Warbyasoo

1091 Kata
Anak muda jaman sekarang umum menyebut situasi seperti yang tengah Var alami dengan sitilah warbyasah yang merupakan kependekan dari luar biasooo. Edyaan tenaaan. Tak pernah anak remaja itu sangka bahwa standar SMA Swasta Spebius akan begitu tinggi seperti ini. Baguslah! Fix dia sudah kualat karena tidak mendengar nasihat yang dulu pernah sang bunda dan sang ayah beri. Tapi, walau “disebut” kualat juga pada kenyataannya ia bisa diterima untuk menjadi siswa dari sekolah menengah atas suoer bergengsi tersebut. Jadi, untuk yang selanjutnya mari kita lihat dan jalani saja bagaimana kehidupan di dalam perut “monster” berkedok Lembaga institusi pendidikan yang memiliki nama SMA Swasta Spebius. Karena berisi (tepatnya, hanya diisi) oleh para siswa dan siswi yang memiliki kemampuan medulla oblongata super baik alias pintar. Var sempat berpikir bahwa SMA Swasta Spebius akan hanya diisi oleh para anak culun punya alias cupu seperti dirinya. Namun, kenyataan malah berkata sebaliknya. Sebagian besar kakak kelas datang ke sekolah dengan tampilan yang super duper modis serta sangat gaya. Seolah berpenampilan kece sudah jadi kewajiban di sekolah ini. Ada anak yang memakai berbagai brand internasional super ternama seperti Louis Vuitton, H & M, Dolce & Gabbana, Fendi, Balenciaga, Hermes, Uniqlo, Armani, Coco Chanel, Versace, Prada, serta beragam merek barang bermerek lain. No KW. Semua ORI. Bagaimana dengan Var sendiri? Tentu saja ia hanya mengenakan sepatu warrior yang beli di Pasar Kramat Jati. Tas gendong yang tidak tau juga apa mereknya yang ia beli saat kebetulan lewat di pinggir suatu jalan. Jam tangan paling murah yang bisa ia temukan di toko jam. Juga yang lainnya. Dari luar ia lebih terlihat seperti spesies gembel yang tanpa sengaja tersasar ke planet Ultima di mana semua penduduknya merupakan orang-orang dengan penampilan super gaya. Baru hari pertama saja rasanya ia sudah ingin pulang. Pelajarannya luar biasa sangat jauh lebih sulit timbang yang pernah ia bayangkan. Ampas. Soal macam apa ini. Ditambah tekanan dari aura elit para anak super modis yang mengelilingi. Sekarang ia jadi paham pada apa yang dikhawatirkan oleh sang bunda beberapa saat silam. Namun, saat ini sudah tidak ada gunanya lagi menyesal. Lagipula semua ini adalah yang ia inginkan, bukan? Ia akan coba bertahan sampai batasnya. Dan menjadi bagian dari segelintir orang yang bisa selamat dari tempat ini. ……. Suatu hari saat pulang sekolah. Var baru menyadari bahwa ternyata ada tulisan timbul di dinding pintu keluar sekolah. Tulisannya kira-kira seperti ini, " Similis Ingenii Style " Atau yang memiliki makna, “Kecerdasan Setara Gaya”. Motto sekolah ini adalah untuk mencetak generasi brilian melek mode. Tidak heran yang dicetak di batu tulisan begitu. Fiiuuhh… Eh, di kejauhan ia melihat seorang gadis yang penampilannya biasa. Gadis itu sama sekali tak mengenakan segala macam perangkat kemewahan. Tas… biasa. Sepatu… biasa. Jam tangan… biasa. Ah, ternyata ada yang senasib dengan dirinya. Coba ajak kenalan, ah. “Variya!” panggil wali kelas anak itu. “Iya, Pak?” jawab Var. “Sudah satu bulan kamu sekolah di sini. Nilai kamu tidak ada grafik peningkatan. Kamu mau ikut kelas tambahan?” tawar pria itu. “Iya, Pak,” jawab Var. Pasrah. Seorang Variya pun berakhir harus mengikuti kelas tambahan. Mereka masuk sekolah pukul setengah tujuh pagi. Pulang pukul dua siang. Setelah itu masuk lagi jam tiga pulangnya jam delapan malam. Dan setiap hari ada tugas entah pekerjaan rumah atau membuat makalah. Dan… kelas tambahan? Are you kidding me? Hidup Var yang cemerlang sebagai salah satu pelajar terbaik di Indonesia yang sudah nyaris sempurna terpaksa harus semakin keruh karena menjadi siswa langganan kelas tambahan. Kelas tambahan baru berakhir pukul sebelas malam dan terkadang dilakukan dengan mengambil libur hari Minggu. Tidak ada libur di sekolah ini kecuali hari Minggu. Mau tanggal merah atau libur nasional. Kecuali Minggu semua libur dibabat habis. Lagi-lagi ia merasa kualat karena tak mendengar nasihat Bunda. Enak sekali ya jadi lulusan SMA Swasta Spebius yang hanya segelintir itu. Mereka bisa masuk 100 universitas atau institute atau sekolah tinggi terbaik di dunia tanpa tes. ……. Hari ini pembagian nilai ujian tengah semester. Lenyap sudah semua kebanggaan anak remaja itu. Rekornya telah hancur lebur bin berantakan. Ia tenggelam dalam lautan kesedihan. Oh Tuhan, cabut saja sudah nyawaku! “Lo ada berapa nilai yang di bawah seratus?” tanya Sien, teman terdekat Var selama menuntut ilmu di sekolah elit itu. “Ti, Tiga belas,” jawab Var pelan. Perasaan hampa memenuhi seluruh relung isi hatinya. “Lo, Lo, Lo sendiri berapa?” tanya anak itu balik. “Cuma tujuh belas, kok. Lagian nilai ujian tengah semester kan nggak gitu berpengaruh sama nilai raport. Santai aja lagi,” jawab Sien seraya berusaha menenangkan. “Ya, Ya, Yang dapat ranking satu siapa, ya?” tanya Var gugup. Kalau ada… ia tak bisa membayangkan seberapa pintar anak itu. “Di sini ranking dihitungnya per angkatan. Jadi, ranking satu di kelas nggak ada. Tepatnya nggak dianggep, sih,” jawab Sien. “Lalu, siapa yang ranking satu?” tanya Var. “Anak kelas sebelah. Namanya… Shiyu,” jawab Sien. “Sepintar apa dia?” tanya Var. “Kalau itu gue juga nggak gitu tau,” jawab Sien mengangkat kedua pundak. “Malem ini lo ada kelas tambahan?” tanya Var berusaha mencari teman. Biasanya jadwal kelas tambahan diacak. “Nggak ada. Ini kan malem Minggu. Gue mau pacaran,” jawab Sien dengan bangkenya. Aku rindu sahabat-sahabatku. Hiks. Bagaimana keadaan kalian, batin Var merana sendirian bin kesepian. ……. Sementara itu di SMA Negeri A1. Dua sahabat Var yang sangat ia rindukan alias Baek dan Akio yang masih ada di sekolah untuk melakukan persiapan pagelaran musik semesteran tak diduga-duga merasakan sesuatu yang mengganjali perasaan mereka. Seolah ada bulu-bulu halus tak kasat mata yang merangsang berdirinya bulu-bulu halus yang nyata. “Perasaan gue kok tiba-tiba jadi nggak enak begini, ya,” aku Baek. “Pulang aja, yuk,” ajak Akio yang anehnya merasakan hal serupa. Jadi ikut-ikutan merinding disko tak jelas apa penyebabnya. Saat keduanya sedang bersiap-siap membereskan barang agar bisa cabut tanpa ketahuan. Sebuah suara yang berat terdengar dan... "Mau ke mana kalian, Akio, Baek Nam Dong?" tanya anak kelas dua belas itu sambil tersenyum mengerikan. "Mau kerja, Kak," jawab Baek segera menaruh lagi tasnya di lantai. Begitu juga dengan Akio. "KIta cuma iseng aja Kak tadi. Bawa tas. Tentu kita tidak punya niat untuk kabur kan, bro?" tanyanya. "Oh, tentu saja, bro Kio. Mari kita kembali membabu, maksudnya bekerja untuk kesuksesan acara ini!" ajak Baek sok bertampang adik kelas idaman. "Awas ya kalian sampai macam-macam..." ancam kakak kelas berjenis kelamin laki-laki tersebut. Di mana pun kamu berada. Ujian itu tak akan pernah hilang, bestie.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN