Gadis Hot

2049 Kata
Selama Eyang Uti berada di Jakarta, Titan terbebas dari yang namanya memasak maupun membersihkan rumah. Semua tugas yang seharusnya dia lakukan di ambil alih Eyangnya. Begitupun, dengan ihsan. Dia yang biasanya selalu pulang sebelum jam makan malam. Beberapa hari ini dia pulang dari kantor hingga larut malam karena harus lembur membahas kasus yang sedang ditangani. Keberadaan Eyang Uti memang sangat membantu keduanya. Jika Titan bisa bersantai dan menonton drakor, Ihsan bisa lembur tanpa khawatir putrinya berada di rumah sendirian. “Eyang jadi main ke rumah Oma?” “Iya, Sayang. Oma ajakin Eyang jalan-jalan.” “Mau nonton bioskop ya?” “Lah, kok tahu?” Titan sejak selesai sarapan terus saja bergelayut manja pada lengan Eyang Uti. Mereka sedang bersantai di sofa panjang yang ada di teras belakang. “Oma kemarin ajakin Titan buat nonton film. Tapi Titan nggak mau.” “Kenapa?” “Ya, masak Titan nonton bioskop sama Oma. Malu dong Eyang.” “Di Semarang Eyang sering menemani Nabila nonton bioskop.” “Kalau Bibil ‘kan wajar masih kecil harus ada pendampingnya. Lagian Bibil pasti nontonnya film disney cocok untuk umurnya.” “Memangnya kalau Oma maunya nonton film apa?” “Setiap kali ada film indonesia yang sedang hits pasti Oma ajakin nonton. Kemarin ajakin Titan nonton Filmnya babang tamvan Refal hady dan Prilly.” “Bagus nggak filmnya?” Titan menggeleng. Dia belum sempat menonton film itu karena kesibukannya akhir-akhir ini. “Kalau kata teman-teman sih bagus, Eyang.” “Kalau begitu nanti Eyang ajak Oma nonton film itu.” Titan menganga mendengar ucapan dari Eyang Uti. “Eyang yakin mau nonton film itu?” “Kata teman Titan tadi bagus. Eyang jadi penasaran.” “Titan nggak bisa bayangin kalau sampai Eyang dan Oma menonton bioskop bersama. Pasti akan menjadi penonton tertua,” gumam Titan pelan. “Sayang, Eyang bisa dengar ...” Titan meringis, dia meminta ijin pergi bersama dengan kedua sahabatnya untuk membeli baju kerja. Dia sudah menjelaskan pada Eyang Uti akan segera magang jadi tidak bisa pulang ke Semarang saat libur semester nanti. Setelah selesai bersiap, Titan langsung pamit. Namira dan Ellyana sudah menjemputnya. Sebelum mencari baju kerja di butik milik Mama Namira. Mereka akan pergi ke mall untuk mencari sepatu dan juga tas. “Eyang mau kemana? Cantik sekali,” ucap Namira. “Mau nonton bioskop sama Oma,” saut Titan. “Hah?” “Apah?” Kedua sahabat Titan kaget. Mereka mengulum senyum tidak berani tertawa terbahak. Bisa kualat menertawakan orang tua. “Iya, Sayang. Eyang mau pergi nonton bioskop.” “Mau nonton film apa, Eyang?” tanya Ellyana. Eyang Uti menatap Titan. Dia tadi lupa belum bertanya judul film yang direkomendasikan oleh cucunya. “Apa tadi sayang? Eyang lupa.” “Ketika Berhenti Di sini.” “Wooo ...” “Uwihhh ...” Kedua sahabat Titan kembali takjub. Mereka tidak menyangka jika Eyang dan Oma Titan sangat gaul. Berbeda sekali dengan Oma mereka berdua. “Titan berangkat dulu, Eyang.” “Iya, Sayang. Hati-hati jangan ngebut, uang jajan sudah Eyang transfer ke rekening Titan.” Titan tersenyum. “Terima kasih, Eyang. Nanti Titan belikan baju bagus buat Eyang dan Oma.” Namira dan Ellyana juga ikut berpamitan. Setelah itu, mereka bergegas masuk ke dalam mobil. Hari ini ketiga gadis itu akan menghabiskan waktu dengan berbelanja sepuasnya. Sebelum mereka ke mall, Ellyana meminta diantarkan ke rumah Tantenya untuk mengantar kue pesanan dari Mamanya. Mobil yang dikendarai Namira memasuki komplek perumahan mewah. “Tante ini yang namanya Jessica itu ya, Ly?” tanya Namira. “Iya, yang centil banget orangnya.” “Oh ... Aunty J. Setelah bercerai sekarang pindah ke sini?” “Hmmm ... ini rumah barunya. Katanya sih beliau memenangkan gugatan harta gono gini. Pengacaranya ‘kan Papa Ihsan.” “Loh, kok bisa sih?” tanya Titan heran. “Biasanya Papa nggak mau kalau menangani proses perceraian yang hanya bertujuan mengincar harta.” “Awalnya, Papa Ihsan memang menolak. Tante Jesica memohon sama Papa buat bujuk Papa Ihsan agar mau menjadi pengacaranya. Ya ... mungkin karena sungkan kali. Akhirnya Papa Ihsan mau juga.” “Memangnya Aunty J bercerai karena apa?” tanya Namira. “Suaminya ‘kan punya 4 istri . Tante Jessica katanya sudah enggak kuat meladeni para istrinya yang semakin ganas. Beliau menggugat cerai dengan meminta banyak aset. Wajar saja sih orang suaminya saudagar kaya.” “Punya 4 istri gimana itu membagi waktunya. Kalau di kasih sehari untuk 1 orang, masih sisa 3 dong,” ucap Namira. Titan memajukan tubuhnya ke depan. “Sisanya buat cari istri lagi biar genap 7.” “Haha ... haha.” Namira tergelak dengan jawaban Titan. “Hussttt ... gak boleh begitu!” tegur Ellyana. “Hehe, Maaf.” Titan mengangkat kedua jarinya. Mobil Namira berhenti tepat di depan rumah berpagar tinggi dengan warna putih. Ellyana tidak begitu yakin jika rumah yang ada di depannya itu adalah rumah milik Tantenya karena dia baru pertama kali datang. “Ngak di bukain sama satpamnya!” Seru Ellyana. Titan ikut turun dari mobil. Dia penasaran kenapa satpam tidak mau membukakan pintu. “Selamat pagi Bapak Satpam. Saya Titan, sahabatnya Liliput. Kami datang ingin bertemu dengan Aunty J.” “Maaf adek, sepertinya kalian salah alamat. Di sini tidak ada yang namanya Aunty J.” Titan dan Ellyana melihat dari monitor CCTV yang terhubung ke pos satpam. Kedua gadis itu kini entah mendiskusikan soal apa hingga membuat satpam tertawa. “Kalau boleh tahu ini rumahnya siapa ya, Bapak? Soalnya, kata Mama Febri ini rumahnya Aunty J.” “Maaf adek-adek cantik. Saya tidak bisa memberikan informasi ke sembarang orang.” Titan berdecak sebal. Satpam rumah mewah yang ada di depannya sangat menyebalkan. Hanya bertanya informasi pemilik rumah saja tidak mau memberitahu. “Kenapa nggak masuk?” teriak Namira. “Salah alamat,” jawab Titan. Ellyana menghubungi Mamanya namun tak kunjung diangkat. Mereka sudah mirip seperti peminta sumbangan ke rumah-rumah orang kaya. “Gimana, Ly?” “Nggak diangkat sama Mama. Pasti beliau sedang sibuk di toko kue.” “Apa rumahnya Aunty J sudah dijual?” “Ye ... orang kata Mama baru pindah bulan kemarin. Gak mungkin kalau sudah di jual.” “Terus gimana ini? pudingnya basi apa enggak kalau di antar sore hari?” “Kalau ada lemari es gak bakal basi.” “Ya, sudah. Taruh dulu ke lemari es. Sore baru diantar lagi.” “Kita ‘kan mau ke mall. Mau nitip ke lemari es siapa coba? Mau balik ke rumah kejauhan.” Titan mendekat lagi pada monitor CCTV. “Bapak Satpam, di pos ada lemari es apa enggak?” “Titan!” seru Lilyana. “Masak mau nitip sama Pak Satpam sih? Yang benar saja kamu!” “Terus mau nitip ke siapa, Liliput?!” Kedua satpam yang menjaga rumah mewah itu akhirnya keluar juga karena gemas dengan kelakuan dua gadis cantik. “Adek-adek ini memangnya ada keperluan apa datang ke komplek ini?” “Mau antar pesanan puding Aunty J, Bapak Satpam.” Titan menyahut dengan cepat. “Kita salah alamat kayaknya, Bapak. Di komplek sini yang bernama Jessica ada gak ya?” “Kalau itu Bapak kurang tahu. Coba tanyakan di pos depan. Mereka yang tahu nama penghuni komplek.” Ellyana mengangguk. Dia ingin kembali ke mobil untuk bertanya pada satpam yang menjaga portal depan. Namun ditahan oleh Titan. “Bapak tahu enggak di komplek ini ada seorang janda cantik dan kaya raya?” Kedua satpam yang ada di depannya mengangguk bersama. Sudah Titan duga jika urusan janda pasti semua orang akan tahu. “Rumahnya di sebelah mana, Bapak?” tanya Titan lagi. “Itu,” jawab satpam dengan menunjuk rumah yang ada di seberang. “Baru pindah bulan lalu. Namanya Nona Jeje.” “What, Jeje?” teriak Ellyana. “Iya, namanya Nona Jeje. Baru saja membuat syukuran rumah minggu lalu.” “Ok, Bapak Satpam terima kasih atas informasinya.” Titan menarik tangan Ellyana agar segera masuk ke dalam mobil. Dia penasaran dengan wajah Tante dari sahabatnya. Namira memutar mobilnya ke arah rumah yang ada di depan rumah yang mereka hampiri tadi. Ternyata mama Ellyana salah memberikan nomor rumah Jessica. Harusnya nomor 9 malah berubah menjadi nomor 4. “Aku ikut masuk juga,” teriak Namira ketika dua sahabatnya sudah turun dari mobil. “Jangan berisik, Nam-nam.” Omel Titan. Ellyana mengetuk pintu berwarna coklat bergaya minimalis. Dia berharap tidak akan salah rumah lagi karena hanya membuang-buang waktunya dan kedua sahabatnya. “Siapa ya?” tanya seorang wanita cantik yang hanya memakai baju minim dan transparan. “Ellyana, Tante. Anaknya Mama Febri,” jawabnya. “Mau mengantar pesanan puding.” “Astaga ... Ell. Kamu sudah sebesar ini ternyata? Cantik sekali.” “Hehe, Iya, Tan.” “Ayo masuk dulu. Sayang.” “Maaf Tante. Ellyana buru-buru soalnya mau pergi sama teman.” Jessica menatap ke arah Titan dan Namira. Keduanya tersenyum dengan menganggukkan kepala. Menyapa dengan sopan. “Siapa nama kalian, Sayang?” “Saya Titan, Aunty.” “Saya Namira, Aunty.” “Cantik-cantik sekali kalian!” seru Jessica. “Eh, kayak kenal sama kamu.” Titan tersenyum, wajahnya mirip dengan Papanya. Sepertinya Jessica menyadari itu. “Dia, Titan Dirgantara.” Ellyana terpaksa menyebut nama belakang sahabatnya. “Wah, kamu putrinya Mas Ihsan. Pantas saja kamu cantik sekali, Sayang.” Jesica berjalan