"Kenapa diam??? Yang mana yang sakit??" tanya Storm lagi kepada wanita yang hanya diam saja ini.
"Oh, ini. Sakit yang di sini," ucap Alice sembari menunjuk ke arah pergelangan kaki kanannya.
Storm menggaet kaki Alice dan memberikannya pijatan. Sepintas, lelaki yang tidak punya hati ini agak sedikit lain kelihatannya. Tetapi, ia juga tetap tidak boleh sampai besar kepala. Apa lagi setelah mengingat, bagaimana perlakuan lelaki ini terhadapnya sejak kemarin.
"Sudah. Jangan sakit terlalu lama! Merepotkan saja!" cetus Storm seraya melepaskan kaki Alice.
"Terima kasih," ucap Alice dari lubuk hati tapi tidak disambut dengan cukup baik.
"Tidak perlu. Aku melakukannya, agar kamu tidak menambah bebanku di sini!" cetus Storm dan Alice segera menghela napas kesal. Siapa juga yang ingin menjadi bebannya?
"Kamu mau apa tadi ke bawah??" tanya Storm.
"Lapar. Mau cari makanan. Tapi gara-gara kamu aku jadi jatuh!" seru Alice.
"Gara-gara aku?? Apa tidak salah?? Memangnya aku ada mendorongmu??"
"Tidak tahu ah! Pokoknya ini gara-gara kamu!" cetus Alice dan Storm semakin membuka mulutnya. Wanita ini, tingkat menyebalkannya memang bukan main. Tahu begitu, ia biarkan saja tadi dia di sana dan juga, ia tidak usah repot-repot memijat kakinya seperti tadi.
"Ck! Terserahlah! Aku tidak memiliki banyak waktu, untuk meladeni wanita seperti dirimu!" cetus Storm yang cepat bergegas pergi dari kamar Alice. Ia akan melihat keadaan kakaknya lebih dulu.
Storm membuka kamar sang kakak dan melihat lelaki yang segera memejamkan mata ketika pintu dibuka. Tapi karena sempat melihat, bila yang datang tadi adalah adiknya. Seth yan berpura-pura tidur itupun segera membuka kelopak matanya lagi dan menatap lelaki yang datang kepadanya kini.
"Kakak pura-pura tidur??" tanya Storm.
"Iya. Kakak pikir tadi Alice yang datang," jawab Seth dan Storm malah menyunggingkan bibirnya.
"Benarkan, wanita itu begitu menyebalkan! Kakak berpura-pura pasti karena sudah muak dengannya!" cetus Storm seenaknya.
"Tidak juga. Justru, kakak kasihan padanya. Seharusnya, kamu jangan terlalu keras padanya, Storm. Tengah malam begini, kamu masih saja menyuruhnya untuk melihat keadaan kakak. Padahal, biarkan saja dia istirahat. Dia juga manusia biasa yang membutuhkan waktu istirahat."
"Kakak tenang saja. Dia tidak akan ke sini. Kakinya terkilir tadi. Mana mampu dia berjalan ke sana kemari."
"Benarkah??? Bagaimana bisa?? Lalu, bagaimana keadaannya sekarang??" tanya Seth dengan sangat khawatir.
"Jatuh di tangga sendiri. Menyalahkan Storm pula. Benar-benar dia itu. Sudah untung, Storm bawa dia ke kamarnya dan sedikit memijat agar kaki tidak bengkak. Kalau sampai harus diamputasi, nanti Storm juga yang repot. Disuruh mengurusi yang sakit. Tetapi dia sendiri malah minta diurusi juga! Benar-benar tidak ada gunanya wanita itu!" cetus Storm geram.
"Kamu jangan terlalu keras begitu, Storm. Kasihan dia. Setidaknya, bersikaplah dengan lebih manusiawi sedikit. Dia tidak melakukan kesalahan. Kenapa seolah-olah kamu malah menghukumnya terus menerus?"
"Ck! Dia ada di sini saja sudah menjadi kesalahan yang fatal, Kak! Harusnya, tempatnya bukan di sini!"
"Apa maksud kamu??" tanya Seth kebingungan.
"Kakak tidak akan pernah mengerti. Jalan pikiran kita berbeda, Kak. Kakak itu, terlalu menganggapnya lugu dan polos. Padahal dibalik itu semua, dia itu wanita yang sangat licik!" seru Storm sangat yakin.
Seth mengembuskan napas dan berucap kembali. "Darimana kamu tahu hal itu hm?? Jangan asal menuduh, yang jatuhnya akan menjadi fitnah, Storm," nasehat yang Seth lontarkan dan lagi-lagi Storm menolak untuk setuju.
"Tapi intuisi Storm benar-benar mengarah ke sana. Dia itu memiliki niat terselubung! Storm yakin sekali, Kak. Makanya, Kakak harus berhati-hati. Jangan mudah terperdaya olehnya!" seru Storm dengan keyakinan penuh.
Seth menghela napas. Adiknya yang begitu keras kepala. "Ya sudah. Terserah menurut pandanganmu saja. Oh iya, kamu harus sering-sering melihat keadaannya juga. Dia tidak memiliki siapapun di sini kan? Makanya, tolong kamu urusi Alice ya??"
Storm memunculkan kerutan di dahinya dengan sangat banyak. Apa-apaan dengan permintaan yang konyol ini??
"Kenapa Storm harus mengurusi dia, Kak??" tanya Storm tidak terima.
"Kamu bilang, kakinya terkilir dan dia tidak mampu berjalan ke sana kemari. Jadi, kamu harus mengurusnya juga seperti kakak ini. Lihat keadaannya. Tanyakan keperluannya dan juga, jangan lupa untuk memenuhi hal-hal yang dia butuhkan."
"What??? Apa tidak salah, Kak??"
"Ya benar kan?? Kakak saja, yang belum bisa turun dari tempat tidur diurusi, sampai kamu menyuruhnya untuk begadang semalaman dan sekarang, karena kondisinya sama seperti kakak, kamu wajib sekali, untuk memperlakukannya seperti kakak juga. Jadi, setelah kamu datang ke sini. Kamu juga harus datang kepadanya. Tanyakan keinginannya dan berikan apapun yang dia butuhkan."
Mulut Storm terbuka dan menganga lebar. Benar saja kan, wanita itu begitu merepotkan. Sudah tidak bisa mengurusi kakaknya yang sedang sakit ini, ia malah harus mengurusinya juga.
"Tidak mau!" tolak Storm cepat-cepat.
"Baiklah. Nanti siang, kakak akan hubungi Mom dan juga Dad. Oh atau sekarang saja??"
Sebuah gertakan terselubung dan membuat nyali Storm menciut. Bukan karena takut. Tapi ia malas saja, bila berhubungan dengan orang tuanya itu. Kalau saja kakaknya tahu, Alice bukanlah pelayan di sini, ia pasti akan dilaporkan juga kepada orang tuanya. Bisa hilang namanya dari daftar ahli waris nanti.
"Dimana ya handphone kakak?" ucap Seth sembari melirik ke sana kemari.
"Ck! Iya iya! Storm akan lihat keadaannya juga nanti!" cetusnya terpaksa. Kalau tidak ada ancaman pun, mana sudi ia mengatakan hal ini.
"Ya sudah sana," usir Seth.
"Sana kemana, Kak??" tanya Storm.
"Ya sana lihat keadaan Alice."
"Kan Storm habis dari sana. Kenapa harus ke sana lagi??"
"Itu kan tadi. Sekarang ya belum. Sudah sana, kamu lihat dulu keadaan Alice. Kalau kakak sudah merasa lebih baik dan akan tidur. Makanya, sekarang kamu lihat dulu keadaan Alice," perintah Seth.
"Ck! Iya...," ucap Storm seraya keluar dari dalam kamar sang kakak dan kembali ke kamar dimana Alice berada saat ini.
Pintu kamar segera dibuka dan juga didorong tanpa permisi. Orang yang ia antarkan tadi ke kamar ini, nampak tengah bersandar di atas ranjang sembari menoleh dan menatap orang yang kini datang menghampirinya.
Orang tersebut hanya diam saja sembari menatap Alice tanpa berkedip. Sampai yang ditatapnya itu malah terlihat kebingungan.
"Ada apa???" tanya Alice dengan satu alis yang terangkat ke atas.
"Butuh apa??" tanya Storm dan seketika itu juga, membuat Alice terlihat kebingungan akan sikapnya lelaki, yang terlihat berbeda ini.
"Kenapa memangnya??" tanya Alice.
Storm menghela napas dengan sangat panjang. Kalau tidak ada gertakan, yang dilontarkan oleh sang kakak, mana mungkin juga ia menanyakan hal semacam ini. Ia bahkan tidak sudi, untuk sekedar datang ke sini.
"Kamu bilang ingin mencari makanan kan?? Kamu ingin makan apa??" tanya Storm, yang berusaha dengan sangat keras untuk menekan suara kerasnya, agar tidak keluar dari mulutnya yang sudah terasa gatal sekali ini. Ini bukanlah dirinya, yang bisa-bisanya berbicara dengan lemah lembut begini.
"Apa saja, yang penting makanan yang bisa buat aku kenyang," ucap Alice untuk melihat sekaligus menguji, benar tidaknya lelaki ini, akan mengambilkan makanan untuknya.
"Baiklah. Tunggu di sini," ucap Storm yang segera keluar dari dalam kamar Alice dan yang baru saja ditinggalkan itu terlihat kebingungan sendiri.
"Ada apa dengannya?? Aneh sekali. Apa dia salah minum obat?" gumam Alice setelah kepergian Storm dari hadapannya.
Tidak butuh waktu yang lama. Makanan sudah datang dan juga dihidangkan di depan mata Alice dengan menggunakan sebuah meja kecil. Alice semakin keheranan. Atau jangan-jangan, dia memberikan racun di makanan ini??
"Kenapa diam?? Ayo, makanlah," perintah Storm.
Alice lirik lagi, laki-laki yang sikapnya terasa sangat aneh ini, kemudian berucap sesuai dengan isi kepalanya sekarang.
"Kamu tidak campur dengan racun kan?" tuduh Alice.
"Pfftt... Jangan mengada-ada," ucap Storm sembari tersenyum masam.
"Ya habisnya, ini terlalu mencurigakan! Kamu tiba-tiba baik dan membawakan ku makanan begini. Bagaimana aku tidak berpikiran yang aneh-aneh??"
Storm menghela napas dan mengambil satu sendok untuk dilahap sendiri. Ia kunyah dan juga telan di depan muka Alice langsung dan terdiam beberapa saat.
"Apa terjadi sesuatu??" tanya Storm.
"Tidak," jawab Alice sembari menatap dengan seksama, mulut dan Storm yang sudah tidak berisi makanan.
"Ya sudah. Tunggu apa lagi?? Cepat makanlah!" perintah Storm.
Kelopak matanya Alice sipit kan. Tadinya masih bingung dengan sikap baik orang ini. Namun, ketika ia berucap lagi, barulah Alice mulai mengerti.
"Kakakku menyuruhku untuk mengurusi mu! Malas sekali rasanya!" gerutu Storm disela Alice yang sedang melahap makanan darinya tadi.
"Oh... Pantas saja kamu jadi baik. Ternyata, memang bukan kemauan dari diri kamu sendiri," ucap Alice sembari memberikan Storm lirikan.
Storm tersenyum masam dan berkata lagi. "Memangnya apa yang kamu harapkan huh?? Jangan bermimpi! Dan jangan terlalu besar kepala!" ketus Storm.
Alice menghela napas dan berhenti untuk menyuapkan makanan sejenak.
"Padahal, aku tidak pernah melakukan apa-apa. Tidak pernah menyakiti siapapun. Tapi, kenapa sikap kamu begitu sekali terhadapku?? Kakak kamu bahkan lebih baik. Kenapa, aku tidak dinikahkan dengannya saja?" ucap Alice.
Storm melakukan sunggingan bibir dan juga tawa yang renyah.
"Jangan bermimpi terlalu tinggi nona. Mentang-mentang ini sudah malam. Memangnya, kakakku mau dengan wanita sepertimu! Kamu itu, bahkan terlihat seperti dari kelas rendahan!" cetus Storm.
"Kalau dari kelas rendahan. Memangnya boleh diperlakukan seenaknya? Apa tidak boleh diperlakukan baik-baik sedikit?" tanya Alice sembari memberikan lirikan mata sinis, kepada lelaki yang langsung terdiam ini.