar minta maaf dan tidak akan mengulanginya lagi," ucap Alice sembari mengusap air dari wajahnya sekaligus, dengan air yang keluar dari sudut matanya juga.
Storm menatap Alice dengan rasa muak dan bukan malah iba. Lalu ia kembali memberikannya peringatan, yang entah sudah berapa kali ia lakukan.
"Awas!! Bila aku melihat kamu melakukannya lagi. Aku pastikan, aku akan langsung menyeret mu sampai keluar dari kamar ini!!" cetus Storm.
"Iya. Tidak akan lagi," ucap Alice sembari mencebik.
"Ya sudah. Pergi kembali ke kamarmu! Mandi dan ganti pakaian! Di sini harus steril. Jangan sampai, tempat kakakku yang nyaman ini malah terkotori oleh tubuhmu itu!!" cetus Storm dan Alice mengangguk dengan bibir yang masih mencebik, lalu berlari keluar dari dalam kamar dan datang ke kamarnya sendiri.
Sementara Storm, segera menghela napas, setelah Alice pergi dari hadapannya. "Benar-benar tidak berguna," ucap Storm seraya mendekat kepada sang kakak dan melihat keadaannya. Lalu menunggu dokter juga, yang akan melakukan pemeriksaan secara rutin di setiap harinya. Guna memastikan, bila keadaan kakaknya akan tetap stabil.