mendekati Titan. Dia langsung memeluk gadis itu dengan sangat erat. “Sejak dulu Tante sudah ingin bertemu denganmu. Tapi Mas Ihsan gak kasih ijin.” Titan melepaskan pelukan lebih dulu. Selain tidak nyaman, dia mendadak tidak suka dengan Tante sahabatnya. Janda sexy yang ada di depannya itu pasti berusaha mengejar Papanya. Namira memberikan isyarat pada Ellyana agar segera meninggalkan rumah Tantenya. Dia tidak mau sampai Titan mengamuk dan menghancurkan rumah karena kesal dengan janda genit yang mencoba merayu Ihsan. “Kenapa buru-buru?” Jessica mengikuti ketiga gadis itu sampai ke mobil. “Sudah ada janji, Tan. Gak enak kalau telat.” Namira langsung melajukan mobilnya meninggalkan rumah Jessica. Wajah Titan memberengut kesal. Sepertinya mood gadis itu sudah tidak sebaik tadi. Namira mengerem mendadak saat akan melewati pos penjaga. Membuat kedua sahabatnya terhuyung ke depan. “Nam-nam!!!” teriak Titan dan Ellyana. “Jangan marah. Melihat ke spion belakang!” Ketiga gadis itu menoleh ke arah belakang. Mereka melihat Pak Dosen tampan sedang berlari pagi. “Astaghfirullah, gantengnya Om Duda,” ucap Titan. “Kenapa bisa ada di sini?” “Sepertinya, Pak Ammar rumahnya di komplek ini.” “Wah ... bahaya dong!” seru Ellyana. “Kenapa?” tanya Titan. “Kalau sampai Tante Jesica tahu bisa di jadikan target.” “Benar juga! aku akan menyelamatkannya.” Titan keluar dari mobil menghampiri Ammar yang sedang berlari menuju keluar komplek. “Selamat pagi, Om Duda. Rajin amat sih jam 9 baru mulai jogging.” “Kamu!” Titan tersenyum dengan manisnya pada Ammar. Pria itu memundurkan langkahnya ketika Titan semakin mendekat. “Titan mau bicara sesuatu sama, Om Duda.” “Apa?” “Jangan jauh-jauh begitu! Ini tuh rahasia, gak boleh ada yang dengar.” Ammar memicingkan matanya. Dia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh gadis cantik yang ada di depannya. “Rahasia apa?” Titan mendekat ke arah Ammar. “Di rumah no 9 ada janda sexy sangat centil sekali. om Duda harus hati-hati! Jangan sampai terkena rayuannya. Soalnya dia juga sedang mengintai Papa Titan,” bisiknya. Ammar melihat ke arah rumah yang di maksud oleh Titan. Kedua alisnya bertaut penasaran dengan informasi yang baru dia dapatkan. Ammar memang sudah lama tinggal di sana namun jarang sekali bertemu dengan para tetangganya. “Tahu dari mana?” “Titan baru saja bertemu.” “Ngapain kamu ke rumah itu?” “Nganterin pesanan puding.” “Owh, aku tidak tertarik dengan janda. Jadi, kamu nggak usah khawatir.” “Syukurlah, soalnya Titan cemas kalau Om Duda tergoda sama Aunty J. Dia sangat sexy sekali.” “Aku tidak tertarik!” “Bagus. Om Duda ‘kan hanya boleh tertarik dengan Titan. Iya ‘kan?” Titan menaik turunkan kedua alisnya dengan tersenyum jahil pada Ammar. Gadis itu memang totalitas dalam menggoda Om Dudanya. “Anak kecil seperti kamu bukan tipe saya!” seru Ammar dengan penuh penekanan. Titan terkekeh, mengedipkan sebelah matanya. “Jangan salah. Biarpun kecil begini Titan bisa cosplay jadi Gadis Hot!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN