Jalan kematian

1606 Kata
“Nona Anna? Nona?” Sentuhan ditubuhnya langsung membuat Anna membuka mata. Dia menarik selimut dan memeluk dirinya sendiri. “Jangan sakiti aku! Hiks… aku mohon! Jangan sakiti aku lagi! Jangan! Jangan!” Ingatannya berputar pada apa yang dilakukan Arthur sebelumnya, menyakiti Anna dan merusaknya sampai dalam. Bagaimana tubuhnya dibanting, dilecehkan dan disentuh sembarangan membuatnya histeris. Menutup telinganya sendiri pula, enggan mendengar maki-makian dari Arthur. “Kau hanya jal*ng! jadi layani aku dengan benar! Menungging!” “Tolong…. Jangan sakiti aku… tolong…” Maury sang pelayan berusaha menarik Anna dalam realita. “Nona Anna tatap saya! Tuan Arthur tidak ada disini! Nona Anna!” Teriakan seseorang yang dikenalinya membuat Anna membuka mata. “Maury?” dia langsung menangis kuat, membiarkan tubuhnya dipeluk. “Hiks… pria itu menyakitiku… dia…. Dia menyakitiku…” “Tuan Arthur sudah pergi. Anda baik-baik saja sekarang. Mari saya bantu.” “Maury… dia… melecehkanku.” Anna terus menangis histeris, tersedu-sedu dalam dekapan wanita paruh baya tersebut. “Dia sudah tidak ada, Tuan Arthur sudah pergi, Nona.” Maury dengan sabar mencoba membuat Anna tenang, meyakinkannya hingga Anna mau beranjak dari ranjang dan pergi ke kamar mandi. “Shhhh….” Dalam langkahnya, Anna meringis merasa sakit. Tubuhnya penuh dengan lebam. Ketika menoleh pada ranjang, Anna melihat banyak bercak merah dan bau sp*rma yang menginvasi ruangan. Bathub dengan air hangat disiapkan, perlahan Anna masuk ke dalamnya. Membiarkan tubuhnya dibersihkan oleh Maury. Saking khawatirnya, wanita itu sampai memanggil dokter. Karena Anna terus menatap kosong dan hanya bergerak atas bantuan Maury saja. “Sarapan dulu selagi menunggu dokter datang, Nona.” Anna memalingkan wajah menghindari suapan. “Anda bisa sakit, Nona.” Tatapannya sudah kosong, Maury benar-benar khawatir. Bahkan dia tetap ada disamping Anna ketika dokter mengobati luka lebam akibat cengraman yang kuat. Beberapa luka yang berasal dari kuku juga. Ketika dokter bertanya, Anna juga tidak menjawab sama sekali. “Maury, bisa kita bicara?” tanya dokter itu. “Sebentar ya, Nona.” Maury keluar dari kamar, menuju ruangan yang lebih privacy untuk membicarakan keadaan Anna. “Dia bukan hanya terluka secara fisik, dia memiliki trauma. Apa yang Tuan Arthur lakukan semalam?” “Saya yakin anda juga tahu dokter.” “Ya, dan masalahnya… ini bukan kali pertama dia mengalami kekerasan. Apa yang Tuan Arthur lakukan menambah lukanya.” “Lalu apa yang bisa dilakukan? Kita tidak mungkin menghentikan Tuan Arthur. wanita itu miliknya.” “Setidaknya bantu dia. Aku khawatir lama-lama dia akan membunuh dirinya sendiri.” Karena saat Maury kembali ke kamar, Anna masih dalam posisi yang sama. Menatap kosong pada jendela. “Buka mulutnya, Nona. Anda harus minum obat.” Anna tidak bergeming. “Tuan Arthur akan marah dan menghukum anda lagi.” Barulah mata Anna bergerak, menatap pada sendok dan mau membuka mulut. PRANG! “Kau ini bagaimana?! Lihat dengan benar!” teriak seseorang dari luar kamar. Tubuh Anna langsung bergetar, dia memeluk dirinya sendiri. “Maury… aku takut….” Wanita paruh baya itu melihat secara langsung bagaimana penderitaan Anna. “Jangan takut, Nona. Saya akan menemani anda disini.” *** “Kakekku sedang sakit, Nancy. Aku hanya ingin kau menjenguknya sebentar.” “Ar, aku sedang sibuk. Ada acara malam ini dan itu jauh sebelum kakekmu sakit. Pembantumu masih ada disana ‘kan? mereka bisa mengirimkan kabar Kakek padamu. Tolong pahami aku.” Arthur menghela napas kecewa, kesal dengan kekasihnya. “Dia akan senang jika kau datang.” “Tapi aku sedang tidak bisa. 10 menit lagi aku akan pergi. Kumohon, Arthur… ini awal karirku sebagai influencer. Kalau kau ingin mengetahui keadaan Kakekmu, kau bisa menelpon asistenmu yang ada disana.” Pertengkaran sepasang kekasih di ruangan Arthur yang redup. Para pekerja di gedung sudah pulang sebagian. Hanya si pimpinan yang sibuk dengan kekasihnya. “Aku tahu, kau pasti mengharapkan aku melepaskan karir ‘kan? maaf, ini adalah impianku.” Telpon ditutup sepihak, Arthur mengumpat kesal. Mencoba menghubungi sang kekasih lagi, tapi diabaikan oleh Nancy. Arthur keluar dari gedung dengan wajah yang tidak bersahabat. Dia marah dengan tindakan kekasihnya, dan Arthur perlu melampiaskannya. Begitu masuk ke mansion, Arthur langsung naik ke lantai dua. Heran karena pintu kamar Anna tidak terkunci, pria itu masuk dan melihat Anna yang sedanng disuapi oleh Maury. “Tuan Arthur.” Maury langsung berdiri, sementara Anna meremas selimut yang menutupi kaki. “Keluar, Maury,” perintahnya sambil membuka jas dengan santai. “Tuan, saya perlu bicara dengan anda.” Tangan Maury tertahan ketika hendak melangkah. “Saya akan mencoba bicara dengan Tuan, Nona.” Mendekat pada Arrhur. “Saya perlu menyampaikan sesuatu pada anda, Tuan. Tentang Nona Anna, dia mengalami kejadian buruk dimasa lalu. Saya rasa, anda harus memperlakukannya dengan lebih baik.” “Kau pikir aku memperlakukannya dengan buruk?” “Bukan begitu maksud saya tu…,” ucapannya menggantung saat Arthur menatapnya tajam. “Maury, kau mengenalku sejak kecil.” “Tentu, saya tahu bagaimana menderitanya anda selama ini. Tapi tolong jangan sam- Akhh!” Tangan Maury yang hendak memegang bahu Arthur itu malah dicekal, pergelangan tangannya dipegang kuat hingga wanita paruh baya itu kesakitan. “Jangan menyakitinya!” teriak Anna ketakutan. Bukan hanya bayangan Arthur yang menyiksanya semalam, tapi juga perlakuan orangtuanya sejak Anna kecil. Tangan Maury dihempaskan dengan kuat. “Keluar dari sini,” perintahnya. Mata Arthur menatap tajam pada Anna, mendekat layaknya predator yang siap melahap mangsa. “Buka bajumu, aku tidak mau repot merobeknya.” “Bisakah kita bicara baik-baik? Kumohon jangan lakukan ini padaku,” pintanya sambil menangis. Mendorong d**a Anna hingga perempuan itu terlentang. Tangannya diikat dengan dasi. “Kau harus belajar menuruti perintahku,” bisiknya tepat ditelinga Anna yang tengah menangis. “Kumohon jangan… jangan lakukan ini, Arthur… Jangan…” Namun, Anna tidak bisa menghindari hal mengerikan ini. Kakinya dibuka dengan paksa, dan Arthur memperlakukannya seperti sampah. “Ini tujuanmu berada disini. Mulailah pahami tugasmu,” ucap Arthur sambil menghentak mengeluarkan amarahnya. *** Belum juga satu hari Anna mendapatkan ketenangan, dia sudah dilukai lagi oleh Arthur. Kali ini Anna menolak makan dan diobati. Dirinya sudah tidak berharga lagi. Pernikahannya hancur, orangtuanya memperlakukannya dengan kejam dan sekarang harus berhadapan lagi dengan monster? “Nona Anna, ayok makan sedikit saja, Tuan Arthur bisa melukai anda lagi.” “Biarkan saja aku mati daripada harus melayani pria itu lagi.” “Jika anda menurut, Tuan Arthur akan bersikap lebih baik pada anda.” Anna tetap menolak ketika makanan akan masuk ke mulutnya. Tidak mau disentuh juga, membiarkan luka ditubuhnya tidak disentuh obat. Disisi lain, Arthur masih berkutat dengan pekerjaannya di Verona. Ingin segera menyelesaikannya untuk menemani sang Kakek di Chicago. Ketika pikirannya pusing, Arthur butuh pelampiasan. Dan sekarang dia menemukan mainan yang bisa dia jadikan pelepasan. “Hotel di Firenze sudah disiapkan untuk anda, Tuan,” ucap Felix. Malam ini, Arthur harus menginap diluar Provinsi. Dia ingin pulang ke Chicago tanpa meninggalkan pekerjaan di Italia. Dan selama perjalanan satu hari satu malam itu, Arthur benar-benar dikuras emosi dan juga pikiran. Dia harus bisa mempertahankan perusahaan di Italia, karena itu adalah langkah pertama sang Kakek. Ditambah lagi dengan pertengkarannya bersama Nancy yang belum teerselesaikan. Kekasihnya mengabaikan Arthur. Tapi di laman instagramnya, Nancy tampak bersenang-senang dengan influencer lainnya. Sebelum perjalanan pulang ke Verona, Arthur akan makan malam dulu dengan partner bisnisnya. “Kau sudah mempersiapkan bahan untuk pertemuam malam ini?” “Sudah, Tuan,” jawab Felix yang memperhatikan sang majikan. “Nona Nancy juga sudah sampai di New York, Tuan.” Mengingat sang kekasih, Arthur menghela napasnya dalam. “Telpon Maury, suruh dia menyiapkan wanita itu.” “Baik, Tuan.” Menyelesaikan dulu tugasnya di Firenze dan diakhiri dengan kesepakatan. Akhirnya Arthur bisa pulang ke Verona dengan tenang. Namun dalam ketenangannya itu, Arthur teringat dengan tiga malam yang lalu. Perempuan itu benar-benar belum tersentuh sama sekali. Salivanya ditelan kasar, teringat bagaimana sempit dan penuh dengan darah. Perempuan itu menggeliat menahan rasa sakit dan nikmat disaat bersamaan. Menangis, merintih dan mendesah. Itu terdengar indah di telinga Arthur. “Tuan, ada masalah di mansion. Nona Anna tidak mau makan selama dua hari. Dia menolak semua yang diberikan pelayan.” Dan satu lagi, perempuan ini keras kepala. Belum sadar dirinya sudah menjadi milik Arthur. pria itu tidak suka ketika w************n seperti Anna terus melawannya. Dia keluar dari mobil dengan tatapan yang tajam. “Tuan Arthur.” Maury melangkah mendekat. Tapi Arthur mengabaikan dan tetap melangkah naik ke lantai dua. Membuka pintu dan langsung mendapati Anna yang berdiri di balkon menghadapnya. Di tangan perempuan itu terdapat pecahan kaca yang dia arahkan ke lehernya sendiri. Wajahnya tampak pucat, rambutnya berantakan. Dia terlihat sangat mengerikan. “Biarkan…. Aku bicara,” ucapnya dengan suara tersenggal. Arthur mengerutkan kening, dia melangkah pelan dengan wajah tenang. “Berhenti disana! Atau aku akan melukai diriku sendiri!” teriaknya menekan pecahan kaca itu ke lehernya. Namun itu tidak menghentikan langkah Arthur meskipun leher Anna sudah mulai berdarah. “Aku akan melunasi semua hutang keluargaku, aku akan mengganti semua uang yang kau berikan. Lepaskan aku dari sini. Aku janji akan menggantinya.” air matanya menetes saat Arthur semakin dekat. “Berhenti! Atau aku membunuh diriku sendiri disini!” Ketika Arthur semakin dekat, Anna tidak punya pilihan selain mengarahkan pecahaan kaca itu pada si pria. Tanpa disangka, Arthur malah memegangnya kuat. “Perlu bantuan untuk memberanikan diri?” Arthur mendorong bahu Anna kuat hingga perempuan itu jatuh dari balkon. “Aaaaa!” BYUR! Anna langsung jatuh ke kolam renang. Dia berusaha untuk mengambil napas, tapi kolamnya terlalu dalam dan dia tidak bisa berenang. Saat pelayan hendak membantunya, Arthur menatap tajam mereka. Tetap membiarkan Anna sampai tubuhnya melemas dan mulai berhenti bergerak. “Tuan,” ucap Felix di ambang pintu. “Angkat dia,” perintahnya. Arthur menunduk menatap telapak tangannya yang berdarah karena pecahan kaca tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN