Cerita Terputus

1078 Kata
Untuk perayaan acara tahun baru kali ini yang sudah gencar digembar-gemborkan oleh sang abang sejak beberapa waktu silam. Aron berusaha untuk mencoba coba bersikap jauh lebih bijaksana disbanding dengan tahun sebelumnya dengan mengatakan bahwa itu tidak perlu. Merayakan tahun baru Masehi bukanlah adat umat Muslim sejati. Ia lebih memilih di rumah saja atau khataman Al Quran di masjid. Sungguh mulia. Tapi, tidak begitu dengan kakaknya. Dikara mendesak Aron untuk berlibur ke villa keluarga mereka di Swiss. Aron tetap menolak. Bersikukuh pada pendapatnya. Ia merasa itu akan sangat hedon. Lebih baik uangnya digunakan memberi makan orang miskin. Membantu korban bencana. Dan lain yang semacamnya. Dikara terlihat semakin kesal menghadapi penolakan sang adik. Mereka memang sering berselisih paham. Kalau sudah begitu. Istri dan anak-anak mereka hanya bisa menonton sampai selesai atau sampai Aron mengalah. Jangan sampai Om/Papi mengalah, batin Baek dan Maz Rian berdoa dengan jiwa dan raga. “Ya sudah kalau itu mau kamu. Mas Dikara akan turuti,” balas Dikara. Maz Rian menghela nafas lega. Tak sering (tak pernah malah!) om-nya itu mengalah dengan cara yang cenderung biasa. “Alhamdulillah wa syukurilah. Kalau begitu aku akan suruh anak buahku belikan kita peralatan barbeque,” ucap Aron bahagia. “ARON!” teriak Dikara. “Kamu tidak ingat perkataan Papi? Jangan terlalu bergantung sama orang lain. Beli peralatan barbeque saja nyuruh orang,” omel Dikara. “Ehmm, tapi Mas, aku sibuk banget. Tidak punya waktu untuk pergi membelinya. Lagipula aku juga belum pernah beli yang semacam itu sendiri.” Mas sendiri ini beneran pengusaha nggak, sih. Kok kayaknya woles banget hidupnya. “Beli begituan di mana, sih?” tanya Aron pada istrinya. “Tokoh peralatan olahraga, Pi,” jawab Niydeia datar. “Begitu saja tidak tau. Tidak usah suruh orang. Mas Dikara saja yang belikan,” kata Dikara seraya menyambar jas yang tersampir di senderan sofa. Tiba-tiba ia terdiam memegang dagu dengan jari telunjuk. “Tapi, Mas juga tidak ingat di mana membeli benda semacam itu.” Capek, deh, batin Baek dan Maz Rian berbarengan. “Ya Allah, hal sepele kayak gitu aja kok sampai diributin, sih. Padahal ini sudah masa depan gitu. Tinggal pesan aja ke online shop selesai semua perkara,” nyinyir Maz Rian. “Diem kamu!” tunjuk Aron ke depan hidung sang putra. Ia sangat tidak enak pada Dikara. Tugas anak muda adalah untuk mengingatkan orang tua mereka. Tugas orang tua mereka adalah untuk memarahi anak muda saat diingatkan. “Mending nggak usah barbequean. Bikin ketupat sayur aja biar kayak lebaran sekalian,” usul Maz Rian malas. “Wah, ide bagus itu,” respon Olaf yang langsung mendorong punggung adik iparnya menuju dapur kotor. “Mas jadi kepikiran deh, Ron. Waktu kecil itu kamu suka sekali lho pergi liburan ke villa keluarga kita yang di Swiss. Kenapa sekarang tidak lagi?” tanya Dikara dengan tampang dan wajah tidak mengerti. Baek dan Maz Rian terperanjat mendengar pertanyaan itu. Berharap-harap cemas pada Aron agar tak memberi jawaban yang salah. “Saat ini aku kan sudah dewasa, Mas Dikara. Tanggung jawabku jadi jauh lebih banyak. Sudah bosan juga sama kegiatan yang kekanakan seperti itu, ‘kan,” jawab Aron. Menggelengkan kepala pelan. “Maksudnya kamu bosan sama villa keluarga kita yang ada di Swiss? Kalau begitu akan Mas Dikara belikan villa keluarga baru di negara lain, ya,” kata Dikara sambil menekan nomor sekretarisnya. “Carikan saya villa yang bagus, besar, super mewah, dan terletak di lokasi strategis di Turki, ya! Selain itu juga tolong kamu buat jadwal temu dengan Erdogan! Ada banyak hal yang harus kami bicarakan.” “…” “Oh, mungkin saya ingin melakukan beberapa riset untuk persiapan ekspansi ke negara tersebut,” perintah pria itu dengan intonasi tegas, “Yah, kamu urus saja lah semua. Kamu tau apa yang saya ingin dan pikirkan.” “ … ” Aron langsung melongo mendengar ucapan Dikara. “Baek Sen Jo, Maz Rian, lebih baik kalian berdua masuk kamar saja, ya,” pinta Aron putus asa. Entah sampai kapan sikap over kakak laki-lakinya satu itu akan terus berlanjut. ……. Di kamar Maz Rian beberapa saat kemudian. “Lo tahun baruan ada acara apa?” tanya Baek yang tiduran di sofa. “Gue pengennya sih khataman Al Quran, kajian hadist, dan muhasabah diri menyambut tahun baru sama temen-temen di majelis. Tapi, pada susah nih diajakinnya. Kebanyakan udah pada punya acara. Cuma sedikit yang masih istiqomah,” jawab Maz Rian dari meja belajar. Too (MUCH) perfect! Terlalu sempurna! Masya Allah, ini Om Aron bikin Maz Rian dari apaan, sih? Boleh minta bahan bakunya satu mili aja nggak ya biar gue bisa kayak dia meski hanya sedikit? “Lo kalau di sekolah gimana, sih?” tanya Baek berusaha mengalihkan segala pikiran kekaguman yang berlebihan dari Maz Rian yang, oh, sungguh terlalu… baik, terlalu sempurna, terlalu tidak bisa dibayangkan. “Biasa aja, kok. Jangan mikir gue ini anak yang nggak punya temen karena terlalu idealis atau yang semacam itu, ya,” jawab Maz Rian seolah mampu menebak jalan piker kakak sepupunya. Sepertinya gue kenal sama satu orang yang seperti itu, ya. Baek menghampiri Maz Rian. “Gue punya rencana, bro. Mau coba denger gak?” tanyanya. “Rencana apa?” tanya Maz Rian memutar pinggang melihat wajah Baek. “Lo pasti nggak mau kan kalau acara tahun baruan yang sudah kita susun ini rusak gara-gara ambisi bokap gue?” jawab Baek balik tanya. “Ya iyalah. Lo mau ngapain emangnya?” tanya Maz Rian lagi. Baek Nam Dong mendekatkan bibir ke daun telinga Maz Rian. Psst psst psst. Membisikkan satu dua patah kata berisi rencana. Yang entah apa. Entah bagaimana juga mereka akan melakukannya. * Main Character’s Provaille 3# Kio Nama lengkap : Muhammad Akio Tanisuki Kiosaki Morita T. T. L. : Cheongdam, Korea Selatan, dua puluh delapan Agustus Hobi : Baca Quran dan sholat malam, berdoa segala macam hal baik untuk orang-orang yang paling disayang Yang paling disukai : Anime dengan jalan cerita dan grafis yang anti mainstream (?) Seperti Houseki no Kuni, Jojo’s Bizzare Adventure, dan yang semacam itu, lah Yang paling dibenci : Orang naif kali ya Cita-cita : Mencari uang yang banyak agar bisa menamatkan Pendidikan wajib bahkan ke jenjang yang lebih tinggi untuk semua adiknya Catatan pribadi : Seorang Army, saya cinta Kim Taehyung dan Jun Jungkook, *UHUK* TTC : Tipe berhati lembut yang dewasa dan bijaksana namun terkadang narsismenya tinggi. Kebijaksanaan dan narsismenya seperti pinang dibelah dua. Terkadang orang-orang di sekitarnya akan bingung membedakan karena sifatnya berubah-rubah. Tapi, jarang yang menyadari itu
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN