Tempat Magang

2188 Kata
“Bareng sekalian saja, Tan. Nanti kita anterin kamu dulu.” “Okay. Nanti pulangnya biar Titan naik ojol saja.” “Gak minta di jemput sama supir?” Titan menggeleng. Mulai hari ini dia akan belajar mandiri tanpa fasilitas mewah dari Papanya. “Biar aku terbiasa berangkat dan pulang magang sendiri tanpa diantar jemput.” “Memangnya Papa Ihsan kasih ijin?” “Belum sih, Nam. Tapi bakal Titan rayu lagi nanti malam. Syukur-syukur di beliin motor wanita.” Ellyana menghela nafas. Dia sangat kesal sekali jika Titan sudah bicara sesuka hatinya. “Bukan motor wanita, Titan. Tapi, motor matic!” Namira terkekeh. Titan selalu saja seenaknya sendiri kalau menyebut sesuatu. “Biarin saja, Ly. Memang seperti itu ‘kan dia.” “Iya juga sih!” seru Ellyana. Setelah selesai kuliah, ketiga sahabat itu akan mengirimkan CV ke perusahaan tempat mereka akan magang. Jika Namira dan Ellyana sudah pasti diterima. Beda dengan Titan. Gadis Itu, harus berjuang dengan keras agar dapat di terima di perusahaan Zufar Group. Perusahaan yang bergerak di bidang tambang batu bara dan minyak bumi itu menjadi incaran Titan karena menjadi perusahaan nomor 1 terbaik di Asia. Titan ingin menjadi bagian dari perusahaan Zufar untuk mengasah kemampuannya selama kuliah di Jurusan Bisnis. Sesampainya dia di depan gedung pencakar langit yang berdiri dengan kokoh. Titan langsung turun dari mobil Namira. “Bye, Nam-Nam dan Liliput. Sukses buat kalian ya.” “Sukses juga buat kamu Titan, Sayang. Semoga langsung di interview,” teriak Ellyana. “Amin, Amin!” Setelah mobil sahabatnya tidak terlihat lagi. Titan bergegas masuk ke dalam gedung kantor Zufar Group. Penampilannya sudah sangat paripurna. Dia tidak seperti mahasiswa yang sedang mendaftar magang. “Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?” sapa resepsionis dengan ramah. “Selamat siang, Bu. Saya Titan mau mendaftar magang di kantor ini.” “Dapat informasi lowongan magang dari mana?” “Titan lihat di website resmi perusahaan Zufar Group.” “Tunggu sebentar ya, Dek. Saya tanyakan ke bagian HRD dulu.” Titan mengangguk. Dia menunggu resepsionis menelepon dengan melihat sekeliling lobby. Kesan pertama yang dia lihat adalah sangat luas dan mewah sekali. Tidak banyak terlihat karyawan yang melewati lobby karena masih jam kerja. “Titan ...” “Iya, Bu.” “Pihak HRD meminta kamu meninggalkan CV untuk saat ini. Karena pendaftaran peserta magang masih di buka sampai besok. Interview akan dilaksanakan hari senin.” Titan memberikan stop map coklat yang berisi CV yang dia siapkan. Resepsionis dan Satpam di kantor itu sangat ramah sekali. Padahal, saat masuk tadi dia sudah khawatir jika diusir ketika baru saja sampai di lobby. “Silahkan di isi nama lengkap, universitas tempat kamu kuliah dan no HP.” Titan langsung mengisi buku daftar tamu yang datang. Dia sengaja menyingkat nama belakangnya agar tidak ketahuan jika dia anak dari Ihsan Dirgantara. “Sudah, Bu.” “Ok, tinggal menunggu pihak HRD mengirimkan jadwal interview ya, Dek. Biasanya hari sabtu pagi staf HRD akan mengirimkan jadwal lewat pesan atau email.” “Iya, Bu. Terima kasih.” Titan menjawab dengan senyum manisnya, membuat resepsionis gemas ingin mencubit kedua pipinya. “Oh, Iya, Bu. Titan boleh ke kantin apa tidak ya? Haus mau beli minum.” “Boleh. Adek lurus saja sampai mentok lalu belok ke kanan.” Setelah mengucapkan terima kasih. Dia langsung pergi menuju ke kantin. Haus adalah alasannya saja agar bisa masuk ke dalam kantor. Meskipun hanya sampai di kantin saja. “Ini kantin perusahaan apa restoran bintang lima?” gumam Titan dengan pelan. Meja dan kursi di tata dengan sangat rapi. Di kantin perusahaan Zufar menghidangkan berbagai macam makanan seperti yang ada di cafe miliknya. Titan penasaran dengan kisaran gaji dari karyawan yang bekerja di sana. Untuk makan siang saja harus merogoh dompet agak dalam. “Pesan Gelato, Ibuk Cantik.” “Bungkus apa makan sini?” “Ya, makan di sini. Kalau di bungkus nanti meleleh kena paparan sinar UV.” Penjaga kantin terbahak mendengar jawaban gadis manis yang baru pertama dia lihat keberadaan di kantor. Titan akan selalu menjadi pelawak di manapun dia berada. Titan membawa pesanannya menuju ke meja dekat kaca besar agar bisa melihat pemandangan sekitar kantor. Dia sudah tidak sabar bergabung di perusahaan itu, meskipun baru mengumpulkan CV tapi dia sudah yakin sekali akan diterima. Group Princess Fairy Tale Titan : “Gelato nyummyyyyyy ..” Titan : (Send Picture) Dia pamer karena sedang memakan Gelato di tempat dia mendaftar magang. Liliput : “Dimana andahhhh?” Titan : “Hatimu!” Liliput : “Serius kelesss.” Titan : (Send Picture) Liliput : “Wah gila! Itu kantin perusahaan tempat kamu mendaftar magang?” Titan : “Iyupsssss.” Liliput : “Bikin iri!” Nam-Nam : “Bikin iri (2)!” Nam-Nam : “Gimana kabarmu, Tan? sukses jaya makmur apa tidak?” Liliput : “Pertanyaanmu, Nam. Sudah kayak agen bus luar angkasa.” Titan : “Masih harus nunggu. Minggu depan baru interview. Kalian bagaimana?” Liliput : “Ah elah, Tan. Gaya basa-basi banget dah! Sudah jelas langsung Acc. The power of orang dalam.” Nam-Nam : “Emang nggak ada effort sama sekali ha ... ha ...” Titan : “Udah dulu ya, mau pulang dulu. See you gaesssssss.” Setelah menghabiskan gelato yang dia pesan tadi. Titan langsung meninggalkan kantin rasa restoran berbintang itu. Sudah waktunya jam makan siang, para karyawan sudah mulai berdatangan ke kantin. Dalam hati kecilnya sangat kagum sekali dengan penampilan para karyawan perusahaan Zufar. Semuanya bening-bening tidak ada yang burik sama sekali. Titan merasa jika dia disandingkan dengan para wanita yang berpapasan dengannya tadi mungkin dia paling buluk. Ketika Titan berjalan menuju ke lobby. Dia melihat seorang wanita cantik yang sangat dia kenali. Titan sedikit mempercepat langkahnya agar dapat menyapa sahabat Papanya itu. “Tante Qila,” panggilnya. Perempuan yang sedang menggendong anaknya menoleh. Dia terkejut saat melihat Titan. “Titan?” ucapnya. “Cantik, kenapa kamu bisa ada di sini?” Titan mencium tangan Aqila dengan sopan. Dia juga menyempatkan mengecup pipi baby girl yang sangat menggemaskan. “Titan habis mendaftar magang di sini, Tan.” “Wow, sudah waktunya magang ya? Cepat sekali! Perasaan baru saja mendaftar kuliah.” “Sudah lama dong, Tan. Waktu jadi mahasiswa baru belum ada Baby Jasmin.” “Haha, benar-benar.” Aqila mengajak Titan untuk duduk di sofa yang tersedia di lobby. Dia tidak mau melewatkan mengobrol dengan anak dari sahabat suaminya. Baby Jasmin memberontak dari gendongan Mommy nya, kedua tangan mungilnya mengarah ke Titan. “Aduh ... aduh, cantik sekali!” Titan memangku Baby Jasmin dengan mengecup kedua pipinya. “Terakhir ketemu belum bisa jalan ya, Tan?” “Iya, waktu kamu main ke rumah dulu. Jasmin baru merangkak. Kalau sekarang sudah bisa berlari ke sana kemari.” “Oh, iya. Tante Qila kok bisa ada di sini? Ini bukan perusahaan Om Kevin ‘kan?” “Bukan, Sayang. Om Kevin ‘kan pengacara sama seperti Papamu.” “Terus?” “Ini perusahaan keluarga Tante.” “Apa?!” Titan tidak menyangka jika sahabat Papanya menikah dengan Tuan Putri Zufar Group. Bisa-bisanya dia tidak tahu soal itu! “Kenapa sampai kaget begitu? Bukannya Titan sudah tahu sejak dulu?” Titan menggeleng. “Titan baru tahu barusan, Tante.” Aqila tersenyum, dia mengelus rambut Titan dengan lembut. Semenjak hamil dia selalu berdoa agar putrinya terlahir cantik seperti gadis yang kini ada di sebelahnya. “Titan ‘kan gak suka kalau diajak Papa ke pesta. Makanya kurang update.” “Hehe, iya juga sih, Tan.” “Terus gimana soal magang kamu?” “Masih harus menunggu pengumuman jadwal interview.” “Kenapa pakai interview segala sih?” tanya Aqila dengan gemas. “Nanti Tante yang bicara sama pihak HRD.” “Eh, gak boleh! Titan tuh sengaja milik Zufar Group biar enggak lewat jalur orang dalam. Kalau di bantu sama Tante sama saja dong kayak teman-teman Titan.” “Memangnya kenapa sih, Sayang? lewat orang dalam atau usaha sendiri ‘kan sama saja. Waktu kamu magang tetap harus mengikuti peraturan yang berlaku di sini.” Titan menggeleng dengan cepat. “Gak boleh. Nanti di CV Titan ada tulisannya ‘anak magang titipan bos!’ Ihhh ... gak mau kayak gitu!” Aqila tertawa terbahak. Titan memang tidak berubah sama sekali. Selalu saja membuat orang disekitarnya tersenyum dengan segala tingkah polahnya. “Iya, iya. Tante gak bakal bantuin. Tapi, nanti kalau Titan ditolak bilang saja sama Tante.” “Enggak bakal di tolak. Soalnya feeling Titan sejak awal bakal di terima magang di sini.” Aqila memeluk tubuh mungil Titan dan juga putrinya. Dia seperti memiliki dua anak perempuan yang sangat cantik. Keduanya harus berpisah ketika Titan mendapatkan panggilan telepon dari Papanya untuk segera pulang ke rumah. Eyangnya dari Semarang datang berkunjung dan akan menginap selama 2 minggu. Dia harus membantu Papanya membersihkan kamar tamu yang jarang sekali di tempati. “Yakin mau naik ojol? Kalau Papa tahu nanti bakal di jewer telingamu.” “Enggak bakal, Tan. Asal nggak ketahuan saja.” Aqila meminta driver ojol agar tidak ngebut dan berhati-hati. Dia sudah ingin mengantar Titan pulang tapi gadis itu tetap memaksa pulang sendiri naik ojol. Gadis Itu, melambaikan tangannya pada Aqila dan Jasmine saat ojol yang dinaiki sudah berjalan meninggalkan depan lobby kantor. *** “Sayang, kapan pulangnya? Kok Papa nggak dengar suara Namira dan Ellyana?” Titan mencium tangan Papanya kemudian mengecup kedua pipinya. “Titan nggak diantar sama keduanya Papa. jelas gak bakal ada suara cempreng mereka.” “Terus pulang naik taksi?” “Enggak juga.” Kedua mata Ihsan menatap galak ke arah putrinya. “Jangan bilang Titan pulang naik ojol?!” “Hehe ... iya, Pa.” Ihsan menghembuskan nafas kasar. Dia kesal sekali dengan Titan jika tidak mematuhi larangannya. “Sayang, Papa sudah berapa kali bilang sama kamu. Jangan naik ojol. Kalau sedang terpaksa gak ada yang antar naik taksi saja!” Titan memeluk Ihsan, dia kini sudah mode mengeluarkan jurus rayuan mautnya. Naik ojol saja sudah terkena omelan apalagi rencananya minta dibelikan motor. “Buktinya Titan sampai rumah dengan selamat ‘kan, Pa?” “Memangnya mau nggak selamat?!” “Astaga, Papa. Masak bicaranya kayak gitu!” Titan mencebikkan bibirnya. Papanya kalau sudah kesal dengannya pasti akan bicara ketus. Tapi tidak untuk waktu yang lama. Hanya beberapa menit saja sudah kembali ke mode sayang. “Eyang mana, Pa?” Titan melihat ke arah dalam. “Tumben Eyang enggak sambut Titan?” Ihsan mengajak putrinya masuk ke dalam. “Eyang sedang berkunjung ke rumah Mama. Beliau rindu dengan anak perempuannya.” “Kok nggak ajakin Titan sih?!” “Keburu sore kalau tungguin kamu, Nak.” “Titan ganti baju dulu ya, Pa. Abis itu baru bersihin kamar buat Eyang Uti.” “Iya. Makan siang dulu. Papa sudah masak.” “Okay, Papa Love.” Titan berlari menuju ke kamarnya yang berada di lantai 2. Ihsan hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah pecicilan putri semata wayangnya. Rasa cemasnya karena kelakuan Titan yang naik ojol tadi langsung hilang ketika mendapat senyuman manis dari putrinya. Setelah Titan makan siang. Dia langsung membantu Papanya membersihkan kamar tamu yang akan ditempati oleh Eyang Putri. “Eyang kenapa mendadak ke sini nya, Pa?” “Sekalian bareng sama Pak De kemarin, Sayang.” “Pak De enggak ikut menginap juga?” “Pak De menginap di hotel tempat di adakannya seminar. Beliau akan berada di jakarta selama 3 hari.” “Seminar di hotel mana? Kenapa nggak di sini saja menginapnya? Titan ‘kan kangen!” “Kejauhan dong, Sayang. Ditambah lagi jalanan pasti macet setiap pagi dan sore hari.” Titan mencebikkan bibirnya. Dia sangat sayang dengan Kakak dari almarhum Mamanya. Karena kesibukan Ihsan yang sangat padat. Mereka hanya bisa berkunjung ke Semarang setiap hari raya idul fitri. “Oh, iya, Pa. Tadi tuh Titan nggak sengaja ketemu sama Tante Aqila.” “Dimana?” Titan merebahkan badannya ke atas ranjang yang sudah di ganti dengan seprai baru. Kini kamar tamu sudah siap ditempati oleh Eyang Uti. “Kantor Zufar Group.” “Lah, Titan mendaftar magang di sana?” “Iya, Pa. Bukannya kemarin Titan sudah bilang sama Papa? pasti nggak didengarkan. Iya ‘kan?” Ihsan tersenyum, dia ikut duduk di sebelah putrinya. “Maaf, Nak. Papa benar-benar tidak mendengarnya waktu kamu bercerita.” “Dimaafkan, Papa Love.” Titan memeluk lengan Papanya. “Ternyata yang punya perusahaan itu keluarga dari Tante Qila.” “Benar sekali. Tante Qila bukan orang sembarangan. Dia itu putri tunggal keluarga Zufar.” “Wah, pewaris tunggal dong?” “Tidak. Dia memiliki seorang adik yang meneruskan perusahaan saat ini.” “Nggak kelihatan ya, Pa. Kalau Tante Qila berasal dari keluarga kaya raya.” “Dia memang selalu berpenampilan biasa sejak dulu. Tidak pernah mau menunjukkan dia berasal dari mana.” Titan tiba-tiba mengingat sesuatu. Dia kembali duduk dengan bersila. “Papa Love tahu enggak?” “Apa?” “Kantin di kantor Zufar bagaikan restoran bintang lima. Lengkap sekali menu makanannya. Nggak jauh beda sama menu cafe kita.” “Memang menu di sana mencontek daftar menu yang ada di cafe kita, Sayang.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN